Share

Bab 53 - Badai Balasan

Penulis: Pandandut
last update Terakhir Diperbarui: 2025-07-29 20:47:36

Pagi berikutnya datang tanpa ampun. Aku bangun sebelum matahari sepenuhnya muncul, dan mendapati perasaan resah masih menggantung di dada. Alika masih tertidur di sofa, tubuhnya meringkuk seperti anak kecil yang kelelahan setelah perang panjang. Selimut tipis menutupi tubuhnya, dan wajahnya untuk pertama kalinya terlihat damai.

Aku berjalan ke dapur, menyeduh kopi, lalu berdiri lama di depan jendela. Jakarta masih setengah terjaga. Tapi hatiku sudah bersiap untuk perang hari ini. Kami tahu mereka akan melawan balik.

“Pagi,” suara berat Dimas memecah keheningan. Ia datang dari kamar, mengenakan kaus gelap dan celana training, matanya masih mengantuk tapi sorotnya tajam.

“Pagi,” balasku pelan.

Dia berdiri di sebelahku, lalu menyesap kopi dari cangkirku tanpa izin. “Hari ini kita harus mulai identifikasi siapa-siapa saja yang mungkin bisa kita ajak bersaksi.”

Aku mengangguk. “Aku terus mikir soal mahasiswi yang dulu sempat hilang. Namanya Tania. Waktu itu dia mahasiswa FE, satu angkatan
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci

Bab terbaru

  • SETELAH AKU HANCUR AKU MEMILIH HIDUP DAN MENCINTAI LAGI   Bab 53 - Badai Balasan

    Pagi berikutnya datang tanpa ampun. Aku bangun sebelum matahari sepenuhnya muncul, dan mendapati perasaan resah masih menggantung di dada. Alika masih tertidur di sofa, tubuhnya meringkuk seperti anak kecil yang kelelahan setelah perang panjang. Selimut tipis menutupi tubuhnya, dan wajahnya untuk pertama kalinya terlihat damai.Aku berjalan ke dapur, menyeduh kopi, lalu berdiri lama di depan jendela. Jakarta masih setengah terjaga. Tapi hatiku sudah bersiap untuk perang hari ini. Kami tahu mereka akan melawan balik.“Pagi,” suara berat Dimas memecah keheningan. Ia datang dari kamar, mengenakan kaus gelap dan celana training, matanya masih mengantuk tapi sorotnya tajam.“Pagi,” balasku pelan.Dia berdiri di sebelahku, lalu menyesap kopi dari cangkirku tanpa izin. “Hari ini kita harus mulai identifikasi siapa-siapa saja yang mungkin bisa kita ajak bersaksi.”Aku mengangguk. “Aku terus mikir soal mahasiswi yang dulu sempat hilang. Namanya Tania. Waktu itu dia mahasiswa FE, satu angkatan

  • SETELAH AKU HANCUR AKU MEMILIH HIDUP DAN MENCINTAI LAGI   Bab 52 - Keberanian

    Pagi itu, berita tentang Yusuf mulai muncul di media sosial. Bukan hanya karena video Alika, tapi juga karena beberapa akun aktivis perempuan ikut menyuarakan kasus yang selama ini dibungkam. Hashtag dengan namaku dan Alika muncul di mana-mana. Foto tangkapan layar pesan Yusuf ke Alika tersebar. Wajah tampan yang dulu dielu-elukan di kampus kini dibanjiri hujatan.Aku membuka layar ponselku sambil menyesap kopi yang bahkan tak terasa di lidah.“Kita harus bergerak cepat,” ujar Dimas dari balik laptopnya. “Sebelum keluarganya mulai main kotor lagi.”“Ardi bilang pengacara mereka sudah mulai sibuk ngelobi,” tambahnya, menoleh padaku. “Kita harus siapkan konferensi pers. Bukan hanya bukti, tapi suara. Kita buat publik tahu siapa sebenarnya Yusuf dan keluarganya.”Aku mengangguk. “Kamu yakin Alika siap bicara di depan umum?”Dimas mengangguk. “Dia bilang, kalau kamu ada di sampingnya, dia siap. Kita nggak akan biarkan dia sendirian.”Aku tersenyum tipis. “Kalau begitu, ayo kita mulai."--

  • SETELAH AKU HANCUR AKU MEMILIH HIDUP DAN MENCINTAI LAGI   Bab 51 -Luka yang Tak Bisa Disembunyikan

    Langit siang itu terasa lebih muram dari biasanya, seakan menyerap semua perasaan yang tadi berkecamuk dalam ruangan sempit berjeruji besi itu. Aku melangkah keluar dari ruang kunjungan penjara dengan langkah berat. Udara terasa berbeda di luar lebih lapang, tapi juga lebih sunyi. Dimas menyusul di sampingku, diam-diam. Wajahnya tak banyak bicara, tapi aku tahu dia menahan sesuatu. Mungkin emosi. Mungkin amarah. Atau sekadar bingung harus memelukku atau membiarkanku diam. Kami berjalan sejajar, menyusuri koridor menuju pintu keluar. Tidak ada satu kata pun yang terlontar, tapi suara langkah kaki kami seakan bergema lebih keras dari biasanya. Aku akhirnya membuka suara. "Terima kasih sudah ikut masuk tadi..." suaraku lirih. Dimas mengangguk. "Aku nggak mau kamu sendirian." Aku berhenti di tangga luar gedung itu. Mataku masih terasa berat. Reza menangis. Reza meminta maaf. Reza menyebut-nyebut ibunya dan dosa-dosa masa lalunya. Tapi tak ada yang bisa menghapus kenyataan. Tak ada a

  • SETELAH AKU HANCUR AKU MEMILIH HIDUP DAN MENCINTAI LAGI   Bab 50 - Mengubur Luka dengan Mata Terbuka

    Langit mendung menyelimuti Jakarta sore itu. Awan menggantung berat, seolah menahan hujan yang tak kunjung jatuh. Di pelataran sunyi sebuah rumah tahanan negara, sebuah mobil hitam berhenti. Mesin dimatikan, namun detak jantung di dalamnya masih nyaring.Dimas duduk di kursi pengemudi. Di sebelahnya, Nadia diam menatap lurus ke depan. Wajahnya tenang, tapi matanya menyimpan badai.Tangannya digenggam erat oleh Dimas. Bukan sekadar genggaman, tapi janji yang tak diucapkan: Kau tidak sendirian.“Kamu yakin mau ketemu dia?” Dimas bertanya pelan, nadanya lembut tapi dalam, seolah kata-katanya disaring dari kekhawatiran.Nadia menoleh sedikit, namun tidak sepenuhnya menatap. Matanya tetap mengarah ke kejauhan. “Aku nggak datang buat dia,” ucapnya lirih. “Aku datang buat diriku sendiri.”Dimas mengangguk. Ia tahu, keputusan ini bukan sekadar keberanian ini adalah titik balik.Langkah kaki mereka menggema di lorong panjang lembaga pemasyarakatan. Bau logam, cat tembok tua, dan udara lembap m

  • SETELAH AKU HANCUR AKU MEMILIH HIDUP DAN MENCINTAI LAGI   Bab 49 - Luka Terbuka Lagi

    Pagi itu, tak satu pun dari kami benar-benar tidur. Telepon Dimas dan Ardi terus-menerus berdering sejak subuh. Grup W******p tim pendamping hukum tak berhenti menampilkan notifikasi. Beberapa pesan datang dari media, sisanya dari jaringan LSM yang ingin bergabung atau menawarkan dukungan. Namun yang paling mengejutkan: dua pengacara senior dari Jakarta secara sukarela menghubungi kami, mengatakan mereka siap ikut mendampingi kasus Alika pro bono. Dunia luar mulai bergerak. Tapi kami di sini… tetap terjebak di ruang yang sama ruang penuh kelelahan, trauma, dan pertanyaan yang belum terjawab. Alika duduk di depan jendela, masih dalam balutan jaket abu-abu longgar milik Dimas. Tangannya memeluk lutut, wajahnya menatap ke luar jendela apartemen seolah ingin melihat langit tapi tak sanggup menengadah. Matanya sembab, kelopak matanya bengkak, dan bibirnya pecah karena terlalu sering digigit untuk menahan tangis. Tapi tak satu pun dari kami menyuruhnya berhenti menangis. Karena kami tahu

  • SETELAH AKU HANCUR AKU MEMILIH HIDUP DAN MENCINTAI LAGI   Bab 48 – Ketika Kebenaran Memanggil

    Pagi berikutnya, udara Jakarta masih menyimpan sisa mendung. Tapi aku merasa sedikit lebih ringan. Mungkin karena teh hangat semalam, atau karena ciuman kecil di kening yang lebih menenangkan daripada semua obat tidur yang pernah aku coba. Aku baru saja menyelesaikan sarapan seadanya roti panggang dan telur setengah matang ketika bel apartemen berbunyi. Tiara yang membukakan pintu. Di baliknya, berdiri seorang perempuan muda berjaket denim dan ransel lusuh. Matanya cekung, wajahnya pucat. “Alika?” suaraku tercekat. Dia mengangguk pelan. “Aku… mau bantu. Tapi aku takut.” Aku langsung berlari ke arahnya, memeluk tubuh ringkih itu dengan hati-hati. “Tenang, kamu aman di sini. Kita nggak akan biarkan mereka menyentuh kamu lagi.” Tiara menutup pintu cepat, menguncinya dua kali. Dimas muncul dari kamar dengan ekspresi kaget. “Gimana dia bisa sampai sini?” Alika menunjuk ponselnya. “Ada sopir ojek online yang bawa aku. Kata kakak Rara, ini tempat paling aman buat aku sekaran

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status