Share

Bab 4

Penulis: Clarissa
Suara Sean terdengar sangat dingin, seolah-olah ingin membekukan seluruh ruang makan. Saat berikutnya, buk! Prisa berlutut di lantai dan berujar dengan mata merah, "A ... aku nggak seharusnya bicara begitu dengan Nyonya ...."

Sean memang terlihat baik. Namun, jika dia marah, tidak ada yang bisa menanggung amarahnya.

Prisa meneruskan, "Tapi, aku nggak berniat jahat! Aku cuma nggak ingin Nyonya masak karena takut dia lelah ...."

Sean tersenyum sambil menghadap Prisa dan bertanya, "Makanya, kamu sengaja merusak suasana hati istri baru yang masak untuk suaminya?"

Suasana di ruang makan menjadi hening untuk sesaat. Perkataan Sean ini bukan hanya mengejutkan Rika dan Prisa, tetapi Tiffany juga memelotot terkejut. Sean sedang membelanya?

Prisa ketakutan hingga gemetaran. Dia menyahut, "A ... aku nggak bermaksud begitu .... Aku nggak membuang masakan Nyonya. Aku dan Rika memakannya ...."

Senyuman Sean menjadi makin dingin. Dia mengejek, "Sepertinya kamu lebih mirip majikan di sini daripada aku."

Buk! Rika yang tidak kuat lagi akhirnya berlutut juga. Sementara itu, Prisa segera merangkak ke kaki Tiffany dan memohon, "Nyonya, tolong bantu aku .... Kamu baru datang kemari. Aku khawatir pelayanan kami kurang memuaskan, makanya menyuruhmu jangan masak ...."

Dengan usia Prisa, wanita ini pantas menjadi ibu Tiffany. Lantas, bagaimana mungkin Tiffany tidak kewalahan saat Prisa memohon bantuannya?

Tiffany berkata dengan kaku, "Sa ... Sayang, Bibi Prisa nggak berniat jahat. Kalau kamu ingin makan masakanku, biar kumasak lagi untukmu."

Usai berbicara, Tiffany berdiri dan hendak pergi ke dapur. Ketika melewati Sean, Sean sontak meraih tangannya dan menariknya duduk di pangkuannya.

Aroma tubuh pria yang khas membuat wajah Tiffany memerah. Sean merangkul pinggang Tiffany sambil bertanya dengan suara rendah, "Tadi kamu panggil aku apa?"

"Sayang ...," jawab Tiffany dengan wajah yang makin merah.

"Sarapan apa yang kamu siapkan pagi tadi?" tanya Sean.

"Panekuk, bubur, daging, telur ...," sahut Tiffany.

Melihat wajah yang tersipu itu, Sean tiba-tiba mengecup kening Tiffany dan bertanya, "Besok kamu masak untukku lagi ya?"

"Kalau begitu, sarapan hari ini ...." Tiffany menggigit bibirnya dengan gugup.

"Makan saja yang ada. Kamu sudah mau terlambat," balas Sean sambil melepaskan Tiffany.

Tiffany baru tersadar dan segera memeriksa jam. Sudah mau pukul 8 pagi, dia akan terlambat! Dia harus menghadiri kelas pada pukul 8.30 pagi!

Setelah makan beberapa suap, Tiffany langsung berlari ke atas untuk mengganti pakaian dan mengambil tas. Ketika dia turun, Prisa sudah tak terlihat dan tersisa Rika yang masih berlutut. Sementara itu, Sean masih meminum susu dengan santai.

Mungkin karena mendengar suara langkah kaki Tiffany, Sean tiba-tiba berkata, "Aku sudah mengatur sopir untukmu. Cepat pulang kalau kelasmu sudah selesai."

"Terima kasih," ujar Tiffany dengan wajah memerah.

....

"Tuan, aku sudah memberi tahu Bibi Prisa semua sesuai instruksimu. Dia seharusnya akan melapor dengan jujur," ucap Rika setelah melihat Tiffany pergi.

"Berdirilah." Sean bersandar dengan culas, lalu berkata, "Ada satu hal yang aku nggak ngerti. Kamu dan Bibi Prisa sama-sama diutus oleh Kakek. Kenapa Bibi Prisa bisa disuap oleh paman keduaku, tapi kamu nggak?"

Begitu mendengarnya, wajah Rika sontak memucat. Dia berlutut lagi di lantai. Sean meneruskan, "Jangan-jangan karena kamu sudah disuap oleh orang lain duluan?"

Sean menyeka bibirnya dengan elegan dan berkata, "Untuk sementara waktu ini, aku nggak bakal melakukan apa pun padamu. Kakek mengutusmu untuk mengawasiku, jadi kamu laporkan apa yang terjadi hari ini. Demi melindungi Tiffany, aku mengusir Bibi Prisa."

"Baik." Rika segera mengiakan.

....

"Terima kasih, Paman." Di dekat Universitas Aven, Tiffany yang memanggul tas buru-buru membuka pintu mobil dan berlari ke kampusnya.

Sinar matahari pagi menyinari rambutnya yang dikuncir. Wanita itu tampak bersemangat. Sesudah sosok Tiffany menghilang, sopir menelepon seseorang. "Tuan, Nyonya menyuruhku menghentikan mobil agak jauh dari kampus."

"Apa yang dia katakan?" tanya Sean dengan suara rendah.

"Katanya mobil kita terlalu mewah. Dia nggak ingin ada yang tahu dirinya menikah dengan orang kaya ...," sahut sopir itu.

"Ya sudah, turuti saja keinginannya," ujar Sean.

Masih ada 3 menit sebelum pelajaran dimulai. Tiffany tiba di kelasnya dengan napas terengah-engah. Julie menatapnya dengan terkejut dan bertanya, "Kok kamu datang hari ini?"

Tiffany menyeka keringatnya dan berkata, "Untung aku nggak terlambat."

Tiffany masih memakai kaos dan celana jeans yang warnanya sudah putar setelah dipakai bertahun-tahun. Dia menguncir rambutnya dan tidak merias wajahnya sedikit pun. Penampilannya ini tidak seperti wanita yang sudah menikah.

Setelah duduk, Tiffany mengeluarkan buku-bukunya sambil berujar, "Seharusnya Guru akan menyelesaikan penjelasan teori hari ini."

Julie tampak keheranan. Seingatnya, suami buta Tiffany sudah berusia 26 tahun dan tidak pernah menyentuh wanita. Pria semacam itu seharusnya seperti serigala kelaparan!

Namun, kenapa tidak terlihat bekas apa pun di leher Tiffany? Suara Tiffany juga tidak serak? Masa Tiffany tidak kesakitan semalam? Wanita ini bahkan duduk dan merapikan buku-bukunya dengan tenang?

Julie merasa cemas. Apa mungkin suami Tiffany bukan hanya buta dan sakit-sakitan, tetapi juga impoten? Sekalipun Tiffany berada di atas, mereka tetap tidak bisa berhubungan intim? Bagaimana nasib Tiffany kalau begini?

Julie merasa tidak tega. Dia tidak ingin sahabatnya ini merasa kesepian. Jadi, dia mengirim pesan kepada kakak sepupunya yang bekerja di departemen andrologi.

[ Apa ada obat yang bisa membuat kemaluan pria berdiri? ]

Kakak sepupunya membalas dengan cepat.

[ Jelaskan situasinya dulu. Cuma bisa tegang sebentar atau sama sekali nggak bisa tegang? ]

Julie melirik Tiffany. Tiffany sedang menyimak penjelasan guru. Wanita ini tidak mungkin bersedia menjawab pertanyaan semacam ini. Jadi, Julie sembarangan menyimpulkan.

[ Dua-duanya. Bantu aku siapkan obat. Aku ambil setelah pulang kuliah. ]

Setelah pelajaran berakhir, Julie berpura-pura sakit perut dan memaksa Tiffany menemaninya ke rumah sakit tempat kakak sepupunya bekerja.

Karena Tiffany senggang dan tidak tega melihat sahabatnya kesakitan, dia pun memutuskan untuk menemaninya.

Setibanya di sana, Julie dan kakak sepupunya tiba-tiba membahas tentang urusan rumah tangga. Tiffany merasa tidak enak hati mendengarnya, jadi pergi ke koridor untuk membaca novel. Dia sedang tergila-gila pada sebuah novel yang mengisahkan tokoh utama pria dan wanita yang saling menyiksa sebelum akhirnya hidup bahagia.

"Tiffany?" Ketika Tiffany hendak membaca adegan ranjang novel, tiba-tiba terdengar suara seorang pria.

Karena membaca adegan panas seperti itu di tempat umum, Tiffany sontak terkejut. Ponselnya pun terjatuh ke lantai. Kemudian, sebuah tangan besar membantunya memungut ponselnya.

"Terima ka ...." Tiffany hendak berterima kasih dengan wajah tersipu. Namun, ketika melihat wajah pria itu, dia seketika termangu.

Ternyata itu adalah Garry. Pria tampan berjas putih ini adalah kakak kelas yang disukai oleh Tiffany waktu SMA.

Plak! Ponsel kembali terjatuh.
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (4)
goodnovel comment avatar
Sue Qester
best reading
goodnovel comment avatar
Naa Sa
lama kelamaan Sean akan saya sm si tiffani
goodnovel comment avatar
Fenty Izzi
panggilan sayang...awas g bisa tidur loh
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Dimanja Suami Pembawa Sial   Bab 845

    "Aku ngerti." Sean menutup telepon dengan tenang."Ada apa?" Tiffany yang sedang memegang kartu kamar untuk membuka pintu, mengerutkan alis dan menoleh ke arah Sean. Wajahnya penuh kelelahan, tetapi tetap menatap Sean dengan penuh perhatian.Pria itu menekan bibirnya pelan, lalu mengangkat tangan dan memeluk bahu Tiffany. "Nggak apa-apa. Michael kembali membuat keributan di rumah sakit."Dia memeluk Tiffany sambil membawanya masuk ke kamar, lalu mengambil tas selempang dari bahunya dan membaringkannya di atas ranjang. Setelah mencium kening Tiffany, dia berujar, "Aku yang akan menyelesaikannya. Kamu sudah terlalu capek, istirahatlah dengan baik."Tiffany menggigit bibir, menatap Sean dengan cemas. "Kamu yakin bisa sendiri?"Usai mengatakan itu, dia hendak bangkit dari tempat tidur untuk ikut pergi bersama Sean. Namun, Sean menahannya di kasur. "Tenang saja. Michael nggak akan bisa berbuat apa-apa padaku. Tunggu aku pulang ya."Tatapan Sean yang tegas membuat Tiffany menghela napas panj

  • Dimanja Suami Pembawa Sial   Bab 844

    Tiffany memang jatuh cinta pada pandangan pertama kepada Sean. Namun, kalau bukan karena perjanjian di masa lalu antara pamannya dan Darmawan, mungkin dia tidak akan pernah punya hubungan apa-apa dengan Sean."Bukan sekadar lumayan, memang lebih baik dari ibumu." Hamish berucap dengan terus terang, "Ibumu mencintai ayahmu seumur hidupnya.""Tapi, ayahmu nggak bisa melindunginya, membuatnya harus menanggung semua penderitaan itu. Kemudian, dia bahkan nggak bisa menang dari ibumu, nggak bisa menemukan jejaknya, dan bahkan nggak menyadari kalau yang selama ini diam-diam membantunya adalah ibumu.""Sedangkan pria yang bersamamu sekarang, lebih pantas disebut sebagai pria sejati dibandingkan ayahmu. Tadi dia bilang nggak percaya kalau orang lain yang merawatmu dan hanya dia yang bisa menjagamu dengan baik. Dari sana, aku sudah tahu dia memang pria sejati!"Tiffany makin merasa malu saat mendengar pujian Hamish. "Paman Hamish, jangan terlalu memuji dia. Nanti jadi besar kepala."Hamish terta

  • Dimanja Suami Pembawa Sial   Bab 843

    "Ternyata begitu ...." Hamish menarik napas dalam-dalam, lalu menatap Tiffany dengan tatapan sedikit memohon. "Foto ini ... bisa kamu berikan padaku? Bagaimanapun ... aku pernah mengaguminya."Hamish menatap Tiffany, sama sekali tidak menyembunyikan emosinya. Orangnya sudah tiada, menyembunyikan perasaan pun sudah tak ada gunanya.Lebih baik membuka hati dan mengatakan dengan jujur. Mungkin saja, dia masih bisa menyimpan foto ini sebagai kenang-kenangan.Tiffany tertegun sejenak. Dia benar-benar tak menyangka semuanya akan berkembang ke arah ini.Awalnya, dia hanya ingin menunjukkan foto itu untuk membuktikan hubungannya dengan Niken. Siapa sangka, ternyata Hamish juga termasuk salah satu pria yang dulu menyukai ibunya?Meskipun merasa berat karena ini adalah satu-satunya foto terakhir bersama ibunya, kini hanya dengan menjalin hubungan baik dengan Hamish, dia bisa menyelesaikan krisis yang dia dan Sean hadapi.Jadi, Tiffany menarik napas dalam-dalam, lalu menatap Hamish dengan agak ra

  • Dimanja Suami Pembawa Sial   Bab 842

    Di antara semua cerita Niken tentang Kota Zimbab, ada seseorang yang bernama Hamish. Tiffany masih ingat jelas bagaimana senyuman Niken yang berbaring di ranjang rumah sakit sambil menggenggam tangannya.Niken mulai bercerita, "Kalau bicara soal Hamish ini, ceritanya benar-benar dramatis. Hanya beberapa orang saja yang tahu dulu aku sebenarnya pernah menyelamatkan bos besar gangster yang sekarang sangat terkenal dan berkuasa di Kota Zimbab ini, Paman Hamish. Saat itu dia dikejar orang sampai tergeletak di samping tempat sampah dengan tubuh penuh darah, aku yang membawanya pulang.""Aku yang menyelamatkan setengah nyawanya. Kalau bukan karena aku tiba-tiba merasa iba, dia nggak mungkin bisa kembali ke gengnya dan menjadi Paman Hamish yang dihormati banyak orang. Orangnya sangat menarik. Meskipun sudah menerima uang untuk tugasnya, dia punya prinsipnya sendiri.""Tiffany, kalau kelak kamu atau Sean ada masalah besar di Kota Zimbab, kalian boleh cari Paman Hamish. Karena dia berutang besa

  • Dimanja Suami Pembawa Sial   Bab 841

    Setelah menghantam wajah pria yang berdiri di depannya dengan keras, Sean berbalik dan menarik Tiffany ke dalam pelukannya. Setelah melindungi Tiffany sepenuhnya di lengannya, dia menatap pria paruh baya bertubuh kurus yang duduk di kursi iru dengan dingin. "Kalau kamu mau bilang, aku tentu saja mau mendengarnya."Melihat Tiffany yang dilindungi Sean dengan erat, pria paruh baya itu tersenyum dengan perasaan agak kagum. "Bagus, kamu memang pria sejati. Aku sudah bekerja di bidang ini sangat lama. Aku sudah melihat banyak pasangan yang meninggalkan pasangannya saat menghadapi bahaya besar dan banyak pria juga yang mengkhianati wanitanya saat situasinya genting.""Tapi, kamu malah masih bisa melindungi wanitamu dengan begitu baik di saat seperti ini, kelihatan jelas kamu ini memang pria sejati."Setelah mengatakan itu, pria paruh baya itu tersenyum. "Karena kita semua ini pria sejati, aku juga nggak akan bertele-tele lagi. Penyewa kami bilang pilihannya hanya dua, berikan wanitamu pada k

  • Dimanja Suami Pembawa Sial   Bab 840

    Setelah mengatakan itu, Sean langsung melepaskan jaketnya dan melemparkannya pada Tiffany. "Pakai ini."Pandangan Tiffany langsung gelap karena tertutup jaket itu. Begitu kepalanya keluar dari dalam jaket itu, Sean sudah mulai bertarung dengan orang-orang itu. Dia panik sampai tidak mengenakan jaket itu dengan benar dan langsung mengeluarkan ponselnya dengan tergesa-gesa untuk menelepon Chaplin.Namun, sebelum Tiffany sempat menelepon, pria mesum yang wajahnya sudah babak belur karena tadi dihajar Sean langsung merebut ponsel Tiffany. "Mau panggil bantuan ya? Gadis cantik, lihatlah, ada berapa banyak saudaraku?"Saat mengangkat kepalanya, Tiffany langsung kaget saat melihat tenda warung kaki lima itu sudah dikepung dari segala arah dengan rapat. Semua orang itu bahkan membawa senjata. Dia secara refleks mundur satu langkah, lalu menatap pria mesum itu. "Kalian ini ...."Kelihatan jelas, orang-orang ini datang dengan persiapan. Jika hanya iseng menggoda seorang wanita saat sedang makan

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status