Share

Menginap di Hotel

Penulis: Ufaira Putri
last update Terakhir Diperbarui: 2025-06-04 17:02:42

“Evan, sebaiknya kita pulang.”

 Kaki Nayla berjinjit menyetarakan tingginya dengan Evan, berbisik memberi isyarat untuk segera meninggalkan tempat itu. Dia merasa semakin tidak nyaman berada di tengah keluarga Evan yang penuh ketegangan, ditambah dengan ejekan yang diterimanya dari Serin dan Auliana.

Evan menoleh pada Nayla, kemudian mengangguk mengiyakan. Keduanya hendak melanjutkan langkah untuk pergi.

Namun, Auliana langsung mencegah mereka. “Evan, kamu tidak menolak pengajuan Kane untuk mendapatkan posisi tetap di perusahaan, kan?!”

Nayla mencoba angkat bicara. “Evan–”

Tapi Evan langsung mengkode untuk berhenti bicara. Tangan Evan terangkat, dengan raut wajahnya yang terlihat begitu dingin namun tegas.

Nayla menelan ludahnya, tak berani lagi untuk bicara.

“Aku sudah bilang, Bibi bisa tanyakan itu pada Kane.” Evan menyahut dingin.

“Ma, nanti aku jelaskan,” pungkas Kane.

Kane merasa kalau Evan tidak bisa dipaksa untuk bicara sekarang-sekarang ini. Membiarkan mereka pergi adalah pilihan yang tepat.

Evan dan Nayla akhirnya pergi meninggalkan kediaman Daviandra. Nayla menggandeng lengan Evan dengan lembut, meskipun masih ada rasa yang mengganjal di hatinya. Nayla merasa memang sudah sebaiknya mereka pulang lebih cepat.

“Kane, jawab ibu. Bagaimana hasil pembicaraan kalian di dalam?” tanya Auliana mendesak.

Setelah kepergian Evan dan Nayla, Auliana masih menuntut jawaban atas pertanyaannya dari Kane.

Kane melirik pada Serin, lalu kembali menatap ibunya dan berbicara dengan tenang.

“Kita bicarakan ini di dalam,” ajak Kane.

Sementara dalam perjalanan pulang, Nayla dan Evan tenggelam dalam pikiran masing-masing. Keduanya hampir tidak saling bicara sama lain. 

Sampai Evan akhirnya angkat suara untuk memecah keheningan.

“Maafkan mereka.”

“Hah?”

Nayla langsung menoleh pada Evan. Dia terkejut sejenak, tak mengerti maksud Evan.

Hingga akhirnya Nayla paham, kalau Evan sedang mengkhawatirkannya.

“Nggak apa-apa, aku sudah terbiasa diejek seperti itu,” jawab Nayla dengan nada acuh tak acuh.

Meski sebenarnya dia sangat tersinggung, karena sudah sering mendapat tekanan dan hinaan dari keluarganya sendiri. Hal itu membuatnya merasa tidak terlalu terganggu saat diejek oleh keluarga Evan.

“Sepertinya kamu sudah terbiasa menahan diri, ya?” tanya Evan.

Mendengar itu, Nayla balik bertanya. “Menahan diri untuk apa?”

Evan tidak menjawab. Dia kembali diam, meninggalkan banyak pertanyaan di dalam benak Nayla.

‘Tumben sekali dia perhatian seperti itu? Biasanya sikapnya selalu dingin.’

Saat Nayla tenggelam dalam rasa herannya pada Evan, tiba-tiba Evan memerintahkan Tommy yang duduk di kursi depan mobil. Dan perintah itu membuat mata Nayla membelalak kaget saat mendengarnya.

“Tommy, carikan hotel di sekitar sini.”

Nayla langsung memprotes, “Loh, bukannya kita langsung pulang?”

Evan hanya diam sejenak, memastikan bahwa Tommy sudah menjalankan perintahnya. 

Tommy menoleh ke belakang. "Saya akan segera pesan hotel, Tuan.” 

Evan mengangguk pelan sambil menghela napas berat, tanpa merespons protes Nayla. 

Karena tak mendapat respon dari Evan, Nayla mulai gelisah memikirkan malam pertama mereka yang gagal. 

‘Apa Evan berencana melakukannya di hotel?’ batinnya, kemudian melanjutkan kembali.

'Ya Tuhan! Bagaimana ini? Aku bahkan tidak membawa baju ganti untuk malam ini.’

Dalam diam, Nayla berusaha mengambil inisiatif tentang mempersiapkan diri agar malamnya di hotel bersama Evan akan berhasil. Nayla mendekatkan wajahnya ke Evan, menutup mulutnya, dan berbisik pada suaminya.

“Evan, apa kamu mau aku bersiap untuk malam ini?” 

Evan, yang mendengar bisikan Nayla, menelan ludahnya. Wajah dan daun telinganya memerah, entah karena malu atau marah. 

“Kenapa? Kamu masih kesal karena semalam tidak jadi?” 

Kali ini suara Evan cukup keras sehingga terdengar oleh Tommy dan sopir yang duduk di kursi depan. 

Mendengar itu, Nayla langsung melihat ke depan, memastikan kalau kedua orang di depan mereka tak memahami perkataan Evan. Padahal, Nayla sudah memberi isyarat agar cukup berbisik saat membahas masalah ranjang mereka.

“Evan, pelankan suaramu. Aku malu!” bisik Nayla dengan polosnya. 

Wajahnya langsung memerah karena rasa malu sekaligus kesal. Namun, Evan hanya memberikan senyuman tipis yang penuh arti tanpa merespon lebih lanjut. 

Nayla merengut kesal. Dia berpikir, berbicara dengan Evan yang begitu irit bicara.

“Aku seperti bicara dengan tembok!” keluh Nayla dengan kesal. 

Mendengar keluhan itu, alis Evan berkerut, menahan rasa geli yang muncul di telinganya. Ada rasa gemas sekaligus ingin tertawa mendengar dirinya disamakan dengan tembok. 

Evan tersenyum tipis, sengaja menggoda Nayla. 

“Jadi Nyonya Daviandra ini, ceritanya sedang merajuk, ya?”

Nayla kali ini memilih untuk tidak menjawab lagi. Dia ingin menunjukkan bahwa dia pun bisa bersikap seperti Evan. Dia memalingkan ke samping, menatap pemandangan jalanan dari balik kaca mobil.

Evan, menyadari kekesalan Nayla, hanya bisa mengukir senyum tipis. Kemudian, dia meminta Tommy untuk mengubah pesanan kamar hotel.

“Tommy, pesan paket kamar pengantin baru untuk hotelnya.”

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Dimanja Suami Pura-pura Buta   Bab. 11

    “Adelia?!”Nayla terkejut saat menoleh ke arah suara sinis itu, yang ternyata berasal dari saudara tirinya, Adelia.“Bu Adelia?”Bahkan, sekretaris yang sebelumnya bersikap tidak sopan kepada Nayla, langsung menyambut hormat pada Adelia.Adelia menarik garis senyum tipis. Dengan langkah anggun dan gaya formal yang justru terkesan sensual dan menggoda, dia mendekati Nayla dan Evan. Adelia langsung menatap Evan dengan tatapan memperhatikan. Lalu dia bergumam dengan nada yang lembut.“Oh, ternyata ini suamimu, Tuan Evan Daviandra?” Nayla melirik ke arah Evan, berusaha menahan kesal karena tatapan Adelia jelas sengaja menggoda suaminya.Meskipun Adelia tahu tentang Evan, tapi dia tidak sempat bertemu dengannya sebelumnya. Bahkan, di acara pernikahan Nayla dan Evan yang diatur begitu singkat, dia sama sekali tidak hadir di acara pernikahan itu karena sedang berlibur ke luar negeri.Belum sempat Nayla memberikan respon, Adelia kembali berkomentar sambil tersenyum sinis. “Kalau saja kamu

  • Dimanja Suami Pura-pura Buta   Rasa Heran & Curiga

    “Iya, sayang!”Nayla menekankan kata 'sayang' dengan serius, menunjukkan kesungguhannya dalam memanggil Evan dengan panggilan itu. Hening sejenak terdengar dari balik telepon, sebelum akhirnya Evan kembali bersuara. “Waktumu hanya satu jam. Aku akan sampai dalam satu jam.”“Hah?!”Nayla terkejut mendengar itu. Dia sama sekali tidak menyangka urusan Evan akan selesai secepat itu.“Kalau begitu, aku akan bersiap-siap dulu! Dah ....”Nayla segera menutup telepon. Dia langsung mempersiapkan diri sebelum Evan tiba di rumah. Baru saja selesai bersiap, tiba-tiba Rasti mengetuk pintu dan masuk ke kamar. “Nyonya, Tuan Evan sudah menunggu di mobil.”Mendengar itu, Nayla menjerit panik. “Astaga! Cepat sekali dia datang!”Rasti langsung berinisiatif untuk membantu Nayla dengan merekomendasikan tas pilihannya. Dia menyodorkan tas merah terang yang kontras dengan warna outfit Nayla.“Ini tasnya, Nyonya.”Melihat tas itu, kening Nayla refleks mengkerut keheranan dengan tas yang dipilihkan Rasti

  • Dimanja Suami Pura-pura Buta   Memanggil Sayang

    “Jangan bilang, kalau kamu juga menyelidiki tentang Adelia?!”Suara Nayla seketika meninggi penuh keterkejutan.“Besok aku akan menemanimu.”Evan membalas tanpa mau menjawab pertanyaan Nayla. Dia merasa kalau istrinya itu terlalu lugu dan bodoh. Padahal dia sudah menjelaskan sebelumnya kalau Evan sudah memastikan latar belakang calon Nayla.Nayla tersenyum mendengar perkataan Evan, seketika rasa terkejutnya menghilang. Dia berharap, besok tidak hanya berkunjung ke kantor ayahnya, tapi juga bisa sekaligus singgah ke rumah orang tuanya. Evan dan Nayla akhirnya berbaring untuk tidur. Kali ini, Evan tidak membelakangi Nayla. Tangan kekarnya meraih pinggang ramping Nayla, merapatkan tubuh mereka untuk saling berpelukan. Meskipun terasa canggung, Nayla membalas pelukan Evan, dan mereka melewati sisa malam itu dalam pelukan hangat satu sama lain.Keesokan harinya, Nayla membantu Evan bersiap untuk pulang ke rumah.“Tommy sudah menunggu kita di lobby,” kata Nayla sambil merapikan dasi di leh

  • Dimanja Suami Pura-pura Buta   Malam Panas Bersama

    “Ini sakit sekali!”Nayla merintih, menahan sakit di bawah tubuh kekar Evan. Setelah Evan mencapai puncak kepuasannya, dia menggulingkan tubuhnya ke sisi kiri Nayla sambil menghela napas panjang.Evan lalu bertanya sambil mengatur napasnya yang masih terengah-engah.“Apa kamu mau langsung mandi?”Nayla menoleh ke samping, menatap Evan dengan sudut matanya yang berair, lalu mengangguk.“Apa kamu juga mau mandi, Evan?”Evan menggeleng pelan. “Kamu saja.”Dia lalu berbaring miring membelakangi Nayla.Nayla terdiam menatap punggung lebar Evan, dengan selimut yang menutupi setengah badan mereka.“Kalau begitu aku mandi dulu,” kata Nayla.Dia bangkit dari tempat tidurnya.“Aaah .…”Nayla menjerit pelan saat menapakkan kaki di lantai, rasa nyeri menusuk bagian bawah tubuhnya. Mendengar itu, Evan mengernyit penuh perhatian, lalu berbalik menghadap Nayla.“Kamu kenapa?” tanya Evan dengan nada heran.“Ti-tidak, aku tidak apa-apa, Evan.”Nayla mengelak, berusaha menyembunyikan sakit yang dirasa

  • Dimanja Suami Pura-pura Buta   Memandikan Suami

    “Paket kamar pengantin?!”Suara Nayla terdengar tinggi, penuh kejutan mendengar Evan yang tiba-tiba meminta kamar hotel dengan paket kamar pengantin baru. Evan hanya merespon dengan senyum tipis. Nayla merasakan debaran yang sangat kencang di dadanya, wajahnya memerah karena rasa malu. Dia mulai berpikir, kalau Evan mungkin sudah siap untuk melanjutkan malam pertama mereka yang sempat tertunda.Sesampainya di hotel, Nayla dan Evan memasuki kamar pengantin yang telah dipesan. Kamar itu dihiasi dengan berbagai bunga dan lilin yang menambah kesan romantis. “Evan, mau mandi dulu? Aku bantu, ya?” tanya Nayla dengan nada lembut. Evan menghela napas panjang dan mengangguk, menerima tawaran Nayla.“Nanti Tommy akan membawa pakaian untuk kita.”Evan berpesan sambil menyerahkan tongkat penuntunnya pada Nayla. “Iya, nanti aku akan siapkan pakaianmu,” jawab Nayla.Nayla membantu Evan duduk di tepi tempat tidur. Sebelum membantu Evan lebih lanjut, Nayla membenahi dirinya sendiri dengan melepask

  • Dimanja Suami Pura-pura Buta   Menginap di Hotel

    “Evan, sebaiknya kita pulang.” Kaki Nayla berjinjit menyetarakan tingginya dengan Evan, berbisik memberi isyarat untuk segera meninggalkan tempat itu. Dia merasa semakin tidak nyaman berada di tengah keluarga Evan yang penuh ketegangan, ditambah dengan ejekan yang diterimanya dari Serin dan Auliana.Evan menoleh pada Nayla, kemudian mengangguk mengiyakan. Keduanya hendak melanjutkan langkah untuk pergi.Namun, Auliana langsung mencegah mereka. “Evan, kamu tidak menolak pengajuan Kane untuk mendapatkan posisi tetap di perusahaan, kan?!”Nayla mencoba angkat bicara. “Evan–”Tapi Evan langsung mengkode untuk berhenti bicara. Tangan Evan terangkat, dengan raut wajahnya yang terlihat begitu dingin namun tegas.Nayla menelan ludahnya, tak berani lagi untuk bicara.“Aku sudah bilang, Bibi bisa tanyakan itu pada Kane.” Evan menyahut dingin.“Ma, nanti aku jelaskan,” pungkas Kane.Kane merasa kalau Evan tidak bisa dipaksa untuk bicara sekarang-sekarang ini. Membiarkan mereka pergi adalah pilih

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status