Bab 2 Sikap Nathan
“Ah, mana mungkin Mas Nathan dan Kak Anya … aku mikir apa, sih?”
Meskipun Heba masih merasa curiga dengan kedekatan antara Nathan dan Anya, namun ia memutuskan untuk berprasangka baik saja.
Heba kembali melanjutkan kegiatannya membereskan rumah. Hingga benar-benar selesai, barulah ia beristirahat.
Saat seperti inilah dia bisa menikmati waktu untuk menghibur diri. Contoh kecilnya ya, bermain ponsel. Heba mulai menelusuri aplikasi pesan berwarna hijau. Dia melihat jajaran story yang di-upload oleh teman-teman di kontaknya.
Keningnya mengernyit saat story Diana berada di urutan paling atas. Karena penasaran, Heba langsung membuka dan membacanya.
Di sana Diana memposting sebuah foto berupa cek dengan caption yang tertulis.
‘Alhamdulillah, ada aja manusia baik hati di muka bumi ini! Makasih, Anya, walau bukan siapa-siapa kamu baik banget deh! Nggak kayak iparku yang sebiji itu! Udah burik, pelit bin medit lagi! Mungkin dulunya dia tercipta dari tanah sengketa wkwk, canda ya, no baper!’
Heba menggelengkan kepalanya dengan lemah. Sudah jelas bahwa status Diana itu ditujukan untuknya.
“Ya Allah, tega sekali Mbak Diana bikin story begini .…” Heba sampai harus beberapa kali menenangkan dirinya, sebelum ia berujar lagi. “Aku harus memberitahukannya kepada Mas Nathan."
Namun, panggilan teleponnya tak kunjung diangkat. Heba akhirnya memutuskan untuk menunggu kepulangan suaminya saja.
Malam hari Nathan pulang, namun dua jam lebih lambat dari yang dijanjikan pagi tadi. Heba menampilkan senyuman terbaik untuk suaminya.
“Mau makan sekarang, Mas? Aku temani,” ujar Heba.
“Nggak usah, aku udah kenyang. Aku mau mandi terus langsung tidur aja, ya? Besok aku harus berangkat pagi karena ada meeting penting.” Nathan menjawab santai, lalu membawa kakinya masuk ke kamar mandi.
Meskipun kecewa tapi Heba berusaha memakluminya, pasti Nathan capek dan butuh istirahat, begitulah pikiran positif Heba menerka-nerka. Setelah memasukkan lauk-pauk yang tak dimakan, ke dalam lemari es. Heba menyiapkan pakaian ganti Nathan. Rencananya setelah ini, Heba ingin pillow talk bersama sang suami. Sebagai seorang istri, tentu Heba ingin memberikan pelayanan yang terbaik pada Nathan.
Heba menunggu Nathan selesai berpakaian, setelahnya lelaki dengan paras tampan itu naik ke atas ranjang dan menarik selimutnya hingga ke batas dada. Tak lama, Nathan malah menutup kedua bola matanya dengan santai. Heba yang melihat itu tentu saja terkejut. Dia tak tahan untuk tak membahas soal status Diana tadi, hingga akhirnya Heba mulai mengusap lengan Nathan secara perlahan.
“Mas, jangan tidur dulu. Dengerin aku sebentar aja, aku mau ngomong. Boleh, ya?” pinta Heba dengan suara lembut.
“Hmm?” Nathan hanya menjawab dengan gumaman, namun kedua matanya masih tertutup.
“Tadi Mbak Diana bikin story, Mas. Aku takut dia kecewa atau bahkan tersinggung gara-gara aku tolak permintaan Mama tadi,” kata Heba memulai obrolan.
“Ya, itu salahmu, sih!” Lagi-lagi Nathan malah menimpali dengan cuek.
“Tapi masalahnya dia pakai bilang kalau aku ini burik, pelit, medit dan ada kata-kata yang ngehina aku, Mas. Dia kok tega ya, mas?” Heba bercerita panjang lebar, mengharapkan Nathan membelanya.
Tak ada sahutan, Heba menoleh ke arah Nathan. Suaminya itu masih memejamkan mata. Heba agak sedikit kesal, dia kembali mengusap lengan Nathan.
“Mas, kamu dengerin aku, kan?” tanya Heba lagi.
“Kamu apa-apaan sih? Aku ini capek, pulang kerja pengen istirahat! Berisik aja dari tadi. Lagipula yang diomongin sama Mbak Diana bener, kan? Kamu nggak bisa bantu dia, jadi nggak usahlah diperpanjang! Anggap angin lalu!” ujar Nathan dengan ketus. Setelahnya pria itu mengubah posisi tidurnya jadi membelakangi Heba.
Heba terpaku, nyeri sekali hatinya ketika mendapatkan respon seperti itu dari suaminya. Heba mencoba untuk tak sakit hati, sebisa mungkin dia menahan sampai akhirnya Heba tertidur dengan air mata yang mengalir.
**
Pagi harinya Nathan dan Heba masih sama-sama diam dan tak bertegur sapa. Nathan juga berangkat lebih awal tanpa berpamitan pada istrinya. Karena merasa jenuh dan kesal, akhirnya Heba memutuskan untuk pergi ke sebuah Cafe.
Dia hanya ingin menghirup udara luar, untuk sejenak menghibur diri. Heba memesan satu cup caramel macchiato. Setelah pesanannya siap, Heba duduk di salah kursi untuk menikmati minumannya.
Baru juga dia duduk, seseorang menepuk pundaknya dari belakang.
“Aduh, aduh, aduh … upik abu biasanya di dapur, sekarang gaya juga nongkrong di Cafe. Memangnya uang belanja aman?” tanya Anya. Tanpa disuruh wanita itu langsung duduk di hadapan Heba.
Heba diam saja, lagi-lagi Anya merecokinya. Heba tak mengira bahwa tempat yang ditujunya saat ini, juga dikunjungi oleh Anya.
Karena Heba tak merespon, Anya semakin menjadi-jadi menggodanya. Haba menguatkan diri untuk tak menanggapi.
“Enak ya, jadi ibu rumah tangga? Di rumah aja, menikmati hasil tanpa susah payah. Berlagak jadi Cinderella kamu, ya! Hahaha, tapi kamu harus ingat satu hal! Aku nggak akan pernah ngebiarin kamu hidup dengan bahagia! Semua hal yang membuatmu bahagia, akan kuhancurkan semuanya! Ingat, Heba … semua yang kamu punya, akan kuambil tak peduli bagaimanapun caranya!” kata Anya.
Ucapan Anya sanggup membuat Heba terganggu, dia mulai kehabisan ketenangannya. Wanita itu mulai terpancing karena kalimat dari Anya berhasil melukai harga dirinya. “Apa maksudmu, Kak?”
Keduanya terlibat dalam perdebatan sengit, hingga berhasil memancing seorang perempuan dan lelaki yang sedang meeting, tak jauh dari mereka.
“Lho, itu kan Heba? Kenapa dia? Aku harus bantu!” ujar sosok perempuan berambut sebahu itu beranjak berdiri. Kamila namanya.
“Nggak perlu. Itu bukan urusan kamu! Kita di sini meeting dan kamu harus bersikap profesional!” Suara dingin dari pria tampan bernama Noah itu, sanggup menghentikan langkah Kamila.
*********
Bab 134Memaafkan dan memilih melanjutkan hidup, adalah pilihan terbaik bagi Heba dan Noah. Semenjak datang ke rumah Anisa dua bulan lalu, hubungan mereka sudah semakin membaik. Perlahan tapi pasti, Luqman juga sudah bersedia untuk ditemui, meski pertemuan itu sendiri harus selalu diadakan di rumahnya.Soal Anya dan Nathan, mereka belum resmi bercerai. Anya yang sudah mendapatkan kewarasannya, mengatakan kalau ia memang sangat mencintai Nathan dan tak bisa melepaskan lelaki itu, meski Nathan sudah menghujaninya dengan berbagai macam pengkhianatan.Tak ada satu pun yang bisa membuat Anya berubah pikiran, termasuk Heba yang sempat datang ke rumah sakit jiwa untuk menjenguk kakak tirinya. Di sana, Anya malah berkata kalau Heba tak boleh mengurusi hidupnya. Maka dari itu, Heba tak pernah menemui Anya secara langsung, dan hanya menanyakan bagaimana kondisi perempuan itu melalui perawat.Sementara untuk rumah tangga Heba sendiri, semuanya berjalan lancar. Heba tengah menikmati hari-hari men
Bab 133"Kita ke rumah Mama Anisa sekarang," ucap Noah setelah Heba menceritakan ulang apa yang dikatakan oleh Anisa barusan."Tapi, Mas, gimana sama kita berdua?" tanya Heba bingung dan tak enak hati.Bukan hal yang aneh bagus kalau mereka sampai keluar dari hotel tengah malam begini. Apa kata orang? Semua orang yang melihat keduanya meninggalkan hotel dengan langkah tergesa, pasti akan berpikir macam-macam. Heba tak mau keluarga suaminya mendapatkan pandangan buruk karena masalah yang tengah dihadapi oleh Anisa."Masih ada malam-malam selanjutnya untuk kita berdua," jawab Noah dengan senyum.Noah berlalu, mengambilkan baju hangat serta sehelai kerudung untuk dikenakan oleh sang istri. Sementara itu, Heba masih diam di tempat. Ia tak mau merepotkan, tetapi mustahil juga andai dirinya pergi seorang diri ke rumah Anisa untuk melihat apa yang terjadi di sana."Ayo, Sayang," ajak Noah menggenggam hangat tangan sang istri, sehingga Heba mengangguk dan mengikuti langkah suaminya.Berjalan
Bab 132Kebaya putih gading yang dilengkapi dengan kerudung serta untaian bunga melati, berhasil membuat penampilan Heba begitu memukau. Heba tampil sangat cantik dan manglingi, membuat Kamila tak henti memotret sahabatnya dari berbagai sudut."Udahlah, Mil, aku malu," gumam Heba seraya menatap ke sekeliling yang diisi oleh seorang fotografer dan dua staf wedding organizer, serta seorang MUA yang memang disewa oleh Heba untuk mempercantik dirinya di hari paling membahagiakan ini."Sorry, Ba, aku gak bisa berhenti, habisnya kamu cantik banget!" Kamila kembali mengangkat layar ponselnya dan mengarahkan benda tersebut ke wajah Heba, kemudian kembali memotretnya.Jika disimak lebih jauh, Kamila ini memang sangat heboh dan tampak lebih sibuk dari sang fotografer. Heba sampai menggelengkan kepala. Kendati sudah meminta agar Kamila duduk saja, tetapi sahabatnya itu tak mendengar sama sekali.Kamila baru bisa duduk dengan tenang, saat pembawa acara di ballroom hotel meminta Noah untuk duduk d
Bab 131Suara tangis bayi mengakhiri perjuangan Anya yang sejak tadi mengikuti instruksi dari dokter yang membantu persalinannya. Perempuan itu memejamkan mata, merasakan lelah luar biasa karena ia telah melalui proses persalinan secara normal.Ya, Anya sejak awal kehamilan, Anya sudah bersikeras ingin melahirkan bayinya dengan cara normal, lantaran ia berpikir dirinya bisa dianggap sebagai seorang ibu sepenuhnya, jika menempuh cara tersebut. Padahal, proses apa pun yang dilalui oleh seorang ibu, tak bisa dibandingkan satu sama lain. Baik normal maupun caesar, keduanya sama-sama mempertaruhkan nyawa.Sementara di luar ruangan, Nathan sudah menunggu dengan perasaan sangat cemas. Ia tak bisa masuk ke dalam lantaran tak akan kuasa melihat banyak darah. Lelaki itu hanya menunggu seorang diri dengan sedikit rasa kesal, lantaran Ratih dan kedua saudaranya tak kunjung datang ke rumah sakit.Nathan telah berdiri. Ia ingin melihat bagaimana anaknya yang baru saja lahir. Sejenak ia mengintip, d
Bab 130Tinggal di sebuah rumah besar adalah kebahagiaan untuk Ratih dan keluarganya. Harapan mereka menjadi kenyataan. Berkat naiknya Nathan menjadi pemegang perusahaan, kehidupan mereka pun berubah secara drastis.Sekarang, Ratih dan dua anaknya tinggal di sebuah rumah yang letaknya berada di perumahan elit. Tak ada tetangga julid, tak ada tatapan iri, dan itu membuat Ratih semakin jumawa."Hari ini aku mau ke luar kota, Ma," ucap Diana pada sang ibu."Mau ngapain lagi? Kamu baru aja pulang," sahut Ratih menatap curiga pada putri sulungnya.Diana sering mengatakan kalau ia tengah mencoba untuk menjalin bisnis dengan temannya yang kaya raya. Sudah berbulan-bulan Diana sering pergi ke luar kota dengan alasan serupa, tetapi tak ada satu pun hasil yang terlihat dari kerja kerasnya itu.Ya, Diana membohongi ibunya. Ia tak pergi ke luar kota, melainkan malah bergabung dengan teman-teman barunya di sebuah klub malam. Di sana, Diana menghamburkan uangnya demi menyenangkan beberapa lelaki ya
Bab 129Seorang perempuan melihat datar kepergian Noah dan keluarganya dari rumah Anisa. Perempuan itu kemudian menutup kasar gorden panjang nan tebal, menyebabkan kamarnya menjadi temaram, padahal hari masih sore dan matahari masih menampakkan cahaya di atas langit."Heba udah bahagia," gumamnya seakan tak terima atas lamaran adik tirinya.Semua hantaran yang dibawa oleh orang tua Noah, jelas membuat Anya merasa iri. Dulu saat Nathan melamar dirinya, lelaki itu memang membawa banyak sekali barang mahal, tetapi uangnya berasal dari kantong Anya."Kenapa nasib Heba bisa jauh lebih baik daripada aku?" tanya Anya seraya hilir mudik di kamarnya.Tak seorang pun yang tahu, kalau rumah tangganya dengan Nathan kerap diterpa oleh ujian yang tak ada habisnya. Di awal pernikahan, sikap Nathan sangat baik dan lembut. Lelaki itu memenuhi semua keinginan Anya tanpa terkecuali.Akan tetapi, setelah Nathan memegang penuh perusahaan milik Luqman, suaminya itu menjadi dingin dan ketus. Nathan juga ser