Share

Bab 5

Penulis: Clarissa
Setelah tersadar kembali, Tiffany memungut ponselnya dengan panik. Dia mendongak menatap Garry, lalu bertanya, "Kak, rupanya kamu kerja di sini?"

Garry menyunggingkan senyuman manis. Dia mengelus kepala Tiffany dengan penuh kasih sayang sambil menegur, "Sebenarnya berapa usiamu? Kenapa ceroboh seperti anak kecil?"

"Dua puluh tahun," jawab Tiffany dengan mata berbinar-binar.

Garry memalingkan wajah dan terkekeh-kekeh, lalu bertanya, "Kenapa kamu datang ke rumah sakit?"

Tiffany menunjuk ruangan di belakang sambil membalas, "Temanku sedang mengobrol dengan kakak sepupunya."

Garry melirik jam dan berujar, "Sudah waktunya jam makan siang. Temanmu mungkin nggak akan keluar secepat itu. Kebetulan aku mau makan siang. Gimana kalau kutraktir?"

Tiffany berpikir sejenak, lalu mengetuk pintu untuk berpamitan dengan Julie, "Aku pergi sebentar."

Garry berjalan di depan dengan wajah berseri-seri dan Tiffany mengikuti dari belakang. Sepertinya dari SMA 2, Tiffany sudah mengagumi pria ini.

Saat itu, penyakit nenek Tiffany tiba-tiba kambuh saat datang menjemputnya. Neneknya pun jatuh pingsan, lalu Garry buru-buru menghampiri untuk memberikan pertolongan pertama. Kemudian, Garry yang menggendong neneknya ke rumah sakit terdekat.

Dengan disinari sinar matahari yang terik, Garry yang berdiri di koridor rumah sakit memberi tahu Tiffany bahwa dirinya adalah mahasiswa kedokteran. Dia mengajari Tiffany banyak hal tentang perawatan neneknya.

Itu pertama kalinya Tiffany menyukai seorang pria. Rasa suka ini yang memotivasinya untuk belajar kedokteran. Dia ingin sekampus dengan Garry dan mengejarnya.

Namun, setelah keinginannya terwujud, Tiffany malah tidak punya keberanian untuk mencari Garry. Terakhir kali, mereka bertemu saat Tiffany SMA 3 dan Garry menyemangatinya untuk tidak menyerah.

Garry membawa Tiffany ke sebuah restoran kecil. Setelah melepaskan jas putihnya, Garry terlihat makin tampan. Dia mengambil menu, lalu bertanya, "Mau makan apa? Seingatku kamu sangat suka makanan manis?"

"Ya." Karena sudah lama tidak bertemu Garry, Tiffany merasa sangat gugup. Tiba-tiba, ponsel Tiffany berdering. Dia ditelepon oleh nomor tak dikenal. Tiffany meminta izin dari Garry sebelum menerima panggilan itu.

"Di mana?" Terdengar suara dingin seorang pria yang familier.

Tiffany mengernyit dan bertanya, "Siapa ini?"

"Sean!" jawab Sean.

"Kok kamu punya nomor teleponku?" tanya Tiffany dengan terkejut.

"Sepertinya kamu sangat terkejut? Pulang dan temani aku makan," ujar Sean dengan suara serak.

Tiffany langsung melirik Garry yang masih melihat menu. Kemudian, dia bertanya kepada Sean, "Apa kamu bisa tunggu sebentar?"

Tiffany sudah lama tidak bertemu kakak kelasnya ini. Garry bahkan berinisiatif mentraktirnya makan. Dia tidak mungkin langsung pergi, 'kan?

Sean terdiam sejenak sebelum berujar dengan tegas, "Sepuluh menit."

"Ya." Tiffany mengiakan.

"Pacarmu ya?" tanya Garry sambil tersenyum setelah Tiffany mengakhiri panggilan.

"Bukan, tapi suamiku." Tiffany menggaruk kepalanya dengan malu.

Senyuman Garry sontak membeku. Sesaat kemudian, dia tersenyum kembali dan bertanya, "Kamu nikah muda? Sudah berapa lama kalian menikah?"

"Kami baru menikah kemarin," timpal Tiffany.

Tebersit ejekan pada tatapan Garry. Dia berdeham sebelum berkata, "Kamu menikah, tapi aku malah nggak memberimu hadiah. Anggap saja traktiran ini hadiah untukmu."

Kemudian, Garry langsung memanggil pelayan untuk memesan makanan. Tiffany menghentikan, "Nggak usah lagi. Aku minum air saja. Suamiku menyuruhku pulang untuk menemaninya makan."

Ekspresi Garry seketika menjadi masam. Sesaat kemudian, dia menghela napas dan bertanya, "Sudah berapa lama kalian bersama?"

Sudah berapa lama? Tiffany berpikir sejenak. Sepertinya baru 1 hari 2 jam? Namun, Tiffany tidak mungkin memberi jawaban seperti ini. Dia pun berbohong, "Dua bulan lebih."

Garry terkekeh-kekeh dan bertanya lagi, "Baru 2 bulan lebih? Kalian jatuh cinta pada pandangan pertama?"

Tiffany memegang gelas air dengan canggung sambil mengiakan. "Ya, kamu benar."

Ketika terkena sentuhan air hangat, Tiffany sontak teringat pada ciuman semalam. Bibir Sean tampak tipis dan datar, tetapi sentuhan bibirnya sangat lembut dan panas ....

Seketika, wajah Tiffany memerah. Garry mengira Tiffany tersipu karena membahas tentang pria yang dicintainya. Itu sebabnya, wajahnya menjadi makin murung.

"Tiff!" Ketika keduanya terdiam, Julie tiba-tiba mendorong pintu dan berseru, "Sopir suamimu sudah menunggu di luar. Kamu masih mau mengobrol?"

Tiffany memeriksa jam. Ternyata 10 menit telah berlalu sejak panggilan teleponnya dengan Sean. Tiffany pun bangkit, lalu berkata dengan nada menyesal, "Kak, nanti kita cari waktu untuk mengobrol lagi ya."

Garry mengangguk dan berujar, "Ya, hati-hati di jalan."

Garry duduk di samping jendela. Dia menyaksikan Julie menggandeng tangan Tiffany. Keduanya berjalan ke BMW hitam yang terparkir di pinggir jalan.

Garry tersenyum getir melihatnya. Sepertinya Tiffany sangat gembira dengan kehidupannya ini.

....

"Tiff, ini obat dari kakak sepupuku. Obat ini untuk mata suamimu," ucap Julie. Begitu masuk ke mobil, dia langsung memasukkan beberapa botol obat ke tas Tiffany.

Kemudian, Julie meneruskan, "Orang cacat pasti merasa rendah diri. Kalau kamu bilang ini obat mata, dia nggak mungkin mau makan. Kamu bilang saja ini vitamin. Aku sudah menyobek semua instruksi dan label. Dosis dan jam makannya sudah kutulis di catatan."

"Terima kasih." Tiffany masih merasa gusar karena tidak sempat mengobrol banyak dengan Garry. Makanya, dia tidak mencari tahu lebih lanjut.

Genta menurunkan Julie di gerbang universitas, lalu mengantar Tiffany pulang. Di vila kosong yang sunyi senyap, tampak Sean duduk sendirian di meja makan. Penampilannya tampak misterius.

Setelah tiba, Tiffany langsung mencuci tangan dan menghampiri. Dia duduk, lalu menatap makanan mewah di meja dan bertanya, "Ada tamu yang bakal datang?"

"Nggak, cuma kita berdua," timpal Sean dengan nada datar.

Tiffany berucap, "Nggak mungkin bisa habis."

"Benar, aku sengaja menyuruh pelayan masak lebih banyak," ujar Sean dengan santai.

"Kenapa begitu?" tanya Tiffany.

Tangan Sean membeku sesaat, lalu dia terkekeh-kekeh dan menyahut, "Untuk berjaga-jaga. Takutnya orang-orang akan mengira aku memperlakukan istriku dengan buruk, sampai-sampai dia makan bersama pria lain di restoran. Padahal, ini baru hari kedua pernikahan kita."

Tiffany tidak bisa berkata-kata. Pada akhirnya, dia bertanya, "Ja ... jadi, kamu tahu aku di restoran?"

"Sepertinya yang aku katakan memang benar," gumam Sean sambil menyantap makanan dengan ekspresi datar.

Apakah pria ini mengiranya bodoh? Mana mungkin Tiffany tidak memahami maksud ucapannya? Tiffany paling membenci orang yang bertele-tele begini!

Setelah menarik napas dalam-dalam, Tiffany berkata, "Bukannya aku nggak suka makanan di rumah atau nggak ingin pulang makan. Kami cuma kebetulan bertemu di rumah sakit."

"Ngapain kamu ke rumah sakit?" tanya Sean sambil mengangkat alis.

Tiffany bangkit, lalu mencari sesuatu di tasnya dan meletakkan beberapa botol obat pemberian Julie di atas meja. Dia membalas, "Kesehatanmu kurang baik. Aku beli vitamin untukmu."
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (3)
goodnovel comment avatar
Naa Sa
cemburu Sean ......
goodnovel comment avatar
Fenty Izzi
ada yang cemburu rupanya.........
goodnovel comment avatar
Sri Umayah
sangat menarik
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Dimanja Suami Pembawa Sial   Bab 882

    Untung saja Tiffany memang seperti itu. Kalau saja dia secantik dan seanggun rekan di sebelahnya, Yuna mungkin tidak akan punya rasa percaya diri untuk merebut Sean!Yuna menahan senyuman dan terus menghadapi Athena dengan anggun. "Tentu saja aku nggak punya hak untuk mencampuri urusan rumah tangga kalian. Aku cuma sesama wanita, ingin memberi sedikit saran padamu.""Sekarang Sean memang cuma punya kamu di hatinya, jadi semua yang kamu lakukan tampak wajar. Tapi kalau suatu hari Sean bertemu wanita yang lebih baik, sikapmu yang sekarang hanya akan membuat dia merasa jijik."Setelah mengatakan itu, Yuna bahkan menoleh dan melemparkan kedipan genit ke arah Sean. "Pak Sean, aku benar, 'kan?"Namun, Sean sejak tadi hanya fokus pada pergelangan kaki Tiffany yang memerah karena terkilir. Dia bahkan tidak mendengarkan satu kata pun dari Yuna.Begitu menyadari Yuna memanggilnya, dia hanya mengerutkan kening sebentar, lalu berjalan cepat ke arah Tiffany dan menggenggam pergelangan kakinya. "Kok

  • Dimanja Suami Pembawa Sial   Bab 881

    Yuna menarik napas dalam-dalam, lalu melangkah mendekati Athena dan Tiffany dengan anggun. "Nyonya Tanuwijaya, sudah lama aku mendengar namamu."Athena menggigit bibirnya, refleks menggenggam lengan Tiffany erat. "Tiffany, orang ini punya niat jahat."Tiffany tersenyum. Dia bahkan pernah menghadapi orang setangguh Cathy, jadi wanita di depan ini jelas tidak akan membuatnya gentar. Namun, wanita ini datang bersama Sean. Berarti dia Yuna?Tatapan Tiffany menelusuri tubuh wanita itu dari atas sampai bawah. Tampangnya jelas tampang anak orang kaya yang hidup enak sejak kecil, persis dengan Jayla dulu. Bahkan, sorot mata meremehkannya pun tak ada bedanya. Apakah itu sifat bawaan para putri keluarga kaya?Tiffany menekan bibir, hendak berbicara, tetapi Yuna sudah lebih dulu melangkah cepat ke arah Athena dan menatapnya sambil tersenyum."Nyonya Tanuwijaya sungguh berhati mulia. Lebih memilih menemani rekan yang kakinya terkilir ke rumah sakit daripada menemui suaminya sendiri."Yuna memang p

  • Dimanja Suami Pembawa Sial   Bab 880

    [ Terserah kamu mau bilang apa, yang jelas aku memang suka hal-hal yang menantang! ][ Hmm, memang semua anggota keluarga kita sama. ][ Maksudmu apa? ][ Nggak ada maksud apa-apa. Kamu rebut Sean dari istrinya. Aku akan berusaha supaya Tiffany panggil kamu kakak."Yuna termangu untuk sesaat.[ Benji, kamu serius? Kamu suka sama Tiffany si bodoh itu? ][ Iya. ][ Kamu sakit jiwa! ]Yuna menggenggam ponselnya erat-erat, hampir meledak.[ Waktu kamu SMA di Kota Maheswari, kamu sendiri lihat dia sebodoh apa, 'kan? ][ Menurutku dia baik, jangan hina dia. ][ Kamu ini pasti keracunan. ][ Terserah kamu bilang apa. Kalau kamu bersikap baik padanya, kita bisa bekerja sama. Tapi kalau nggak, aku nggak akan peduli sama kamu. ]Yuna tidak bisa merespons. Meskipun kata-kata Benji kurang enak didengar, Yuna tidak bisa tidak merasa gentar.Adiknya itu memang terkenal licik, cerdas, dan kejam. Kalau mereka berdua bisa bekerja sama, merebut Sean tentu akan jauh lebih mudah.Memikirkan hal itu, Yuna

  • Dimanja Suami Pembawa Sial   Bab 879

    "Nggak sering terjadi."Sean menoleh dan tersenyum ringan pada Yuna. "Mungkin karena Bu Yuna belum pernah pacaran, jadi nggak ngerti keromantisan antara suami dan istri."Tatapan pria itu pada Yuna penuh dengan ejekan. "Kadang-kadang bermain petak umpet juga bisa menjadi bumbu dalam kehidupan pernikahan. Kalau kamu nggak ngerti, itu bukan salahmu."Setelah berkata demikian, pria itu membalikkan tubuhnya dengan elegan. "Karena istriku nggak di sini, aku permisi dulu."Melihat sosok tinggi itu hendak pergi, Yuna mengepalkan tangan dan buru-buru mengejarnya. "Pak Sean, bukankah kamu sendiri yang bilang ingin membawaku bertemu istrimu? Sekarang istrimu meninggalkanmu begitu saja, kamu juga mau meninggalkanku?"Langkah kaki Sean terhenti. Dia menoleh sedikit dan memandang Yuna. "Oh ya, maaf sudah lalai."Saat berikutnya, dia mengeluarkan ponsel dan menelepon Sofyan. "Kirimkan satu mobil ke lembaga penelitian, antar Bu Yuna ke tempat tujuannya."Yuna menggigit bibirnya. "Sean! Kamu tahu buka

  • Dimanja Suami Pembawa Sial   Bab 878

    Setelah Tiffany pergi, pengacara itu masih bersandar di tiang di samping, memandang Risyad dengan tatapan seperti melihat orang bodoh. "Sebenarnya siapa sih Tiffany itu? Sampai-sampai kamu bisa mendadak berbalik arah dan menjadikan gadis itu sebagai kambing hitam?"Risyad membalikkan mata dan menatap pengacara itu dengan ekspresi serupa. "Kalau kalian mau jebak orang, kalian nggak cari tahu dulu identitasnya?""Aku pikir waktu kamu bilang Bu Yuna makan malam sama Pak Sean, artinya kalian sudah berhasil menaklukkannya! Hampir saja aku celaka gara-gara kalian!"Risyad menarik napas panjang. Hanya dengan mengingat kejadian tadi, dia sudah merinding. Dia benar-benar bodoh karena mengira mereka berhasil memisahkan Sean dan Tiffany. Makanya, dia berani memfitnah Tiffany sedemikian rupa di hadapannya.Namun, kenyataannya ....Saat Risyad dan pengacara itu masih berbincang, pintu ruangan diketuk. Yang berdiri di depan pintu adalah Sean dalam balutan setelan hitam, bersama seorang wanita bergau

  • Dimanja Suami Pembawa Sial   Bab 877

    Athena langsung gemetar karena siraman teh panas oleh Risyad. Tubuhnya goyah hingga nyaris jatuh ke belakang.Tiffany menahan tubuhnya dengan sigap. "Athena, kamu nggak apa-apa?"Athena terlalu kesakitan hingga sulit berbicara. Butuh waktu yang cukup lama sebelum akhirnya dia berhasil mengucapkan dua kata dengan terbata-bata, "Sakit ... sekali ...."Melihat gadis yang gemuk dan polos ini kesakitan sampai seperti itu, amarah dalam diri Tiffany pun langsung meledak.Namun, Risyad yang berada di belakang mereka masih terus menyudutkan Athena. "Tiffany, jangan sampai kamu tertipu olehnya!""Semua bukti palsu ini adalah hasil tekanan dari Athena! Nggak ada orang yang lebih tahu dari aku kalau kamu nggak pernah melakukan plagiarisme! Ini semua ulah Athena!""Dia bersekongkol dengan Yuna, menyuapku dengan uang dan memanfaatkan masalah keluargaku untuk memaksaku bekerja sama dengan mereka!"Athena menggigit bibir. Wajahnya sudah pucat karena menahan sakit, tetapi dia tetap memandang Tiffany de

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status