Home / Lainnya / Dimanja Sang Penguasa / 3. Anak-Anak Jalanan

Share

3. Anak-Anak Jalanan

Author: Cheezyweeze
last update Last Updated: 2025-01-14 00:27:46

Tujuh tahun kehilangan penglihatan membuat Agni hidup dalam kegelapan, akan tetapi dia tidak merasakan frustrasi dalam menjalani hidup yang keras.

Agni adalah wanita yang hebat, dia selalu tersenyum walaupun semua orang tahu derita yang dia alami sangat menyakitkan. Dia hanya mengandalkan tongkat dan insting pendengaran serta penciuman. Walaupun hidup sendiri, tapi banyak orang yang peduli padanya. Sebut saja Reynar.

Reynar juga membantu mengembangkan bakat Agni dalam bermain biola, gitar, bernyanyi, hingga pernah memenangkan kontes biola. Reynar jugalah yang membayar lunas biaya sewa rumah tinggal Agni. Sedangkan Agni tidak tahu apa alasan Reynar membayar lunas sewa rumahnya. Yang jelas bagi Agni, Reynar sangat berjasa dalam hidup Agni.

Sedangkan Nyonya Leikha, ibunda Reynar juga tidak protes ataupun keberatan. Wanita paruh baya itu juga selalu mendukung Agni. Dia termasuk wanita tua yang cerewet menasehati untuk tetap bertahan hidup di tengah keras dan kejamnya dunia ini. Meskipun hidup Agni gelap dan berat, dia bersyukur dikelilingi orang-orang yang sayang dan peduli padanya.

Seperti siang itu Agni berniat menngunjungi sebuah tempat di dekat gang kumuh. Dia mengunjungi tempat itu dua kali dalam seminggu untuk mengajari anak-anak jalanan ilmu pasti, baca tulis, dan ilmu pengetahuan. 

"Selamat siang anak-anak ...."

"Kak Agni sudah datang." Sambut anak-anak yang sangat antusias. Mereka pun membantu Agni untuk duduk.

Anak-anak yang berjumlah kurang lebih tiga puluhan itu berbaris rapi dan sangat antusias di depan Agni untuk diraba wajah mereka sekaligus tanda bahwa mereka tidak absen hari itu. Saat meraba mereka Agni sedikit mengerutkan keningnya karena merasa ada keanehan pada wajah anak-anak jalanan. Tidak semuanya, walau hanya beberapa saja, tapi Agni sangat peka.

Di tempat duduk masing-masing ada beberapa anak yang berbisik-bisik. "Semoga Kak Agni tidak menyadarinya. Jika sampai Kak Agni menyadarinya, kita bisa kena marah."

"Jawab jujur. Tadi di antara kalian ada yang luka dan ada yang badannya sedikit panas. Apa ada yang mengganggu kalian?" cerca Agni dengan wajah sedikit khawatir. Semua anak-anak diam. Mereka tidak ada yang berani untuk berbicara. "Baiklah. Jika tidak ada yang ingin bercerita dengan jujur, maka dari itu kakak tidak akan datang kemari lagi untuk selamanya," ancam Agni.

Dan semua anak-anak protes. Mereka berteriak dan memohon pada Agni untuk tidak meninggalkan mereka semua, karena mereka masih sangat membutuhkan figur seorang ibu yang mereka dapat dari Agni.

"Du-dua hari kemarin ada kelompok preman yang datang dan memukuli kami tanpa sebab. Mereka juga merampas uang hasil dari kami mengamen dan beberapa dagangan kami juga diambil dengan paksa. Kami tidak mampu melawan karena jumlah mereka sangat banyak."

"Hah? Kelompok preman siapa?" tanya Agni.

"Kelompok preman dari seberang sana," jelas seorang anak dengan nada lirih.

"Hei ... kenapa kau memberitahu hal ini pada Kak Agni. Apa kau ingin kita semua dipukuli lagi?"

Telinga Agni sangat peka. Walaupun mereka berbicara pelan. "Siapa yang berani memukul kalian?"

"Sudah Kak Agni, jangan diteruskan lagi. Lebih baik kita belajar saja. Kak Agni tidak perlu peduli pada kami. Hal ini wajar jika terjadi pada kami sebagai anak jalanan dan sudah biasa," jelas salah seorang anak dengan nada bergetar menahan tangis.

Agni bisa merasakan situasi yang mereka hadapi. Mereka berusaha tegar meskipun mereka rapuh, mereka berusaha berani meskipun mereka sebenarnya takut. Agni pun tak kuasa menahan tangis. Ada perasaan takut  juga pada dirinya karena tempat kumuh yang Agni datangi termasuk dalam wilayah mereka dan dia berharap hari itu juga tidak akan terjadi apa-apa pada mereka semua. 

"Aku yakin suatu saat kalian semua akan menjadi orang sukses walaupun kalian semua bernasib kurang beruntung. Kerasnya hidup ini, jadikanlah motivasi untuk berjuang agar sukses di masa depan." Agni memberi nasihat pada mereka semua. 

"Kak Agni, kami tidak berharap menjadi orang sukses. Yang kami harapkan untuk saat ini adalah tidak kelaparan dan bisa bertahan hidup. Bahkan sebagian dari kami ada yang tidak sanggup bertahan hidup dan akhirnya meninggal. Kami tidak ingin punya mimpi yang terlalu tinggi. Sebagai anak-anak yang tidak diinginkan oleh orang tua kami atau lebih tepatnya adalah anak yang dibuang dan tidak dibutuhkan, mimpi untuk menjadi orang sukses sudah terkubur lama."

"Hei, kalian tidak boleh berbicara seperti itu. Kalian tidak sendirian. Aku pun tidak punya siapa-siapa. Aku juga  hidup sendirian, tapi aku mencoba bertahan hidup dan berjalan ke depan. Karena hidup untuk masa depan bukan untuk masa lalu, bukankah begitu?"

Semua anak terdiam untuk sesaat. Mereka merenungi kalimat yang baru saja diucapkan oleh Agni. Semua anak-anak jalanan itu memiliki nasib yang berbeda-beda. Ada yang dibuang oleh kedua orang tuanya, ada yang anak broken home, ada yang kabur dari rumah dan memilih untuk menggelandang karena menurutnya bebas tanpa kekangan. Baik Agni dan ketiga puluh anak jalanan memiliki nasib yang sama. Hidup sendiri tanpa keluarga yang mengharuskan mereka harus bekerja keras untuk bertahan hidup.

Tak terasa hari itu sesi pertemuan yang seharusnya untuk belajar justru dipakai untuk saling curhat.

"Sepertinya hari sudah mulai malam. Aku harus pulang." Agni meraba mencari tongkatnya.

Klontang!!

Bunyi sebuah kaleng kosong yang mengenai sebuah batu. Agni merasakan kehadiran seseorang. Hidungnya mulai merasakan bau alkohol dan rokok yang sangat menyengat menusuk hidung. Agni mengernyitkan dahi saat tahu jika dia dan anak-anak jalanan dalam bahaya. Itulah kenapa feeling Agni sangat kuat.

Rasa takut yang dia rasakan tadi dan inilah ketakutan yang sebenarnya. Anak-anak terlihat takut dan merapatkan semua tubuh mereka.

"Akhirnya aku bisa bertemu denganmu, cantik." Pria bertato dengan mata merah dan pakaian lusuh mendekati Agni, "Begitu sulit untuk mendekatimu, tapi hari ini justru kau datang ke kandang macan," lanjutnya.

"Berhenti! Jangan sakiti Kak Agni!" teriak anak-anak jalanan itu.

"Diam kalian semua!" bentaknya dengan nada tinggi melengking.

"Tolong, kecilkan suara kalian dan jangan ganggu anak-anak yang tidak bersalah itu. Cara kalian tidak baik mengganggu anak-anak yang lemah dan menjadi pecundang dengan mengganggu wanita buta sepertiku ini." Agni dengan tatapan kosong masih mencoba untuk tenang.

"Ha ha ha ... memang kenapa? Aku mengganggu mereka karena aku menjadikan mereka sebagai umpan agar aku bisa bertemu denganmu di sini, karena aku sudah lama mengincarmu. Bukankah bagus kau berada di sini sekarang dan aku tidak susah payah mencarimu. Kali ini aku tidak akan melepaskanmu." Pria itu dengan sigap memegangi kedua pipi Agni hendak mencium paksa, tetapi Agni mencegahnya dengan menahan dengan kedua tangannya. Air mata Agni tidak bisa ditahan lagi, wanita itu benar-benar ketakutan.

Anak-anak jalanan itu melempari pria bertato dengan batu atau benda sejenisnya yang mereka temukan di sana. Aksi itu membuat si pria bertato murka. "Tunggu apa lagi. Kalian cepat bunuh anak-anak jalanan yang berani menggangguku!" teriaknya pada keempat anak buahnya.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Dimanja Sang Penguasa   41. Kecolongan

    Keduanya pria tampan itu tidak percaya dengan apa yang mereka lihat dalam rekaman CCTV itu."Hentikan! Tolong perbesar!" perintah Cakra. Perawat itu menekan tanda stop dan memperbesar.Gambar memang terlihat pecah dan terlihat tidak begitu jelas. Namun, mereka sudah bisa memastikannya."Kau yakin?""Aku tidak begitu yakin, tapi ini sungguh  nyata,""Bagaimana jika kita memeriksanya?"Keduanya bergegas menuju kamar autopsi, akan tetapi kamar itu terkunci. Cakra mencoba membukanya dengan menggerakkan gagang pintu.Perlahan pintu terbuka dan beberapa perawat wanita keluar dari sana. Saat Cakra hendak masuk, salah seorang perawat melarangnya."Maaf, tuan. Di dalam sedang ada proses autopsi. Apakah anda keluarga dari korban?" Tanpa basa-basi Cakra mengeluarkan kartu tanda pengenalnya, begitu pula dengan Reynar. Perawat itu pun tidak berkomentar.Saat Cakra masuk ke dalam, dia tidak menemukan jasad

  • Dimanja Sang Penguasa   40. Saudara Kembar

    Kematian Bhanu menyisakan duka bagi orang-orang terdekatnya. Kematian yang cukup tragis itu membuat salah seorang dari keluarga Bhanu menyimpan dendam yang teramat sangat. Bahkan dia bersumpah akan mencari si pelaku pembunuhan Sang Kakak dan dia akan membunuhnya dengan tangannya sendiri. Tidak banyak orang yang tahu jika Bhanu mempunyai saudara kembar. Bhani Putranto adalah adik kembar dari Bhanu. Saat mendengarkan berita kematian itu, tentu saja menjadi pukulan terberat untuk Bhani. Walaupun bisa dibilang Bhani tidak begitu akrab dengan Bhanu, tapi yang namanya Saudara kandung tetap saja merasakan kesedihan. Hari itu juga pria bermata sipit dan mempunyai bibir yang tebal telah mempersiapkan segalanya untuk perjalanannya ke ibukota. Semuanya dia siapkan dengan matang. Tidak lupa, dia pun mengajak beberapa anak buah kepercayaannya. Sedangkan tempat lain di waktu yang sama seorang wanita yang seharian dia tidak keluar sama sekali dari tempat persembunyiannya. Wanita itu duduk di p

  • Dimanja Sang Penguasa   39. Berita Kematian Bhanu

    Cakra hanya menebak saja, tapi dia belum bisa memastikan, karena bukti tidak jelas. Pria itu masih mengecek beberapa foto. Mengangkat tangannya dan mengelus-elus dagunya."Bangunan itu ada CCTV-nya atau tidak?" Dalam otak Cakra justru dia malah ingin kembali ke gedung itu untuk memeriksa keadaan.Padahal dia sendiri yang membuat pertemuan mereka di gedung itu. Namun, dia tidak mengira jika kejadiannya akan melenceng dari rencananya.Saat Cakra sedang fokus, tiba-tiba ponselnya berdering. Lantas pria itu menjawab panggilan tersebut.Ketika menerima panggilan itu, kepalanya tampak manggut-manggut tanda dia sedang mendengarkan sesuatu dari seberang sana."Baiklah. Aku akan segera ke sana." Cakra langsung menutup teleponnya.Tanpa pikir panjang, Cakra langsung pergi ke sana. Tentunya jika dalam hal yang satu itu, Cakra tidak akan pernah melewatkannya.Setibanya di rumah sakit, Cakra langsung masuk ke sebuah ruangan yang di sana terbaring mayat Bhanu.Ya, mayat Bhanu belum dikuburkan secar

  • Dimanja Sang Penguasa   38. Sakit Hati Reynar

    Cakra duduk sambil menyandarkan kepalanya pada dinding. Sedangkan kedua kakinya terangkat lurus sambil menyilang di atas meja. "Berapa lama lagi dia akan sampai?" gerutu Cakra. Beberapa menit setelah itu, terdengar suara mobil yang berhenti di depan. "Aku rasa dia sudah sampai," sambungnya.Reynar melangkah menghampiri Cakra yang sedang duduk menyandar. Cakra menatap Reynar yang terlihat pucat. Pria itu bangkit dan menarik napas.Saat Cakra berdiri, justru Reynar yang duduk. Cakra berdecak, "Kau sungguh terlihat sangat frustrasi. Apakah kau benar-benar sedang patah hati?" sindirnya."Jangan mengajakku ribut. Aku sedang tidak mood untuk bertengkar. Hari ini aku benar-benar ingin beristirahat," keluh Reynar."Lalu untuk apa kau ke sini?"Reynar langsung melotot pada Cakra. Mungkin dia sedang berpikir, pria macam apa yang sedang berdiri di depannya itu."Oke ... oke, tenang. Aku tahu kau mungkin sedang banyak pikiran. Apa kau ingin minum secangkir kopi?" tawar Cakra.Sejujurnya Reynar

  • Dimanja Sang Penguasa   37. Penyesalan Yosua

    Sementara pihak polisi termasuk Reynar dan Cakra sedang mengevakuasi jasad Bhanu, sedangkan Yosua yang membawa Agni ke rumah sakit. Agni masih di bawah pengaruh obat tidur, dia baru bangun setelah 2 jam kejadian mengerikan tadi berlangsung. Matanya terbuka perlahan, Dia terlihat bingung mendengar suara perawat yang lalu lalang di sekitar sana. "Agni, kau sudah bangun?" Yosua tersenyum saat melihat wanitanya sadar. Pria itu langsung menggenggam erat tangan Agni, akan tetapi dilepas begitu saja. "Kau membawaku ke sini?" "Iya," Agni pun membuka selimut yang membalut tubuhnya, akan tetapi dia baru sadar jika ada selang infus di tangannya. "Agni, aku akan menyerahkan diri kepada polisi atas kejadian di masa silam," ujar Yosua lirih. Obrolan pembukaan itu membuat Agni terdiam seketika dengan pandangan mata yang kosong. "Aku sudah sadar itu sudah lama, akan tetapi aku memilih diam karena takut kehilanganmu. Aku benar-benar seorang pecundang," lanjutnya sambil menunduk menunjukkan rasa p

  • Dimanja Sang Penguasa   36. Bhanu Telah Tewas

    Agni ternyata diculik oleh Anya untuk dibawa pada Bhanu. Dua orang itu memang punya dendam tersendiri pada Agni, padahal dia adalah wanita tunanetra. Rupanya Bhanu dendam karena Agni pernah melukai matanya. Sedangkan Anya dendam karena faktor cemburu. Sungguh ironis."Rupanya rasa cintamu pada si bodoh itu membuatmu menjadi seorang psikopat," cicit Bhanu."Aku yakin, kau bahkan lebih sadis dariku," bantah Anya sambil tersenyum.Sebelum mengeksekusi Agni, keduanya pun sempat melakukan hubungan badan singkat selama 15 menit di ruangan tempat Agni di sekap. Keduanya pun terlihat menikmatinya hubungan intim itu, sebelum berpesta untuk menyiksa lalu membunuh korbannya. Sementara sepanjang berhubungan intim, Bhanu tidak bisa mengalihkan pandangannya dari wajah Agni yang terlihat sangat cantik di bawah cahaya lampu. Hal itu sungguh membuat Anya terlihat kesal dan jengkel.Rupanya meskipun dendam, Bhanu masih memiliki hasrat untuk memiliki wanit

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status