Share

Bab. 7

Author: Ufaira Putri
last update Last Updated: 2025-06-04 17:05:33

“Paket kamar pengantin?!”

Suara Nayla terdengar tinggi, penuh kejutan mendengar Evan yang tiba-tiba meminta kamar hotel dengan paket kamar pengantin baru. Evan hanya merespon dengan senyum tipis.

Nayla merasakan debaran yang sangat kencang di dadanya, wajahnya memerah karena rasa malu. Dia mulai berpikir, kalau Evan mungkin sudah siap untuk melanjutkan malam pertama mereka yang sempat tertunda.

Sesampainya di hotel, Nayla dan Evan memasuki kamar pengantin yang telah dipesan. Kamar itu dihiasi dengan berbagai bunga dan lilin yang menambah kesan romantis.

“Evan, mau mandi dulu? Aku bantu, ya?” tanya Nayla dengan nada lembut.

Evan menghela napas panjang dan mengangguk, menerima tawaran Nayla.

“Nanti Tommy akan membawa pakaian untuk kita.”

Evan berpesan sambil menyerahkan tongkat penuntunnya pada Nayla.

“Iya, nanti aku akan siapkan pakaianmu,” jawab Nayla.

Nayla membantu Evan duduk di tepi tempat tidur. Sebelum membantu Evan lebih lanjut, Nayla membenahi dirinya sendiri dengan melepaskan pakaian dan mengenakan bathrobe di depan Evan.

Nayla langsung mengajak dengan semangat.

“Ayo!”

Nayla bersiap membantu Evan melepaskan jasnya. Lalu membantunya berjalan menuju kamar mandi untuk mandi sambil melanjutkan dengan nada tegas.

“Kali ini tidak ada alasan, Evan. Aku janji, tidak akan ada kesalahan lagi.”

“Terakhir kali, kamu justru menyentuh tempat yang tidak seharusnya,” sahut Evan dengan nada sinis.

Nayla tercekat, teringat insiden yang membuat Evan marah dan mengusirnya dari kamar mandi. Dan dia langsung melontarkan bantahan dengan gugup.

“Itu ... itu karena aku belum tahu.”

Evan tersenyum sinis sambil melangkah maju.

Begitu mereka berada di kamar mandi, Nayla segera melepaskan pakaian Evan dan membantunya duduk di dalam bathtub.

“Kamu nggak mau ikut masuk juga?”

Meski datar, pertanyaan itu membuat wajah Nayla tersipu malu.

“Maksudmu?” balas Nayla dengan ragu-ragu.

Dia sebenarnya sudah paham maksud Evan, tapi bertanya kembali tak ada salahnya untuk memastikan.

“Mandi bersama lebih efisien, bisa menghemat waktu,” jawab Evan santai.

Nayla terdiam sejenak, mencerna ucapan suaminya. Setelah itu, dia mengangguk pelan dan melepaskan handuk bajunya. Kini hanya menyisakan pakaian dalamnya saja. Karena Nayla berpikir, kalau dia tidak perlu lagi malu-malu di depan suaminya yang buta.

“Kita juga bisa melakukannya disini, kalau kamu mau.”

Evan dengan sengaja menggoda. Jakunnya terlihat bergerak saat dia menelan ludah.

Nayla terkejut, lalu memprotes. “Apa? Masa di kamar mandi, Evan?!”

Meskipun Nayla ingin memenuhi kewajibannya pada Evan setelah mereka menikah, ide melakukannya di kamar mandi tidak pernah terlintas dalam pikirannya.

Evan hanya merespon dengan senyuman licik tanpa berkata apa-apa lagi. Nayla sempat mendengus kesal, namun akhirnya dia juga masuk ke dalam bathtub dan mulai menggosok tubuh Evan dengan lembut.

“Evan, apa yang kamu bicarakan dengan Paman Alex dan Kane tadi?”

Nayla lanjut bertanya sambil tangannya terus bergerak menggosok tubuh Evan.

“Kenapa kamu tanya? Kamu ngerti apa tentang bisnis?”

Evan menjawab dengan acuh tak acuh.

Gerakan tangan Nayla langsung berhenti sejenak. Mendengar kata-kata Evan, perasaan rendah dirinya kembali muncul.

Seolah-olah Evan menyadari perasaan Nayla, dia melanjutkan untuk meralat kembali ucapannya.

“Kamu lulusan bisnis. Mendapat gelar S2 di usia yang relatif muda dan juga sebagai lulusan terbaik. Itu menunjukkan kalau kamu pasti tahu banyak tentang bisnis.”

Nayla terkejut mendengar penuturan Evan. Dia tidak menyangka kalau Evan tahu banyak tentang dirinya. Dengan nada penasaran Nayla langsung bertanya.

“Evan, darimana kamu tahu? Apa kamu selama ini diam-diam mencari informasi tentangku?”

“Kamu kira, aku tidak akan memastikan latar belakang calon istriku?”

Evan membalas dengan nada dingin, sambil mengarahkan tangan Nayla ke bagian tubuhnya yang perlu digosok.

Nayla melanjutkan menggosok tubuh Evan, sambil tertunduk, merenungkan bagaimana dia tidak pernah mendapatkan kesempatan oleh ayahnya untuk ikut mengurus perusahaan keluarga, meskipun dia adalah lulusan terbaik di jurusan bisnis.

“Kamu yakin sudah siap?”

Evan bertanya setelah mereka selesai mandi untuk memastikan kesiapan Nayla. Kini mereka berdua di atas ranjang.

Nayla menjawab dengan yakin. “Aku siap, Evan. Siap menjalankan kewajibanku sebagai istrimu.”

Evan tersenyum tipis, lalu merangkul pinggang Nayla dan mengangkatnya ke pangkuannya. Tangan Evan bergerak lembut meraba wajah Nayla, kemudian meraih tengkuknya untuk mendekatkan wajah mereka berdua. Sebuah ciuman lembut mendarat di bibir Nayla, membuat jantungnya berdebar kencang.

Akhirnya, dia merasakan ciuman dari suaminya.

Begitu mereka berhenti berciuman, Evan berkata, “Aku laki-laki. Biar aku yang memulai lebih dulu.”

Nayla membalas dengan anggukan pelan.

Evan semakin intens dalam melakukannya, membuat Nayla merasakan setiap sentuhan lembut dari tangan suaminya. Tiba-tiba, Nayla menjerit dengan Ekspresi muka Nayla mencerminkan campuran rasa terkejut dan sedikit kesakitan.

“Evan! Pelan-pelan!”

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Dimanja Suami Pura-pura Buta   Bab. 130

    “Aku benar-benar takut, Evan. Sungguh, aku takut.”Nayla terisak di dalam pelukan suaminya. Tak kuasa menahan rasa takut kehilangan ibunya.“Sudah sayang, kamu yang tenang, ya. Semuanya pasti bakalan baik-baik aja, kok,” bujuk Evan.Nayla mengangguk mengiyakan. Dia semakin membenamkan wajahnya di dada Evan.Sesampainya mereka di rumah. Nayla langsung melangkah masuk begitu saja, meninggalkan Evan di belakangnya. “Bu, tolong, Evan masih di belakang. Kamu samperin dia, ya,” pinta Nayla pada Rasti.Rasti mengangguk. “Baik, Nyonya.”Sementara Rasti segera menghampiri Evan. Nayla melanjutkan langkahnya menuju ke kamarnya. Dia menghela napas panjang, begitu membuka pintu.“Ya Tuhan … bagaimana ini? Bagaimana kalau Ibu tidak segera mendapatkan donor ginjal?” gumam Nayla, masih terbebani pikirannya mengenai Nasyila.Nayla melangkah masuk, menuju ke tempat tidur. Helaan napasnya berat, dadanya terasa sesak, dan pikirannya begitu kalut, ditambah tubuhnya yang terasa sangat lelah.Begitu sampai

  • Dimanja Suami Pura-pura Buta   Bab. 129

    “Untuk saat ini, donor ginjal tidak tersedia di rumah sakit ini.Dokter itu menjawab sambil memasang raut wajah menyesal.Nayla menatap dokter dengan tatapan nanar.“Lalu, bagaimana Dok? Apa yang harus saya lakukan?” tanya Nayla penuh desakan.Dokter itu menunduk sejenak, tampak berpikir keras.“Kami akan berusaha mencari donor ginjal secepatnya. Tapi, terus terang, Nyonya Nayla, waktu kita sangat terbatas. Kondisi ibu Anda bisa memburuk kapan saja,” balas sang Dokter.Nayla menggigit bibirnya, berusaha menahan air mata yang kembali mendesak keluar. “Apa tidak ada cara lain, Dok? Apa tidak ada rumah sakit lain yang memiliki donor ginjal?” tanya Nayla kembali.“Kami sudah menghubungi beberapa rumah sakit besar di negara kita, tapi hasilnya nihil. Semua rumah sakit juga sedang kekurangan donor ginjal,” jawab dokter dengan nada menyesal.Nayla terduduk lemas di kursi tunggu. Dunianya terasa runtuh seketika. Ibunya membutuhkan transplantasi ginjal secepatnya, tapi rumah sakit tidak memi

  • Dimanja Suami Pura-pura Buta   Bab. 128

    “Maaf, Bu. Ibu nunggu lama, ya?”Nayla masuk ke dalam mobil, menatap Nasyila dengan khawatir. Disusul, Evan juga masuk ke dalam. Kali ini, Evan duduk di kursi depan, samping Tommy yang menyetir mobil mereka.“Nggak apa-apa, Nay. Ibu senang, kok, karena akhirnya Ibu bisa pergi,” balas Nasyila dengan lembut.Nayla menghela napas lega, kemudian menyunggingkan senyuman kaku. “Syukurlah, untung Evan datang.” Nayla menoleh ke depan, melihat suaminya yang duduk di kursi depan mobil, selalu kembali tersenyum.“Lain kali, jangan datang ke sini sendirian, ya, sayang,” peringat Evan dengan nada dingin. “Aku khawatir, kamu tidak bisa menangani mereka sendirian.”Nayla menghela napas panjang, kemudian tertunduk lesu.“Maafin aku, Evan. Pikiranku terlalu kacau, aku tidak berpikir sampai kesana,” keluh Nayla dengan nada sedih.Evan menghela napas berat. Dia mengerti, kenapa istrinya bisa memiliki pikiran yang cukup kotor. ‘Pasti kamu masalah di hotel,’ pikir Evan.“Maaf, aku sudah membebanimu den

  • Dimanja Suami Pura-pura Buta   Bab. 127

    “Kamu berani mengancam ayah mertuamu sendiri, Evan?!”Marissa langsung ikut angkat bicara dengan nada tinggi. Tatapannya tajam, menatap Evan tanpa rasa takut. Evan tersenyum sinis. Semakin lama, dia semakin paham bagaimana karakter masing-masing dari anggota keluarga istrinya. “Kalau memang itu diperlukan. Apa boleh buat?” sahut Evan dengan entengnya. Ghavin mendengus kesal. Mencoba mengontrol emosinya. Karena dia tahu, menantunya Evan tidak akan mudah ditundukkan seperti putrinya, Nayla. Dia harus menghadapinya dengan hati-hati. “Bukan begitu maksud Papa, Evan. Tapi, kamu juga kan seorang suami. Harusnya kamu tahu kan posisi Papa?” Ghavin mencoba menjelaskan dengan tenang dan lembut. “Bagaimana perasaan kamu, tiba-tiba istrimu sendiri dibawa tanpa seizinmu?”Evan tertunduk sesaat sambil tersenyum sinis. Dia merasa kalau perkataan ayah mertuanya itu sama sekali tidak masuk akal. Karena, sama sekali tidak mencerminkan tindakannya sendiri. “Enteng sekali Anda berbicara seperti itu,

  • Dimanja Suami Pura-pura Buta   Bab. 126

    “Tidak bisa! Kamu nggak bisa pergi dari sini. Aku tidak akan mengizinkanmu, Nasyila!”Ghavin melotot tajam. Menentang keras rencana Evan dan Nayla membawa Nasyila tinggal di rumah mereka.Nayla maju selangkah lebih dekat kepada ayahnya. Wajahnya terangkat, seolah menantang sama ayah dengan penuh keberanian. “Kenapa, Pa? Kenapa Papa nggak mau kalau aku ajak Ibu untuk tinggal di rumah kami?” tanya Nayla dengan nada menantang. Ghavin mendengus kesal. Tatapan tajamnya kini berarah kepada Nayla. “Nggak! Pokoknya Papa nggak bakal mengizinkan kalian membawa Ibu kalian pergi dari sini!” pungkas Ghavin menegaskan.Mendengar itu, Evan terdiam namun tatapannya menusuk tajam ke arah ayah mertuanya. Auranya terasa mencekam, sekaligus dingin, namun penuh otoritas. “Anda mengizinkan atau tidak, kami tetap akan membawa Ibu pergi dari sini!” Evan pun ikut mengambil keputusan dengan tegas. Membuat Ghavin tercengang menatapnya.“Kenapa? Anda keberatan, Tuan Ghavin?” Lanjut Evan bertanya dengan penu

  • Dimanja Suami Pura-pura Buta   Bab. 125

    “Kalian mau kemana?”Adelia dan Marissa seketika menghadang Nayla, dan Evan yang keluar bersama dengan Nasyila.“Mau dibawa kemana, dia?” tanya Adelia kembali mendesak.Nayla yang berdiri tegap, menelan ludahnya sambil melayangkan tatapan tajam kearah mereka berdua.“Aku mau bawa Ibu ke rumah sakit. Lalu, Ibu bakalan tinggal bareng kami.” Sejenak, Nayla melirik pada Nasyila. Lalu balik lagi menatap Adelia dan Marissa dengan tatapan tajam. “Kalau kalian mencoba menghalangiku. Aku pastikan, akhirnya nggak akan baik untuk kalian berdua,” lanjut Nayla mengancam.Adelia tertawa sinis, lalu melipatkan kedua tangannya di dada. Mengangkat wajahnya dengan angkuh. Bibirnya menyunggingkan senyum dingin yang menusuk, dengan tangannya yang menunjuk tajam ke arah Nasyila.“Oh, jadi kamu mau bawa beban itu keluar dari rumah ini?” tanya Adelia dengan merendahkan, penuh sindiran terselubung. Nayla yang berdiri tak jauh dari situ, dadanya naik-turun menahan amarah, mendengus keras. Tatapannya membar

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status