Home / Romansa / Dinikahi Berondong Kaya / 1. Awal Kita Berjumpa

Share

1. Awal Kita Berjumpa

Author: Mayangsu
last update Huling Na-update: 2021-04-15 19:46:15

"Kadang aku lebih suka bermimpi.

Karena ketika mataku terpejam. Aku bisa lari sejenak dari pahitnya kehidupan."

-Mayangsu

***

Suasana di ruang makan nampak hening. Menyisakan deru sendok dan garpu yang beradu.

April jarang makan bersama di rumah. Biasanya dia berangkat pagi-pagi sekali, dan dia lebih memilih membeli nasi bungkus di dekat kantornya untuk sarapan.

"Monna mana, Ma? Kok, nggak kelihatan?" tanya April berbasa-basi mencoba untuk mengurangi rasa canggungnya.

"Ah. Anak itu, mah, jam segini masih molor di kamarnya. Palingan nanti bangunnya jam sembilanan."

"Oh," jawab April singkat.

April hanya membatin dalam hati. Monna itu enak sekali, ya, hidupnya. Monna bisa bangun jam berapa saja dia mau. Monna boleh leha-leha di rumah serta tidak usah pusing bekerja. Pulang malam pun tidak akan ada yang memarahinya. Monna... si anak emas di keluarga ini.

Ingin rasanya April merasa iri. Tapi dia cukup tahu diri.

"Makan yang banyak, ya, Pril. Kamu akhir-akhir ini kelihatannya agak kurusan. Nih, Mama udah masakin makanan kesukaan kamu."

April yang tidak tahu harus berbuat apa hanya mengangguk sambil mengucapkan terima kasih ketika Mamanya mengulurkan piring berisi makanan yang sudah disiapkan untuknya.

April mengerjab. Nasi dan omelete? Sejak kapan Mama tahu makanan kesukaannya? Apa jangan-jangan ada maksud tersembunyi? Bahkan April sampai berpikir, salah makan apa Mamanya tadi malam. Seolah Mama sudah mempersiapkan ini semua untuknya.

Bukannya begitu, seumur hidup April tidak pernah diperlakukan sebaik ini oleh Mama. Mama selalu tidak suka dengan kehadirannya di rumah ini. Beliau sering berkata ketus secara terang-terangan. Baginya, April hanyalah beban keluarga.

Tidak ada angin, tidak ada hujan. Lantas kenapa Mama bisa berubah baik hati hanya dalam satu malam?

"Jangan cuma dilihatin aja. Ayo buruan dimakan. Nanti keburu dingin."

"I-iya, Ma."

April memaklumi jika Mama tidak menyukainya. Mereka tidak memiliki ikatan darah sama sekali. April hanyalah anak angkat. Kedua orang tuanya sudah meninggal sejak dia masih duduk di bangku SD. Dari kecil April dirawat oleh Oma. Setelah beberapa tahun hidup bersama. Tuhan juga mengambil Oma dari sisinya.

Waktu itu satu-satunya keluarga yang April kenal hanyalah Om Danu. Pesan terakhir dari Oma adalah supaya Om Danu merawat April dengan baik. Akhirnya Om Danu membawa April ke rumah ini dan menjadikan April sebagai anaknya.

Maka dari itu, disajikan makanan oleh Mamanya benar-benar di luar ekspetasi. Ini... ini semua terasa seperti mimpi.

Apa jangan-jangan Mama sudah bisa menerima kehadirannya di rumah ini, ya?

April menyendok makanannya lagi. Nasi putih dengan omelet. Sederhana tapi ini adalah makanan kesukaan April sejak kecil. Karena omelet selalu mengingatkannya dengan Oma yang sudah tiada.

Mungkin Mama tahu dia menyukai omelet dari Papa.

April tersenyum. Pikirannya seolah ditarik mundur ke belakang. April masih ingat betul waktu itu dia sedang duduk di kursi makan sambil menikmati suapan demi suapan yang diberikan oleh Omanya. April kecil begitu menikmati makanan sederhana itu, sampai-sampai ia mengayunkan kaki kecilnya yang menjuntai. Seolah tidak memiliki beban. Ingin rasanya dia kembali ke masa-masa itu.

"April ini bekal buat kamu," ucap Mama sambil memberikan kotak bekal berwarna hijau kepadanya.

"Makasih, Ma."

"Loh, kok, makanannya masih banyak. Nggak enak, ya, masakan Mama?"

April buru-buru menggeleng. "E-enak, kok, Ma." Kemudian April menyendok lagi makanannya supaya tidak menyinggung perasaan Mama.

Mama duduk di kursi sebelah Papa sambil menatapnya terus-menerus dengan senyum mengembang. Dilihati seperti itu malahan membuat April merasa sedikit tidak nyaman.

"Kenapa, Ma?"

"Apanya yang kenapa? Emangnya salah, ya, kalau Mama masakin makanan kesukaan anaknya Mama?"

Hah? Apa April tidak salah dengar. Anaknya Mama?

"Em... nggak, kok, Ma. Cuma hari ini Mama kelihatan aneh aja. Soalnya Mama nggak pernah kayak gini sebelumnya."

Mama tersenyum. Berbeda dengan Mama, ekspresi Papa yang berada di sebelahnya malahan terlihat tidak nyaman, seolah Papa sedang menyembunyikan sesuatu. April berusaha acuh tak acuh dan melanjutkan menikmati makanannya lagi.

"Eh, iya, Pril. Bukannya rumah kamu yang ada di Sadewa itu kosong, ya? Gimana kalau Monna aja yang nempati rumah itu? Daripada dianggurin, kan, sayang."

Seketika April memelankan gerakan mengunyahnya. Matanya mengerjab pelan. Tangannya yang sedang memegang sendok pun juga terasa kaku sulit untuk digerakan.

A-apa?

Sekarang barulah April mengerti maksud semua ini. Mulai dari Mamanya yang tiba-tiba baik kepadanya. Bahkan sampai memasakkan makanan kesukaannya segala. Menyiapkan bekal untuknya.

Ternyata ini semua ada maksudnya....

Ingin rasanya April menyunggingkan senyum ironi namun hal itu ditahannya kuat-kuat. Sepiring nasi omelet dan sekotak bekal yang ditaburi *topping *kasih sayang palsu itu haruskah dia bayar dengan rumah milik peninggalan Omanya?

April membisu dalam diam. Apa menurutmu ini semua tidak keterlaluan? Apakah harga kasih sayang semu selama sepuluh menit yang tadi dirasakannya semahal itu harganya?

"Maaf, Ma. Rumah April yang itu memang sengaja April kosongin," tolak April sehalus mungkin.

Papa menatapnya dengan wajah penyesalan. April hanya mencoba tersenyum walau getir. Dia paham. Papanya tidak salah, pasti di hati kecilnya, Papa juga tidak menginginkan ini semua terjadi kepadanya. Pasti ini semua rencana Mama untuk mengambil alih rumah warisan dari Oma.

Mendengar penolakan April, sontak membuat wajah Mama berubah menjadi masam. Ekspresi sehari-hari yang biasa April lihat kini hadir kembali.

"Kamu itu, loh! Sama saudara sendiri aja pelit banget, sih, Pril!" ucap Mama dengan kasar. Terkesan blak-blakan.

April mengepalkan tangannya kuat-kuat di bawah meja.

Saudara? Haha, yang benar saja! Jadi kalau sudah menyangkut perihal uang barulah dia dianggap sebagai saudara, ya? Lalu selama ini kehadirannya di rumah ini dianggapnya sebagai apa?

"Udahlah, kasih aja rumah kamu itu ke Monna. Toh, kamu juga sebentar lagi bakalan nikah sama Tara dan bakalan tinggal bareng, kan, sama Tara. Hitung-hitung rumah kecil itu sebagai imbalan karena selama ini kamu udah numpang tinggal di sini!"

"Ma!" Papa mencoba memperingati jika perkataan istrinya sudah keterlaluan.

April paham, benar kata Mama. Tidak ada yang gratis di dunia ini.

Ingin rasanya April berteriak, marah, balik menyerang perkataan Mamanya. Namun kenyataannya dia tidak bisa. Mulutnya hanya diam. Om dan Tantenya yang sudah bertahun-tahun memberikan tumpangan tempat tinggal kepadanya dan juga sudah ia anggap sebagai pengganti kedua orangtuanya yang telah tiada. Lalu, mana bisa dia memakinya?

"Maaf, Ma. Tapi April bener-bener nggak bisa ngasih rumah itu karena rumah itu peninggalan dari Oma," ulang April, lagi.

Walaupun rumah itu kecil, tetapi letaknya strategis. Dekat dengan sekolahan, dari SD, SMP, SMA, bahkan sampai perkuliahan pun ada. Jadi wajar meskipun rumah itu kecil, tapi menjadi rebutan keluarga karena harganya pasti lumayan ketika dijual.

"Ck! Percumalah aku pagi-pagi masak buat anak nggak tahu diuntung kayak gitu," kata Mama sambil berdiri dan mengambil kembali kotak makan yang tadi sudah disiapkannya untuk April.

Bibir April gemetar menahan diri agar tidak menangis di sini. April berdiri, tampak makanan di piringnya masih banyak.

"Pril! April!" panggil Papa ketika April berlari keluar rumah. Ingin rasanya April memuntahkan semua isi perutnya supaya dia tidak memiliki beban.

Tangisnya baru keluar ketika dia melajukan motornya membelah jalan kota. April benar-benar merasa sakit hati. Bulir bening itu pun terus menetes di pipinya tanpa permisi.

Hatinya berbisik lirih....

Benarkah tidak ada yang tulus menyayanginya di dunia ini?

Hanya Omalah yang sayang kepadanya. Tapi, Tuhan sudah mengambilnya.

"Oma... April kangen."

Harapan terakhir April adalah sesegera mungkin menikah dengan Tara, kekasihnya. Dengan begitu, dia bisa keluar dari rumah Tantenya yang terasa seperti neraka.

***

Sampailah April di kantor dengan wajah kusut. Padahal masih sepagi ini. Energinya seolah sudah tersedot habis karena kejadian tadi.

Dia berjalan gontai dan menghapus sisa-sisa air matanya. Ketika hendak menuju lift yang akan mengantarkannya ke lantai lima. Tiba-tiba tubuhnya menabrak seseorang membuat April mengaduh kesakitan. Rasanya seperti menabrak tembok yang kokoh saja.

April bersumpah-serapah dalam hati. Kenapa, sih, hari ini dia sial sekali!

Baru saja ia hendak memaki. Laki-laki di depannya pun membuka kacamata hitam yang bertengger di hidung mancungnya dengan pongah.

"Heh! Nggak punya mata, ya?!" teriak anak muda itu kepadanya membuat April membuka mulutnya tidak percaya.

What....

The....

Fuuck!

DIA YANG MENABRAK KENAPA DIA YANG LEBIH GALAK!

***

Kalau kalian suka dengan cerita ini. Maka jangan lupa tinggalkan Like dan Komentar, ya, supaya aku semangat updatenya. Makasih.

Instagram Penulis: @Mayangsu_

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App
Mga Comments (1)
goodnovel comment avatar
Agunk Putra
ok juga ini
Tignan lahat ng Komento

Pinakabagong kabanata

  • Dinikahi Berondong Kaya   53. Extra Part VI ( Anaknya Sean )

    Sean: Woi Bocil! Jangan lupa jemput putri kesayangan Om di sekolahannya, ya. Soalnya sopir Om lagi nganterin Tantemu ke kondangan. Ais yang membaca pesan masuk dari Om Sean pun mendengus sebal. Padahal dulu waktu kecil ia sangat mengidolakan Om Sean karena selalu membelikannya mainan. Tapi setelah masuk SMP, Ais merasa Om Sean terkadang tingkahnya kekanakan di usianya yang sudah tidak lagi muda. Ais memasukkan HP-nya kembali ke kantung seragam. Dia masih kelas satu SMP, jadi wajar saat ini dia curi-curi kesempatan membawa HP ke sekolahan secara semunyi-sembunyi. Mumpung sedang ekstrakulikuler pramuka. Pulang pramuka Ais dan Aim meng-gowes sepedanya untuk menuju ke sekolahan Sheril—anak perempuan Om Sean. Sekolahan Ais dengan sekolahan Sheril memang berdekatan. Hanya beberapa blok saja. “Is. Tahu nggak, anak Om Sean cakep, lho. Nanti aku kenalin ke dia, deh,” celetuk Aim ketika diperjalanan. Sedangkan yang di

  • Dinikahi Berondong Kaya   52. Extra Part III ( Malam Pertama )

    Malamnya… Di hari pernikahan. Gemerlap cahaya lampu menerangi sekitar. Huru-hara tamu undangan ikut meramaikan suasana. Dan juga, lantunan lagu terdengar mengalun merdu mengiringi acara.Sean saat ini sudah mengenakan tuxedo berwarna hitam, ia terlihat semakin gagah. Perasaannya harap-harap cemas, menunggu sang pujaan hati untuk ikut bergabung di bawah sini bersamanya.Tadi pagi Sean dan April sudah melangsungkan acara ijab kabul dengan lancar, sedangkan sore sampai malamnya Sean mengadakan resepsi serta pesta dansa ala orang Eropa.Sebenarnya April menginginkan pernikahan yang sederhana. Tidak perlu sampai dibuatkan pesta segala, ijab kabul saja sudah cukup. Tetapi dari pihak keluarga Sean sendiri menginginkan adanya pesta dansa. Katanya Sean adalah putra kesayangan mereka, mereka ingin membuat pernikahan yang berkesan untuk Sean. Jadi, mau tak mau akhirnya April menurut keinginan mereka.

  • Dinikahi Berondong Kaya   51. Extra Part II ( Rumah )

    “BURUAN masuk, ih. Ngapain aja bengong di sana!” teriakan April menyadarkan Sean akan lamunannya. Sean masih mengamati sekitar, ia seolah bernostalgia dengan masa lalu yang indah. Pagar rumah dengan bunga mawar hampir mati di pojokannya.Ah, Sean juga masih mengingat Miri, anak tetangga April yang lucu itu. Ah, mungkin sekarang dia sudah besar.Begitu juga ketika Sean memasuki rumah tiga petak ini. Bayangan April yang memasak di dapur, April yang hobi berteriak-teriak sampai rasanya memekakkan telinga, dan juga kenangan di mana pertama kali Sean mencium April pun Sean masih ingat. Akhirnya dia kembali ke sini lagi!Di bagian kamar. Sean berdecak kagum saat jari telunjuknya mengusap meja wadah buku-bukunya ketika masih kuliah dulu. Bahkan tidak ada debunya sama sekali seolah April rutin membersihkannya tiap hari.“Wih, tumben kamarku bersih banget?” celetuk Sean ketika melihat kamarnya yang ternyata masih tertata rapi se

  • Dinikahi Berondong Kaya   50. Extra Part I ( 3 Tahun yang Lalu)

    TIGA tahun berlalu, banyak hal silih berganti. Diantaranya Sean sudah menyelesaikan S2-nya tepat waktu. Sean juga diamanahi Pak Hans untuk mengembangkan anak perusahaannya. Dan yang lebih membahagiakannya lagi adalah Mama Sean, alias Bu Linda, sudah sembuh dari penyakit yang dideritanya. Mungkin itu semua karena Bu Linda tinggal dekat dengan putranya serta mendapatkan penangan medis oleh tenaga professional. Pandangan Sean tertunduk, ia menekuri ponselnya untuk mengirimi pesan kepada seseorang. Sean: Lokasinya bener di Jalan Sadewa, kan, Mbak? Ketik Sean dengan saksama. Dina: Iya, Kak. Lokasinya strategis, lho, Kak. Deket tempat kuliahan, deket jalan raya. Harganya cuma 300 juta aja. Yuk, buruan dibeli, Kak. Sean menghela napas pelan, seolah ada beban berat yang bertauh-tahun di benaknya. Lucu sekali bukan? Dia sok-sokan mengabaika

  • Dinikahi Berondong Kaya   49. Menepis Ego

    Sambil mencari berkas April. Sean berjalan pelan menuju jendela kaca ruangan yang membentang lebar. Menampilkan tingginya bangunan pencakar langit.Dahi Sean mengernyit. Tampak dari atas sini Sean melihat April berada di depan kantor sambil memeluk helm di depan tubuhnya.Tebakan Sean mungkin April sedang menunggu Dina mengeluarkan motornya dari parkiran.Sean mengamatinya dalam diam. Andai saja April mendongak ke atas. Pasti April akan mendapati Sean yang berdiri di sini.Tiga tahun waktu yang lama. Harusnya Sean sudah bahagia dengan hidupnya yang sekarang.Saat ini dia sudah mengembangkan anak perusahaan milik Kokonya dalam waktu singkat. Hanya dalam hitungan waktu, pasti anak perusahaan ini akan menjadi perusahaan yang besar.Sean sudah punya segalanya.Dan, Tiga tahun dia berusaha mati-matian melupakan April. Mengabaikan semua notifikasi masuk dari April tetapi kenyataannya Sean tidak kuat untuk tidak mengintip pesan

  • Dinikahi Berondong Kaya   48. Kau Berubah

    Beberapa menit lagi tes psikotes akan segera dimulai. Sebagian pelamar bahkan sudah berdiri di depan pintu ruangan untuk bersiap-siap. Sedangkan April dan Dina masih duduk di salah satu kursi."Udah, Pril. Jangan nangis lagi, ya."Dina mengusap punggung April berusaha menenangkan sahabatnya.Huh, keponakan Pak Hans itu sungguh sangat menyebalkan!Mentang-mentang sekarang dia sudah menjadi orang penting, bukan berarti dia bisa memperlakukan April seenaknya, bukan!Apa bocah itu tidak ingat kalau bukan karena April, mana mungkin Bu Linda bisa ditemukan!Dina menggerutu dalam hati.Seorang staf keluar dari dalam ruangan, menyuruh para pelamar kerja untuk masuk ke dalam.April berdiri kemudian mengusap air mata yang tersisa di pipinya membuat Dina mengernyit.Kenapa April berdiri? Apa dia akan masuk ke dalam?"Kamu serius masih mau ngelamar kerja di sini?! Pulang aja, deh, Pril!"Dina tidak dapat memba

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status