"Tidak, mas. Aku tidak ingin memperkarakan dia yang menikah diam-diam. Aku hanya ingin bercerai dan mendapatkan harta benda yang aku punya sekarang"
"Baiklah, kalau itu keputusan mu. Sebenarnya, jika kamu mau memperkarakan tindakan suamimu itu, dia bisa masuk penjara, Riana"
"Tidak, mas. Aku tak ingin memenjarakan dia"
"Kamu kenapa Riana? Apa kamu sangat mencintai dia? Dia bisa di hukum lho karena menduakan mu tanpa meminta izin dari mu?" Amira mempertanyakan keputusanku, tapi entahlah. Hanya saja hati ku tak tega jika mas Yoga harus masuk penjara. Padahal dia sudah begitu jahat padaku.
"Entahlah, Amira. Hanya saja hatiku tidak menginginkan itu"
"Ya, sudah. Jadi kapan kamu berencana menggugat cerai suamimu? Aku akan mengurus semuanya. Aku hanya perlu beberapa dokumen darimu, kamu tinggal beres. Aku hanya perlu tanda tanganmu saja nanti" Mas Candra sepertinya serius sekali ingin membantuku.
"Bai
Aku sedang di dapur, saat mas Yoga datang. Aku tak mengacuhkan kehadirannya. Dia membalikkan badan ku agar menghadap padanya."Kenapa tadi kamu keluar tanpa memberi kabar pada mas?""Apa peduli, mas? Sedangkan mas saja sehari ini tidak sekalipun mengabari ku!""Kemaren mas sudah bilang kan? Lalu siapa laki-laki tadi? Dia bukan suami Amira. Untuk apa kalian bertemu?" Dia penasaran siapa mas Candra."Bukan urusan mu!" Aku berlalu darinya. Menuju ruang tamu."Jawab mas, Riana! Siapa dia dan untuk apa kalian bertemu?""Sudah ku jawab mas! Bukan urusanmu! Urus saja gundik mu itu! Belikan apa saja yang dia mau, kamu tidak perlu mencampuri urusanku!""Ma, kamu ini kenapa semakin lama semakin membangkang?""Kalau kamu tidak suka lagi padaku, ceraikan aku sekarang juga!" Bibirku bergetar mengucapkan kata itu."Kenap selalu mengatakan perceraian Riana? Apa kamu sudah terg
Aku yakin, aku bisa hidup tanpanya. Dari pada seperti ini. Makan hati setiap hari. Sungguh aku tak sanggup.Terdengar deru kendaraan mas Yoga keluar dari bagasi. Aku segera berdiri. Membuka pintu, lalu keluar untuk mengunci pagar. Pergilah kamu kepada perempuan itu mas, bathin ku berucap pilu.Aku terduduk sendiri di ruang tamu, memikirkan apa yang harus aku lakukan. Sepertinya sulit mendapatkan apa yang aku inginkan. Bercerai dari mas Yoga dan mendapatkan harta bagianku rasanya akan sulit sekali. Bercerai mungkin bisa aku dapatkan, tapi harta benda ini bagaimana? Kemana aku harus pergi? Tanpa ada uang yang bisa aku bawa.Mengadu pada paman, aku tak sanggup. Aku tak ingin membuatnya marah dan melakukan hal bodoh pada mas Yoga. Apa yang harus aku lakukan?Aku hanya ingin bercerai, dan mendapatkan bagianku yang seharusnya. Setelah itu aku tak peduli. Apapun yang dia lakukan dengan perempuan itu tak akan aku campuri lagi.*****
Dia berdiri hendak menuju kamar, sepertinya dia ingin istirahat."Mas, sabtu ini paman meminta datang ke rumahnya"Langkah kaki mas Yoga terhenti, dia menatapku heran."Paman? Untuk apa paman meminta kita datang? Apa kamu cerita tentang Rindu padanya?" Terlihat sekali dia takut paman tau dia mengkhianatiku."Tidak, aku tidak berminat membicarakan perempuan itu pada paman!""Lalu untuk apa paman meminta kita datang?""Aku tidak tau alasannya. Dia bilang harus datang dengan mu. Hanya itu""Baiklah, nanti kita kesana berdua"Mas Yoga lega, karena aku belum menceritakan semuanya pada paman. Kalau paman tau entah apa yang terjadi. Paman adalah orang yang sangat tegas. Dulu, saat melamar ku. Paman kurang setuju. Dia ingin menjodohkan aku dengan anak temannya.Tapi mas Yoga berupaya keras mendapatkan restu dari paman. Akhirnya paman luluh, bahkan ikut mencarikan pekerj
Ya sudahlah, sekali ini aku mengalah untuknya. Demi anak yang dia kandung.Aku segera turun dari mobil mas Yoga, setelah sampai di rumah. Aku segera membuka pagar rumah."Ma, nanti kasih kabar kalau sudah sampai di rumah paman ya?""Ya, mas"Mas Yoga lalu pergi meninggalkanku. Aku segera menaiki mobil ku. Lalu berangkat sendiri ke rumah paman. Rumah paman tidak terlalu jauh. Aku yakin bisa mengendarai mobil sendiri.*******Hari sudah siang, saat aku sampai di rumah paman. Segera aku memarkirkan mobil di bagasi rumah paman.Pintu rumah paman terbuka. Aku langsung mengucapkan salam."Assalamualaikum..."Waalaikumsalam..." Terdengar sahutan dari arah dalam. Itu suara bibiku."Akhirnya yang di tunggu-tunggu datang juga, masuk Riana" Bibi langsung menggandengku masuk rumah.Aku duduk di
Di sepanjang perjalanan menuju rumah, aku sibuk berpikir. Bagaimana caranya untuk bercerai secepatnya dari mas Yoga.Sekarang tidak ada lagi penghalang untukku segera menggugat cerai mas Yoga. Dulu, yang paling aku takutkan adalah masa depan dari anakku kelak, tapi sekarang dengan warisan peninggalan ayah aku tidak perlu lagi memikirkan biaya untuk hidup kami nantinya.Dari tadi mas Yoga selalu menghubungi ku, aku tak memberi kabar apapun padanya. Bahkan ketika sampai di rumah paman aku tak mengubris panggilan telponnya.Gara-gara dia, aku berbohong pada paman. Pake alasan mertua sakit segala. Paman sebenarnya memaksa untuk menginap di rumahnya, tapi aku rasa kini bukan saat yang tepat. Aku takut paman melihat rona kesedihan di wajahku. Jika terus-terusan dekat dengan paman dan bibi, aku takut rahasia ku bisa bocor.Aku tak mau mereka ikutan sedih dengan apa yang sedang menimpaku. Handphone ku kembali berdering, mas
Aku di rumah tanpa ada kegiatan apapun yang aku lakukan. Rasanya bosan sekali. Mas Yoga tidak akan pulang, aku dirundung kesepian. Tak ada keinginan apapun. Aku harus ngapain?Terlintas pikiran dihatiku untuk mencari tau siapa sebenarnya perempuan yang mas Yoga nikahi. Apa sebenarnya motif dia mau dijadikan istri kedua suami ku.Sepertinya aku harus berpura-pura baik padanya. Aku harus bicara padanya. Kali ini tanpa ada kemarahan. Aku harus mengorek sedikit informasi darinya.Aku berniat bertandang ke rumahnya siang ini.Ku lajukan kendaraan menuju rumah perempuan itu, aku ingin sedikit lebih mengenal perempuan itu. Agar tidak ada penyesalan sedikitpun di hati ku jika sudah bercerai dari mas Yoga nantinya.Aku sengaja memarkirkan mobil di luar pagar rumah perempuan itu. Pagarnya tidak terkunci, jadi aku leluasa untuk masuk ke dalam.Setelah sampai di pintu, ku ketok pintu rumahnya. Tapi tidak a
Aku ingat punya kenalan yang bisa aku minta tolong untuk utusan ini. Segera aku menghubungi nomornya."Hallo, Riana. Apa kabar?" Terdengar sahutan dari Bayu. Laki-laki yang akan aku mintai tolong. Dia adalah kepala preman di dekat komplek tempat tinggal ku.Aku mengenalnya dengan baik, karena setiap ada acara gotong royong di komplek ini, dia akan selalu menggodaku. Tanpa takut di dengar oleh suamiku."Kamu sibuk nggak? Bisa aku minta tolong nggak?" "Buat kamu apa sih yang nggak, Riana! Bahkan jika kamu meminta aku jadi suamimu, aku siap kok?" Dia malah terkekeh sendiri. Aku hanya tersenyum tipis. Dasar laki-laki buaya darat. Bisanya cuma gombalin aja. "Nggak usah kasih gombalan sekarang, kang. Aku mau minta tolong sama kamu, bisa nggak?" "Bisa, apaan?" Dia mulai sedikit serius. "Aku mau kamu cari tahu tentang se
Aku memasuki rumah dengan enggan, terasa begitu sepi. Tak ada lagi kebahagiaan yang kurasakan saat menginjakkan kaki ke rumah ini.Ingin rasanya segera pergi, tapi entah kenapa ada keraguan di hatiku. Perasaan yang entah kenapa selalu menghantuiku.Mas Yoga yang dulunya begitu memanjakanku, mau melakukan apapun untuk membahagiakanku tapi sekarang sudah berkhianat. Cinta yang selalu ku puja ternyata begitu tak ada artinya.Kuusap perutku yang sudah mulai sedikit menonjol, kandungan yang baru memasuki bulan ketiga membuatku terkadang sering mual dan pusing.Tapi, itu selalu tak pernah ku katakan pada mas Yoga. Tak mungkin dia peduli lagi, sedangkan disana, perempuan itu kandungannya sudah memasuki bulan ke empat.Besok hari kamis, seharusnya mas Yoga datang ke rumahku. Karena itu adalah giliran mas Yoga menginap di rumah ku.Tapi tak ada lagi perasaan bahagia, tak ada lagi kebahagiaan saat akan menyambut dia datang.Dulu, sa