Share

2. Menghukum Gadis Nakal

Author: CacaCici
last update Last Updated: 2025-10-27 00:31:22

Shazia telah tiba di rumah, akan tetapi dia tak menemukan tanda-tanda kepulangan sang kakak. Ruang depan kosong, makan malam hanya disiapkan untuk satu orang, dan lampu taman pada halaman samping juga tak menyala.

Sebelum kakaknya ke luar negeri untuk mengurus bisnis mendiang orang tuanya, setiap malam lampu taman akan dibuatkan menyala. Namun, karena Shazia terganggu dengan cahaya lampu taman yang, jadi hanya satu lampu yang ia nyalakan setelah kakaknya pergi. Kamarnya berada di atas taman halaman samping.

"Ck, kalian semua pembohong," ujar Shazia saat akan masuk ke dalam lift, "kalian sengaja mengatakan Kakak pulang supaya aku cepat-cepat kembali kan? Ah, kalian mah nggak asik. Padahal aku belum ketemuan dengan teman-temanku untuk merayakan hari wisudaku," gerutu Shazia pada seorang maid di depan lift.

"Tidak, Nona. Kami tidak berbohong--"

Shazia langsung memotong. "Udahlah. Kalian semua memang terlalu patuh pada Kak Rayden. Dia nggak di sini. Semisal dia menelpon Ibu, ya … tinggal bilang kalau aku sudah tidur, mandi, atau apa kek. Bohong dikit nggak masalah, Ibu." gerutu Shazia, kesal karena dia buru-buru pulang ke rumah sebab takut kakaknya sungguh pulang. Ternyata, maid berbohong padanya, "lagian apa yang kalian takutkan dari si Rayden Rayden itu. Kalau dia pelototin kalian, yah tinggal pelototin balik. Dia manusia, kalian manusia. Jangan takut!" kesal Shazia kembali.

Setelah itu, tanpa peduli pada maid yang berniat menjelaskan, Shazia langsung menekan tombol lift. Pintu lift tertutup–naik ke atas menuju lantai tiga, lantai khusus kamarnya dan kamar Rayden.

Setelah di lantai tiga, Shazia langsung disambut dengan suasana gelap. Ini juga bukti jika kakaknya memang tak pulang. Jika pria itu pulang, pasti lampu di lantai ini dinyalakan.

Shazia berjalan santai menuju kamarnya. Saat akan masuk ke dalam kamarnya, dia menoleh ke arah kamar di seberang. Karena lantai tiga sangat luas, jadi kamar di seberang sana terasa sangat jauh. Itu kamar kakaknya!

Dari sela pintu, terlihat lampu tak menyala. Pertanda jika kamar itu tak berpenghuni.

"Ck, Ibu pelayan mulai berani berbohong padaku," gerutu Shazia pelan, memutar bola mata jengah lalu masuk ke kamarnya.

Saat pintu terbuka, Shazia begitu terkejut melihat pemandangan dalam kamar. Ranjangnya dipenuhi buket bunga serta kotak hadiah.

Shazia menutup pintu lalu segera mendekat pada ranjang. Dia memeriksa buket bunga tersebut. Meskipun tak ada noted ataupun nama pengirim, akan tetapi Shazia tahu kalau ini dari kakaknya.

Dertttt'

Benar saja! Handphone Shazia berbunyi, panggilan masuk dari kakaknya.

Dengan perasaan gugup dan sedikit takut, Shazia buru-buru mengangkat telepon. "Halo, Kak Rayden," sapa Shazia hati-hati, di mana ia telah menempelkan handphone pada daun telinga.

Shazia sangat takut pada Rayden karena pria itu sangat galak, dingin, dan cukup sering memarahinya.

Sekali lagi, Shazia adalah anak angkat di keluarga Malik. Saat dia berusia 5 tahun, orang tuanya yang merupakan kepercayaan orang tua Rayden, meninggal dunia. Setelah itu, dia diangkat menjadi putri di keluarga ini. Namun, karena orang tua Rayden sangat sibuk, dia lebih sering bersama Rayden.

Saat dia berusia 10 tahun dan Rayden berusia 22 tahun, orang dua pria itu meninggal. Sejak saat itu, Rayden lah sepenuhnya yang mengurus serta membesarkan Shazia.

Rayden sosok kakak yang galak, tegas, dingin, dan banyak aturan. Shazia sering dihukum oleh pria itu, entah membersihkan gudang, membersihkan halaman yang sangat luas, hingga hukuman langganannya adalah berdiri berjam-jam di sudut ruang kerja sang kakak.

Oleh sebab itu ketika dia berusia 16 tahun dan kakaknya memutuskan untuk pergi ke luar negeri, Shazia begitu bahagia karena bebas dari kekejaman sang kakak.

Namun, walau begitu Shazia sangat menyayangi kakaknya. Dia ingat sekali ketika orang tua mereka (orang tua Rayden meninggal dunia) Shazia yang waktu itu berusia 10 tahun,  demam setelahnya. Shazia terus menangis karena kedua kalinya dia merasakan kehilangan. Shazia yang masih kecil merasa sangat takut karena tak punya siapa-siapa lagi. Seharian Shazia murung dalam kamar. Hingga sore hari, Rayden datang ke dalam kamarnya. Saat itu Rayden berusia 22 tahun, seorang pemuda tampan yang tak tersentuh.

Rayden menggendongnya lalu membawa Shazia keliling taman. Sembari menepuk-nepuk pelan punggungnya, pria itu berkata, 'Jangan bersedih, Ade. Masih ada Kakak yang selalu berada disisimu.'

Shazia tidak akan pernah melupakan moment itu dan dia selalu mengingatnya di setiap kali Rayden memarahinya, agar menjadi penguat dan keyakinan bahwa kakaknya menyayanginya.

'Hari ini kau wisuda bukan?' Suara kakaknya yang berat dan deep terdengar dari seberang sana.

"Iya, Kak," jawab Shazia sambil duduk di pinggir ranjang, menatap buket bunga raksasa yang ada di tengah ranjang.

'Nilaimu bagus?'

"Lumayan, Kak. Aku dapat 3.7," jawab Shazia gugup, takut nilainya sama sekali tak memuaskan untuk kakaknya.

'Humn.'

Ketika mendengar deheman sang Kakak, Shazia begitu lega.

'Ada hadiah di kamarmu.'

"Iya, Kak. Aku sudah melihatnya. Terima kasih," kikuk Shazia.

'Humm.' Lagi-lagi pria yang saat ini berusia 34 tahun tersebut berdehem rendah. 'Kau merindukan Kakak?'

Mendengar pertanyaan itu, sekujur tubuh Shazia langsung merinding disko. Dia rindu tapi … dia takut kakaknya pulang.

"Iya, Kak," jawabnya cari aman.

'Humm.' Suara deheman kembali terdengar. Setelah itu, sambungan telepon terputus, membuat Shazia menghela napas secara lega.

Ucapan kakaknya terasa misterius dan entah kenapa Shazia takut kalau kakaknya tiba-tiba pulang.

Shazia membereskan hadiah pemberian kakaknya kemudian setelah itu dia membersihkan diri lalu segera tidur. Dia sudah sangat lelah!

Ceklek'

Pintu kamar Shazia tiba-tiba terbuka, seorang pria dengan tinggi 190 cm berdiri di sana–matanya menghunus tajam ke arah Shazia yang berbaring di atas ranjang.

Shazia sama sekali tak menyadari karena dia sudah lelap dalam tidur. Pria tampan dengan aura gelap tersebut mendekat ke arah Shazia, dia naik ke atas ranjang lalu berbaring di sebelah Shazia.

"Adik kecil yang kubesarkan, kini tumbuh menjadi gadis nakal. Apa kau suka dihukum, Humm?" ujar pria itu dengan suara berat, mendekap tubuh Shazia dalam pelukannya sambil menempelkan keningnya dengan kening Shazia.

Pria itu berbaring menyamping, di mana satu tangannya menjadi bantalan untuk kepala Shazia. Tangannya yang bebas menyentuh surai di rambut Shazia, membelai dan menyisirnya dengan jari secara lembut dan berhati-hati.

"Sepertinya memang benar, aku harus menghukummu!" dingin pria itu, sama sekali tak mendapat jawab dari Shazia karena dia tidur sangat nyenyak.

Pria itu menarik kepalanya, namun jemarinya bergerak ke arah bibir pink Shazia. Dengan gerakan sensual dan erotis, dia membelai bibir tersebut.  Lalu …-

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (2)
goodnovel comment avatar
CacaCici
Wkwkwk ... Shazia anak nakal banget yah, Kak. (⁠≧⁠▽⁠≦⁠)(⁠≧⁠▽⁠≦⁠)
goodnovel comment avatar
Valenka Lamsiam
nah lohhhh kamu bakalan dapet hukuman model apa tuh. salah siapa kamu nakal. kalo gak mau di jodohin, kenapa gak minta perlindungan ke kakakmu aja sih
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Dinikahi CEO Dingin Yang Membesarkanku   92. Perpisahan?

    Sama seperti ayahmu yang sangat ingin melenyapkanku," tambah Rayden, langsung mengayunkan tongkat baseball ke arah kepala Luna. Bug' Rayden senyum cerah saat memukul kepala Luna, sama sekali tak merasa bersalah–malah senang ketika melakukannya. Semua atas rasa dendam yang dipendam olehnya selama bertahun-tahun, dan dia tidak peduli pada yang namanya kemanusiaan. Setelah membunuh Luna, Rayden lanjut membunuh Carmila. Selesai dari sana, dia mendekat ke arah kakeknya. Rayden melepas lakban yang menutup mulut Alexander, menunjukan smirk evil pada pria tua itu sambil duduk tenang di depan Alexander–di sebuah kursi yang bodynya terbuat dari kayu. Rayden kemudian mengeluarkan rokok, di mana dia merokok santai di hadapan Alexander. "Ra-Rayden, a-apa maksudmu melakukan semua i-ini? Ke-kenapa kau membiarkan ke-kegelapan di hatimu menguasaimu, Nak?" ucap Alexander dengan suara serak, menangis melihat cucunya yang sudah seperti iblis. "Kenapa?" Rayden membeo, "coba tanya pada

  • Dinikahi CEO Dingin Yang Membesarkanku   91. Dendam yang Terkumpul

    "Rayden, apa yang kau lakukan, Nak?!" ujar Alexander dengan nada tinggi. Namun, Rayden sama sekali tak peduli. Dia melempar tongkatnya, mengeluarkan pistol dari balik jas kemudian …- Dor' Suara tembakan menggema. Semua orang yang ada di ruangan itu menjerit ketakutan. Carmila dan Luna begitu histeris, menangis dan menjerit melihat Rayden menembak Georgie–di pundak. "Argkkk …." Georgie menjerit sakit, setelah itu tak sadarkan diri–kaget oleh suara tembakan. "Bawa dia ke rumah sakit," titah Rayden pada anak buahnya. "Dia tidak boleh mati!" gumam Rayden pelan, di mana anak buatnya segera membawa Gerogie ke rumah sakit. "Rayden, kau sudah gila?!" bentak Alexander, menatap Rayden dengan mata berkaca-kaca. "Jika kau seperti ini, terpaksa Kakek melawanmu!" ujarnya lagi sambil memberi isyarat supaya anak buahnya mengepung Rayden. Sedangkan Arland dan Jaren, mereka langsung mengerahkan seluruh anak buah yang mereka bawa untuk menahan para anak buah Alexander. Lalu Jaren sendi

  • Dinikahi CEO Dingin Yang Membesarkanku   90. Sebuah Dendam

    Rayden tak mengatakan apa-apa, berjalan dengan menggunakan tongkat di sebelah kiri karena kaki kirinya sedang terluka. Di belakangnya ada Jarren dan seorang pria baru. Dia adalah kepercayaan Rayden di luar negeri, ikut kembali ke negara ini untuk memastikan Rayden dan Jaren baik-baik saja. Hansel sendiri, pria itu pulang ke rumahnya bersama dengan putranya. Mereka tidak ikut ke sini karena kondisi Hansel sama parahnya dengan Rayden. Terakhir kali Rayden bertelponan dengan istrinya–di mana itu adalah pertama kalinya Shazia menghubunginya, sekitar dua minggu lalu. Saat itu Rayden sangat sibuk, karena hari itu bisa dikatakan adalah puncak masalah sekaligus penyelesaian yang ia lakukan. Emosinya dipermainkan, lelah membuatnya gampang marah, tetapi dia tidak bisa berhenti katsja hari itu juga dia harus menyelesaikan seluruh masalahnya. Rayden mengerahkan seluruh kemampuannya, memutar otak untuk menyelesaikan masalah kantor yang sangat parah, dan di waktu yang bersamaan juga harus mena

  • Dinikahi CEO Dingin Yang Membesarkanku   89. Selamat Tinggal

    Hari ini Shazia kembali ke kantor, bukan untuk bekerja akan tetapi melakukan suatu hal. Untungnya tanpa ada yang curiga, Shazia berhasil melakukan hal tersebut–mengambil semua desain miliknya yang akan diluncurkan bulan ini lalu menghapus data yang tertinggal di komputer, tanpa meninggalkan jejak sedikitpun. Setelah itu, Shazia mulai merapikan meja kerja. Namun, dia hanya mengambil barang paling penting agar tak ada yang curiga dengan rencananya. Setelah mengemasi barangnya, saat makan siang, Shazia segera pergi dari kantor. Agar tidak curiga, dia pamit untuk menemui Kania. Bian? Beberapa minggu yang lalu, dia dan ayahnya pergi ke luar negeri untuk menyusul Rayden. Sama seperti Rayden, Bian juga tak ada kabar. Ketika dia di lobi, dia bertemu dengan Evelyn, Luna, dan Georgie. Evelyn terlihat bangga, langsung memasang wajah angkuh pada Shazia, akan tetapi Gerogie pergi begitu saja–enggan menatap Shazia. Aneh! "Wow, mentalmu kuat juga," ucap Luna, bersedekap angkuh sambil m

  • Dinikahi CEO Dingin Yang Membesarkanku   88. Georgie VS Shazia?

    "Yah, Shazia," sahut Evelyn dari tempatnya, sengaja memegang perutnya di hadapan Shazia, "aku sedang hamil anak Tuan Rayden dan Tuan berjanji akan menikahiku setelah urusan Tuan di luar negeri selesai," ucap Evelyn dengan nada manis, akan tetapi menatap angkuh pada Shazia. Kali ini, dia pastikan dialah pemenangnya. Shazia benar-benar akan tersingkirkan olehnya. "Apa buktinya?" tanya Shazia dengan nada lemas, mencoba tetap tegar walaupun hatinya bergetar sakit. Ini seperti mimpi buruk! Dunianya terasa runtuh, gelap, dan hancur. Gilanya, ini terjadi di hari ulang tahunnya. "Ini." Evelyn mengeluarkan bukti laporan medis dan sebuah foto saat dia bersama Rayden. Shazia mengambil catatan medis dan juga foto yang diberikan oleh Evelyn. Hatinya begitu pedih saat melihat foto Rayden dan Evelyn tidur bersama, di mana dalam foto tersebut wajah Rayden begitu tenang dan sedikit pucat–terlihat tidur pulas. Lalu ada Evelyn di sebelahnya yang sedang senyum lebar dan manis. Foto tersebut

  • Dinikahi CEO Dingin Yang Membesarkanku   87. Ulang Tahun yang Berdarah

    Hari ini Shazia pergi ke rumah sakit untuk cek kesehatan. Dia merasa beberapa hari ini, tubuhnya jauh lebih lemah, kurang semangat, seting pusing, dan bahkan tadi pagi dia mual. Awalnya Shazia ingin mengabaikan karena mungkin itu efek dari rindu dan beban pikirannya, di mana beberapa hari ini Rayden tidak lagi menghubunginya. Namun, tadi pagi dia muntah-muntah, pada akhirnya Shazia memutuskan untuk tes kesehatan. "Ih, seharusnya kamu bahagia, Zia Sayang," ucap Kania sambil merangkul Shazia. Hasil laporan medis Shazia sudah keluar dan Shazia maupun Kania sudah melihat hasilnya. Sebenarnya dokter yang memeriksanya sudah memberitahu kondisi Shazia, hanya saja bukti laporan medis ini memperjelas kondisinya. "Senyum dong, Shazia," gumam Kania, menatap Shazia dengan campur aduk. "Aku senang kok." Shazia berkata dengan nada pelan, menoleh pada Kania sambil menatap sayu pada sahabatnya tersebut, "tapi aku takut. Mas Rayden pernah bilang kalau dia tidak mau punya anak." "Ti-tidak mungk

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status