Home / Romansa / SETELAH AKU HANCUR AKU MEMILIH HIDUP DAN MENCINTAI LAGI / Bab 50 - Mengubur Luka dengan Mata Terbuka

Share

Bab 50 - Mengubur Luka dengan Mata Terbuka

Author: Pandandut
last update Last Updated: 2025-07-20 22:34:18

Langit mendung menyelimuti Jakarta sore itu. Awan menggantung berat, seolah menahan hujan yang tak kunjung jatuh. Di pelataran sunyi sebuah rumah tahanan negara, sebuah mobil hitam berhenti. Mesin dimatikan, namun detak jantung di dalamnya masih nyaring.

Dimas duduk di kursi pengemudi. Di sebelahnya, Nadia diam menatap lurus ke depan. Wajahnya tenang, tapi matanya menyimpan badai.

Tangannya digenggam erat oleh Dimas. Bukan sekadar genggaman, tapi janji yang tak diucapkan: Kau tidak sendirian.

“Kamu yakin mau ketemu dia?” Dimas bertanya pelan, nadanya lembut tapi dalam, seolah kata-katanya disaring dari kekhawatiran.

Nadia menoleh sedikit, namun tidak sepenuhnya menatap. Matanya tetap mengarah ke kejauhan. “Aku nggak datang buat dia,” ucapnya lirih. “Aku datang buat diriku sendiri.”

Dimas mengangguk. Ia tahu, keputusan ini bukan sekadar keberanian ini adalah titik balik.

Langkah kaki mereka menggema di lorong panjang lembaga pemasyarakatan. Bau logam, cat tembok tua, dan udara lembap m
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • SETELAH AKU HANCUR AKU MEMILIH HIDUP DAN MENCINTAI LAGI   Bab 51 -Luka yang Tak Bisa Disembunyikan

    Langit siang itu terasa lebih muram dari biasanya, seakan menyerap semua perasaan yang tadi berkecamuk dalam ruangan sempit berjeruji besi itu. Aku melangkah keluar dari ruang kunjungan penjara dengan langkah berat. Udara terasa berbeda di luar lebih lapang, tapi juga lebih sunyi. Dimas menyusul di sampingku, diam-diam. Wajahnya tak banyak bicara, tapi aku tahu dia menahan sesuatu. Mungkin emosi. Mungkin amarah. Atau sekadar bingung harus memelukku atau membiarkanku diam. Kami berjalan sejajar, menyusuri koridor menuju pintu keluar. Tidak ada satu kata pun yang terlontar, tapi suara langkah kaki kami seakan bergema lebih keras dari biasanya. Aku akhirnya membuka suara. "Terima kasih sudah ikut masuk tadi..." suaraku lirih. Dimas mengangguk. "Aku nggak mau kamu sendirian." Aku berhenti di tangga luar gedung itu. Mataku masih terasa berat. Reza menangis. Reza meminta maaf. Reza menyebut-nyebut ibunya dan dosa-dosa masa lalunya. Tapi tak ada yang bisa menghapus kenyataan. Tak ada a

  • SETELAH AKU HANCUR AKU MEMILIH HIDUP DAN MENCINTAI LAGI   Bab 50 - Mengubur Luka dengan Mata Terbuka

    Langit mendung menyelimuti Jakarta sore itu. Awan menggantung berat, seolah menahan hujan yang tak kunjung jatuh. Di pelataran sunyi sebuah rumah tahanan negara, sebuah mobil hitam berhenti. Mesin dimatikan, namun detak jantung di dalamnya masih nyaring.Dimas duduk di kursi pengemudi. Di sebelahnya, Nadia diam menatap lurus ke depan. Wajahnya tenang, tapi matanya menyimpan badai.Tangannya digenggam erat oleh Dimas. Bukan sekadar genggaman, tapi janji yang tak diucapkan: Kau tidak sendirian.“Kamu yakin mau ketemu dia?” Dimas bertanya pelan, nadanya lembut tapi dalam, seolah kata-katanya disaring dari kekhawatiran.Nadia menoleh sedikit, namun tidak sepenuhnya menatap. Matanya tetap mengarah ke kejauhan. “Aku nggak datang buat dia,” ucapnya lirih. “Aku datang buat diriku sendiri.”Dimas mengangguk. Ia tahu, keputusan ini bukan sekadar keberanian ini adalah titik balik.Langkah kaki mereka menggema di lorong panjang lembaga pemasyarakatan. Bau logam, cat tembok tua, dan udara lembap m

  • SETELAH AKU HANCUR AKU MEMILIH HIDUP DAN MENCINTAI LAGI   Bab 49 - Luka Terbuka Lagi

    Pagi itu, tak satu pun dari kami benar-benar tidur. Telepon Dimas dan Ardi terus-menerus berdering sejak subuh. Grup W******p tim pendamping hukum tak berhenti menampilkan notifikasi. Beberapa pesan datang dari media, sisanya dari jaringan LSM yang ingin bergabung atau menawarkan dukungan. Namun yang paling mengejutkan: dua pengacara senior dari Jakarta secara sukarela menghubungi kami, mengatakan mereka siap ikut mendampingi kasus Alika pro bono. Dunia luar mulai bergerak. Tapi kami di sini… tetap terjebak di ruang yang sama ruang penuh kelelahan, trauma, dan pertanyaan yang belum terjawab. Alika duduk di depan jendela, masih dalam balutan jaket abu-abu longgar milik Dimas. Tangannya memeluk lutut, wajahnya menatap ke luar jendela apartemen seolah ingin melihat langit tapi tak sanggup menengadah. Matanya sembab, kelopak matanya bengkak, dan bibirnya pecah karena terlalu sering digigit untuk menahan tangis. Tapi tak satu pun dari kami menyuruhnya berhenti menangis. Karena kami tahu

  • SETELAH AKU HANCUR AKU MEMILIH HIDUP DAN MENCINTAI LAGI   Bab 48 – Ketika Kebenaran Memanggil

    Pagi berikutnya, udara Jakarta masih menyimpan sisa mendung. Tapi aku merasa sedikit lebih ringan. Mungkin karena teh hangat semalam, atau karena ciuman kecil di kening yang lebih menenangkan daripada semua obat tidur yang pernah aku coba. Aku baru saja menyelesaikan sarapan seadanya roti panggang dan telur setengah matang ketika bel apartemen berbunyi. Tiara yang membukakan pintu. Di baliknya, berdiri seorang perempuan muda berjaket denim dan ransel lusuh. Matanya cekung, wajahnya pucat. “Alika?” suaraku tercekat. Dia mengangguk pelan. “Aku… mau bantu. Tapi aku takut.” Aku langsung berlari ke arahnya, memeluk tubuh ringkih itu dengan hati-hati. “Tenang, kamu aman di sini. Kita nggak akan biarkan mereka menyentuh kamu lagi.” Tiara menutup pintu cepat, menguncinya dua kali. Dimas muncul dari kamar dengan ekspresi kaget. “Gimana dia bisa sampai sini?” Alika menunjuk ponselnya. “Ada sopir ojek online yang bawa aku. Kata kakak Rara, ini tempat paling aman buat aku sekaran

  • SETELAH AKU HANCUR AKU MEMILIH HIDUP DAN MENCINTAI LAGI   Bab 47 - Serangan Dari Segala Arah

    Pagi itu suasana apartemen terasa sedikit lebih ringan. Tiara duduk di meja makan dengan rambut masih kusut dan kaos yang entah milik siapa mungkin milik Dimas. Aku baru keluar dari kamar mandi ketika ponselku bergetar di meja. Pengacara LSM – Kak Rara. Aku mengangkat cepat. “Halo, Kak?" “Nad, kita ada masalah. Tadi malam akun medsos LSM kamu diretas. Mereka unggah foto-foto korban, bahkan alamat rumah Alika hampir bocor. Untung admin kita sigap hapus.” Darahku langsung terasa dingin. “Astaga. Mereka secepat itu menyerang?” “Dan bukan cuma itu. Salah satu media lokal merilis berita palsu dari orang suruhan keluarga Yusuf. Isinya, bilang kalau Alika itu cewek yang ‘suka main laki’, dan kasus ini hoaks. Ini dibuat untuk menjatuhkan nama baik keluarga.” Aku menggigit bibir bawahku. “Oke. Kak, kita ketemu hari ini ya? Aku nggak mau ini makin liar.” “Jam dua di kantor pengacara. Ajak Dimas dan Ardi. Kita siapin tanggapan hukum dan konferensi pers.” “Siap, Kak. Terima kas

  • SETELAH AKU HANCUR AKU MEMILIH HIDUP DAN MENCINTAI LAGI   Bab 46 - Teror

    Setelah makan malam itu, suasana di apartemen perlahan mereda. Tapi bukan berarti ketegangan benar-benar menghilang.Aku duduk di sudut balkon kecil apartemen Dimas, memandangi langit malam Jakarta yang buram. Lampu-lampu kota berkelap-kelip, tapi hatiku terasa sesak. Tiara sudah tidur lebih dulu di kamar tamu, Ardi masih di ruang tengah mengecek data kasus, dan Dimas… dia muncul membawa dua gelas cokelat panas.“Boleh aku duduk di sini?” tanyanya pelan.Aku menoleh dan mengangguk. “Silakan, Mas.”Dimas duduk di sebelahku. “Masih kepikiran?”“Aku cuma mikir… kita kayak lagi main film thriller. Geng rentenir, penganiayaan, penguntitan, dan apartemen persembunyian.”Dimas mengangkat alis. “Kamu tahu ini bukan main-main, kan?”Aku mengangguk. “Justru itu yang bikin aku ngeri. Kalau yang mereka kejar cuma aku dan Tiara, aku masih bisa tahan. Tapi kalau mereka mulai mengarah ke Alika… ke orangtuanya... ke sekolahnya…”“Kita nggak akan biarin itu terjadi,” potong Dimas cepat. “Aku sudah min

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status