Share

Doni mulai sering berkunjung kerumahku

Dengan diadakan acara ini semua siswa siswi di sekolahku merasa gembira, terutama saat kepala sekolah mengatakan bagi yang memenangkan lomba akan dijadikan sebagai utusan dari sekolah untuk melaksanakan lomba festival yang akan dilaksanakan untuk menyambut tujuh belas agustus. Bagi para pemenang lomba bernyanyi juga akan berkesempatan untuk menyanyikan lagu bertema kebangsaan di depan bapak bupati.

Doni tampaknya begitu semangat. Kemudian ketika dia menanyakan sesuatu pada ku saat berada di dalam kelas mengenai perasaan ku jika bisa menang lomba ini.

“Bagaimana menurutmu apakah kita bisa memenangkan pertandingan ini?”

“Mungkin saja bisa” dengan wajah biasa saja namun dalam hati ‘ya pastilah’ .

“Mudahan aja ya, soalnya aku juga  pengen banet menang”

Kemudian masuklah guru kelas dan memberikan materi pelajaran seperti biasa. Namun aku tidak terlalu memperhatikan aku hanya asyik membaca buku komik kesukaan ku Dari seri Next G, ya aku suka membaca tentang persahabatan gitu.

Doni yang sesekali memandang ke arahku, melihat apa yang kubaca dan terkadang dia menegurku saat guru k ke arahku. 

Pelajaran untuk hari ini pun berlangsung. Doni yang duduk di sampingku merapikan buku dan memasukkan ke dalam tasnya. 

“Axel kita latihan hari ini ya tapi nanti aku datang jam 16.00 aja ya biar pulang cepat soalnya aku harus jaga nenek aku juga”.

“Yaudah datang aja nanti masuk aja langsung ke kamar kalo aku ga keluar bilang sama ibu aku, kalo kamu nanti disuruh langsung ke kamarku”

“O ok, yaudah kita barengan aja pulang nya soal nya kan arah rumah ku kesana juga,”

“Aku hari ini jalan kaki aja lagi pengen jalan aja”

“Yakin ga mau nanti nyesel” dengan nada bahasa yang khas digunakan almarhum Doni.

Seketika aku merasa aneh, kenapa tiba-tiba ada yang bisa menirukan gaya bahasa almarhum Doni.

“Sudahlah ayo ga usah sungkan lagian aku juga teman kamu, ya kalau tidak anggap saja teman sekelas biasa saja.

Dengan kebetulan kenapa hari ini dia mau menawarkan dan juga bahasa dan ajakannya mirip dengan almarhum Doni. Dalam hati aku merasa seketika almarhum Doni yang sedang bicara kepadaku.

“Ya sudah baiklah aku ikut kepadamu”

Kami berdua akhirnya pergi bersama menuju parkiran sepeda motornya. 

“Maaf ya ga ada helm satu lagi,” saut nya 

“Gapapa kan ga terlalu jauh juga,” jawab ku kembali.

Diperjalanan aku aku hanya diam tak berkata sedikitpun kepadanya, dan dia juga tidak membuka pembicaraan. Sesampainya di depan rumahku, kebetulan ibu berada di depan rumah sedang berbicara dengan tetangga sebelah.

“Wah anak ibu sudah pulang, eh nak Doni mampir sebentar ya!”

“Tidak usah bibi nanti saja saya nanti datang latihan ko kesini lagi” jawab Doni.

“Benar ya bibi tungguin udah bibi siapin makanan untuk kalian, sekalian biar ada teman Axel.”

“Iya bibi, saya pulang dulu ya”

“Ko ga bilang makasih sama temannya sih Axel, kan dah cape dia ngantarin kamu!”

“Makasih ya Doni” kataku dengan sedikit malu dan tangan menggaruk kepala.

“Iya sama-sama Axel”

Kemudian setelah itu aku masuk ke dalam rumah dan ibu lanjut berbicara dengan tetangga. Di Dalam kamar aku merasa seperti merasakan kehadiran almarhum Doni kembali, dan bertanya-tanya kenapa dia bisa logat almarhum Doni ya. Kenapa kebetulan bener ya pikirku dalam hati, aku yang masih menggunakan seragam merebahkan tubuhku di atas kasur empuk tak terasa aku tertidur.

Pukul 15.30 wib Doni datang lebih awal, dia mengenakan kaos hitam dengan celana panjang, dan jaket hitam di tangannya. Kemudian ibuku membukakan pintu dan mempersilahkan dia masuk kerumah. 

“Eh nak Doni sudah datang ya, sebentar saya panggilin Axelnya ya.”

“Gausah bibi, kata Axel nanti aku aja yang kamarnya biar ga ngerepotin bibi katanya”

“O ya sudah, Axel ada di kamar kayaknya itu bilang sama dia makan ya nak Doni dia kayaknya belum makan itu.”

“Baik bii nanti aku bilangin ke dia” 

“Axel, Axel ini aku Doni kamu di dalam ga? “  Doni memanggil aku tapi aku masih tidur pulas. Kemudian dia masuk dan melihat ku masih tertidur sehingga dia keluar dari kamarku.

“Bibi Axelnya masih tidur, kayaknya dia kecapean.”

“O ya sudah tunggu sebentar lagi, nanti juga bangun ayo duduk dulu bibi pengen bicara sama kamu”

“Iya bibi Boleh”

Kemudian mereka berbincang tampak mereka seperti ibu dan anak. Sikap Doni yang ramah dan baik membuat ibuku senang dan juga teringat dengan almarhum Doni. 

“Bibi jadi keinget sama anak yang namanya Doni kayak nama kamu cuman nama dia Doni aja. Dulu almarhum Doni sudah seperti anak kandung ibu, Axel juga menganggap dia abang kandungnya sendiri”

“Itu yang ada di kamar Axel kan Bi?” tanya Doni

“Iya itu almarhum Doni, Axel masih terpukul setelah kehilangan dia dia jadi jarang sosialisasi sama orang lain. Sampe sekarang bibi masih bingung mau masukin dia ke Universitas mana nanti soalnya dulu semasa hidup almarhum mereka berdua berniat untuk jadi penyanyi, mereka sering ikut lomba-lomba gitu dan banyak juara. Sekarang nak Doni mau main ke sini bibi senang bener akhirnya Axel bisa punya teman sebaik kamu, mudah-mudahan dia ga kasar sama kamu ya.”

“Iya bibi soal nya Doni juga punya teman kayak dia juga waktu di jakarta”

“Ih sudah pas lah itu nak  Doni bibi berharap besar loh sama kamu biar bisa jadi teman dekat Axel. Iya bibi mau tanya Kamu tinggal dimana? sama siapa?”

“Saya tinggal Sama nenek bii, karena kedua orangtua  Doni sudah meninggal dunia begitu juga sama adik-adik aku. Waktu itu terjadi kecelakaan yang menimpa kedua orang tua saya dan juga kedua adik saya dan merenggut nyawa mereka.  Hingga akhirnya nenek menyuruh saya untuk tinggal di rumahnya disini, karena saya ga punya keluarga lain selain nenek saudara ibu ga ada begitu juga sama ayah ga ada keluarganya.”

“Bibi turut berduka ya nak  Doni, maaf kalo ibu jadi ngingetin kamu”

“Gapapa ko bii”

perbincangan mereka akhirnya jadi panjang lebar. Aku yang tadi tertidur kemudian terbangun karena mengingat akan latihan. Sudah pukul 16.10 kenapa belum datang juga dia ya, “ah ya sudahlah mungkin dia sibuk’ pikirku dalam hati. Kemudian aku turun hendak makan, aku melihat dia sedang duduk dan berbincang dengan ibuku. Aku  tak sengaja melihat mereka dan terdiam di tangga, aku merasa sepertinya dia memiliki kemiripan dengan almarhum Doni. Dari caranya berbicara dia seolah seperti sudah akrab dan seperti seorang anak dan ibu. Hatiku merasa sedikit cemburu, karena dulu yang ada di posisi itu adalah almarhum Doni. Tapi aku merasa cuek namun tak secuek biasanya. Dalam hati aku merasa senang akhirnya ada seseorang yang bisa menghiburnya setelah kepergian anaknya Doni meskipun bukan anak kandung tetap saja dia menganggapnya anaknya sendiri.

Hingga ketika ibu mengatakan sesuatu hal.

“Nak Doni mau tidak jagain Axel di sekolah, karena bibi merasa kasihan kepadanya sampai sekarang karena kepergian almarhum Doni dia masih terpukul dan belum bisa menerima orang lain sebagai temannya. Tapi setelah kehadiran Nak Doni bibi jadi senang bisa melihat Axel punya teman lagi.”

“Iya bibi Doni akan usahakan semampu Doni biar bisa jagain dia, doni juga merasakan kesedihan yang sama saat kita kehilangan orang yang kita cintai.”

“Terimakasih ya nak Doni bibi berharap secepatnya kalian bisa akrab ya”

“Iya bii, mudah-mudahan Axel mau berteman dengan saya”

Mendengar percakapan itu aku mendatangi mereka untuk menyudahinya. 

“Ibu, dia sudah lama di sini ya?” tanya ku.

“Sudah nak Doni sudah Setengah jam lebih ada di sini”

“Kenapa ga ke kamarku langsung kamu! kan aku udah bilang tadi di jalan”

“Maaf ya soalnya tadi aku liat kamu masih tidur jadi ga tega bangunin kamu, mungkin kamu kecapean”

“Ya sudahlah ayo kita latihan!” kami berdua naik ke lantai dua dan mulai latihan di studio ku.

“Axel sebenarnya kamu dia teman dekatmu kan?” tanya Doni kepada ku.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status