Share

3. Perjodohan

Author: CacaCici
last update Last Updated: 2025-10-27 01:06:07

Shazia memegang bibirnya sebab tak nyaman, berkedut dan terasa sedikit lebih besar.

Shazia baru bangun. Tidurnya sangat nyenyak tapi entah kenapa bibirnya terasa kebas.

"Bibirku kenapa yah?" gumam Shazia mendekat ke arah cermin untuk memeriksa bibirnya.

Dia bertanya-tanya sendiri, namun karena pada akhirnya tetap tak menemukan jawabannya, Shazia memilih mengabaikan. Dia segera membersihkan diri. Setelah itu, Shazia buru-buru turun ke lantai satu untuk sarapan.

Setelah selesai sarapan Shazia balik lagi ke lantai tiga, buru-buru ke kamar kakaknya. Dia sering menggunakan kamar mandi Rayden karena memiliki bath up yang luas. Namun, karena dia khawatir Rayden tiba-tiba pulang tanpa memberi kabar pada siapapun, Shazia harus segera memindahkan perlengkapan mandinya yang sengaja ia tinggalkan di kamar mandi dalam kamar Rayden.

Ceklek'

Shazia membuka pintu kamar Rayden lalu masuk begitu saja ke dalam. Seseorang yang duduk di balkon, menoleh ke arah kamar–lebih tepatnya ke arah perempuan yang memasuki kamarnya tanpa permisi.

Sosok itu tengah bersantai di balkon kamar, membaca majalah bisnis sambil menikmati secangkir kopi. Mata elangnya menghunus tajam pada seorang gadis nakal yang saat ini berada dalam kamarnya. Dia mengamati gadis itu dari balik tembok kaca transparan yang menjadi pembatas antara kamar dan balkon.

Shazia melangkah cepat masuk ke kamar mandi kakaknya, mengambil segala perlengkapan mandinya yang tertinggal di sana, termasuk pasukan bebek kuning berbahan karet yang selalu menemaninya mandi.

Selesai mengumpulkan barangnya, Shazia beranjak pergi. Akan tetapi, bebek karet mainnya terjatuh lalu dia tak sengaja menginjaknya–kakinya tergelincir dan dia berakhir terjatuh.

Brak'

"Agk." Shazia meringis sakit. Dia mengambil posisi duduk lalu memegang lutut yang lebih dulu terbentur keras ke lantai. "Sakit sekali," keluhnya pelan, memeriksa lututnya yang memar.

Namun, tiba-tiba saja Shazia merasa kalau ada yang memperhatikannya. Bulu kuduk di tengkuk mendadak berdiri, dia merinding. Shazia buru-buru mendongak, menatap ke arah foto yang di panjang di dinding depannya.

Foto tersebut adalah foto Rayden dan dirinya, diambil tujuh tahun lalu dan merupakan hadiah ulang tahun dari Shazia untuk Rayden. Pada foto tersebut, Rayden sedang duduk bossy pada sebuah sofa, lalu di sebelah pria itu ada Shazia yang duduk tegang.

Niat Shazia memberikan hadiah berupa foto tersebut pada Rayden adalah agar hubungan kekeluargaan antara dia dan Rayden semakin erat. Selain itu agar semua orang tahu kalau dia adik kesayangan Rayden. Dia kira Rayden akan memajang foto tersebut di ruang utama, ternyata malah dipajang dalam kamar Rayden sendiri.

"Apa lihat-lihat?!" kesal Shazia pada foto kakaknya yang terasa terus menatapnya secara tajam dan mengintimidasi, "kamu pikir aku takut padamu, Hah? Enggak yah!" galak Shazia kemudian, buru-buru berdiri lalu mengumpulkan semua barang-barang yang terjatuh.

"Dulu dan sekarang itu beda. Sekarang aku sudah besar dan aku tidak takut padamu. Lihat saja, kalau suatu saat kamu pulang ke sini, aku bakalan menendang lututmu!" gerutu Shazia dengan nada marah-marah, berjalan keluar dari kamar kakaknya.

Brak'

Saat keluar dari kamar Rayden, dia sengaja menutup pintu dengan kuat–meluapkan rasa kesal karena terjatuh.

Di sisi lain, sosok yang duduk tenang di balkon tersebut, menarik sudut bibir kanan–membentuk seringai tipis. Dia meraih cangkir kopi lalu menyeruput dengan khidmat.

"Tidak takut, Heh?" gumamnya pelan.

***

"Hah?! Teman kakakmu tidak jadi datang?!" ucap Shazia, di mana saat ini dia sedang dalam kamar, sedang bersantai sambil berbicara dengan sahabatnya lewat panggilan telepon.

Jantung Shazia berdebar kencang karena sahabatnya mengatakan kalau pria yang Shazia sewa untuk pura-pura tidur dengannya ternyata tak bisa datang ke hotel. Lalu pria yang semalam bersamanya siapa?

Tok' tok' tok'

Tiba-tiba pintu kamar Shazia diketuk, Shazia menjauhkan handphone dari daun telinga lalu segera menghampiri pintu.

Ceklek'

"Ada apa, Ibu?" tanya Shazia sopan.

"Nona, Tuan besar–Tuan Alexander Malik dan Tuan Georgie Malik telah datang bersama Tuan Sandi, calon suami Nona. Mohon agar Nona Shazia segera ke bawah," lapor kepala maid dengan nada khawatir dan iba.

"Oh, oke, Bu," jawab Shazia lesu, segera masuk dalam kamar. Dia meraih HP lalu memilih mengakhiri pembicaraan dengan sang sahabat, "sudah dulu yah. Kakek, Paman, dan pria itu sudah datang," ucap Shazia, setelah itu memutuskan sambungan telepon.

Shazia menghela napas panjang, mencoba menenangkan diri sebelum turun ke bawah untuk menemui kakek, paman, dan pria yang dijodohkan dengannya.

Alexander adalah kakek Rayden, kakeknya juga karena dia anak angkat di keluarga ini. Alexander sangat baik dan sangat memanjakannya. Namun, Georgie-- paman-nya tersebut tak menyukainya, dan perjodohan ini Georgie lah yang mengatur.

Meskipun Alexander pemimpin keluarga Malik, akan tetapi Georgie sangat keras dan sulit dibantah.

Shazia segera ke bawah, di mana setelah di sana dia segera menyalam kakek dan pamannya. Lalu dia duduk di sebuah sofa single, wajahnya kaku dan jantung berdebar kencang.

"Pak Sandi, dia adalah Shazia Adena Malik. Dia cantik bukan?" ucap pamannya pada pria yang akan dijodohkan dengan Shazia.

Pria itu senyum mesum pada Shazia, mengamati Shazia dari atas hingga bawah. "Masih sangat muda, tapi aku suka karena dia cantik."

"Hahaha … meskipun muda, saya pastikan Shazia ini perempuan berbakat dan banyak talenta," ujar pamannya sambil tertawa, "Shazia memang hanya anak angkat keluarga Malik, tapi dia dibesarkan sendiri oleh Rayden. Jadi kualitas Shazia tak perlu diragukan lagi, pastinya dia gadis yang menjaga diri."

"Wah, ini menarik." Pria yang dijodohkan dengan Shazia kembali memperlihatkan senyuman penuh arti pada Shazia, "tapi … apa Tuan muda Rayden tak marah bila adik kesayangannya kunikahi?"

"Tentu tidak!" jawab Georgie–pamannya dengan nada santai.

Shazia begitu gugup, tak bisa berkata-kata dan tak berani bersuara. Rasanya dia seperti dilecehkan oleh pria ini di sini, dan yang membuatnya sedih adalah pamannya sama sekali tak memperdulikan seperti apa cara pria ini menatap Shazia.

"Shazia sayang, jika kamu menolak perjodohan ini, Kakek tidak akan meneruskan. Perjodohan ini bisa dibatalkan. Semua ada di tanganmu," ucap Alexander tiba-tiba, kakek Rayden dan Shazia.

"Tidak bisa, Ayah! Shazia sudah seharusnya menikah. Mau sampai kapan Ayah membebani Rayden dengan terus menjaga Shazia. Suatu saat Rayden juga akan punya kehidupan sendiri, dan Shazia bisa menjadi penghalang!" dingin Georgie, langsung melayangkan tatapan penuh intimidasi ke arah Shazia.

Alexander ingin bersuara, akan tetapi tiba-tiba saja seorang maid datang. Maid tersebut membawa sebuah amplop besar berwarna coklat.

"Mohon maaf, Tuan Besar dan Tuan Georgie." Maid tersebut membungkuk pada Georgi dan Alexander, "ada kiriman untuk Nona Shazia."

"Sini, biar kuperiksa," dingin Georgie, merampas kasar map tersebut dari maid. Dia mengusir maid supaya pergi dari sana lalu membuka amplop untuk melihat isinya.

Shazia menggigit bibir atas, menundukkan kepala dengan jantung berdebar kencang dan punggung yang sudah terasa panas. 'Pasti itu foto kiriman … ta-tapi siapa pria yang berpura-pura denganku?' batin Shazia, gugup setengah mati.

Brak'

Georgie tiba-tiba saja menggebrak meja dengan sangat kuat, membuat Shazia terlonjak kaget dan semakin takut.

Ah, tak apa-apa jika semua keluarga Malik marah padanya, terpenting dia lepas dari perjodohan mengerikan ini. Sekalipun keluarga Malik melepas hubungan dengannya, itu tak masalah. Yah, daripada dia harus terikat pada pernikahan yang mengerikan.

"Apa-apaan ini, Shazia?!" amuk Georgie dengan suara menggelegar, dia berdiri dengan tangan terkepal. Foto-foto yang ia dapat dari amplop, telah bercecer di lantai.

Alexander meraih salah satu foto, di mana dalam foto tersebut Shazia tengah berbaring sambil memeluk seorang pria.

"Shazia, kamu tidur dengan Kakakmu sendiri?" ucap Alexander dengan suara pelan dan bergetar.

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (2)
goodnovel comment avatar
CacaCici
Tenang saja, Kak. Rayden kita tak akan tinggal diam ...(⁠≧⁠▽⁠≦⁠)(⁠≧⁠▽⁠≦⁠)
goodnovel comment avatar
Valenka Lamsiam
rayden......mana rayden, ayo selamatkan calon pengantinmu dari amukan paman jahatmu
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Dinikahi CEO Dingin Yang Membesarkanku   92. Perpisahan?

    Sama seperti ayahmu yang sangat ingin melenyapkanku," tambah Rayden, langsung mengayunkan tongkat baseball ke arah kepala Luna. Bug' Rayden senyum cerah saat memukul kepala Luna, sama sekali tak merasa bersalah–malah senang ketika melakukannya. Semua atas rasa dendam yang dipendam olehnya selama bertahun-tahun, dan dia tidak peduli pada yang namanya kemanusiaan. Setelah membunuh Luna, Rayden lanjut membunuh Carmila. Selesai dari sana, dia mendekat ke arah kakeknya. Rayden melepas lakban yang menutup mulut Alexander, menunjukan smirk evil pada pria tua itu sambil duduk tenang di depan Alexander–di sebuah kursi yang bodynya terbuat dari kayu. Rayden kemudian mengeluarkan rokok, di mana dia merokok santai di hadapan Alexander. "Ra-Rayden, a-apa maksudmu melakukan semua i-ini? Ke-kenapa kau membiarkan ke-kegelapan di hatimu menguasaimu, Nak?" ucap Alexander dengan suara serak, menangis melihat cucunya yang sudah seperti iblis. "Kenapa?" Rayden membeo, "coba tanya pada

  • Dinikahi CEO Dingin Yang Membesarkanku   91. Dendam yang Terkumpul

    "Rayden, apa yang kau lakukan, Nak?!" ujar Alexander dengan nada tinggi. Namun, Rayden sama sekali tak peduli. Dia melempar tongkatnya, mengeluarkan pistol dari balik jas kemudian …- Dor' Suara tembakan menggema. Semua orang yang ada di ruangan itu menjerit ketakutan. Carmila dan Luna begitu histeris, menangis dan menjerit melihat Rayden menembak Georgie–di pundak. "Argkkk …." Georgie menjerit sakit, setelah itu tak sadarkan diri–kaget oleh suara tembakan. "Bawa dia ke rumah sakit," titah Rayden pada anak buahnya. "Dia tidak boleh mati!" gumam Rayden pelan, di mana anak buatnya segera membawa Gerogie ke rumah sakit. "Rayden, kau sudah gila?!" bentak Alexander, menatap Rayden dengan mata berkaca-kaca. "Jika kau seperti ini, terpaksa Kakek melawanmu!" ujarnya lagi sambil memberi isyarat supaya anak buahnya mengepung Rayden. Sedangkan Arland dan Jaren, mereka langsung mengerahkan seluruh anak buah yang mereka bawa untuk menahan para anak buah Alexander. Lalu Jaren sendi

  • Dinikahi CEO Dingin Yang Membesarkanku   90. Sebuah Dendam

    Rayden tak mengatakan apa-apa, berjalan dengan menggunakan tongkat di sebelah kiri karena kaki kirinya sedang terluka. Di belakangnya ada Jarren dan seorang pria baru. Dia adalah kepercayaan Rayden di luar negeri, ikut kembali ke negara ini untuk memastikan Rayden dan Jaren baik-baik saja. Hansel sendiri, pria itu pulang ke rumahnya bersama dengan putranya. Mereka tidak ikut ke sini karena kondisi Hansel sama parahnya dengan Rayden. Terakhir kali Rayden bertelponan dengan istrinya–di mana itu adalah pertama kalinya Shazia menghubunginya, sekitar dua minggu lalu. Saat itu Rayden sangat sibuk, karena hari itu bisa dikatakan adalah puncak masalah sekaligus penyelesaian yang ia lakukan. Emosinya dipermainkan, lelah membuatnya gampang marah, tetapi dia tidak bisa berhenti katsja hari itu juga dia harus menyelesaikan seluruh masalahnya. Rayden mengerahkan seluruh kemampuannya, memutar otak untuk menyelesaikan masalah kantor yang sangat parah, dan di waktu yang bersamaan juga harus mena

  • Dinikahi CEO Dingin Yang Membesarkanku   89. Selamat Tinggal

    Hari ini Shazia kembali ke kantor, bukan untuk bekerja akan tetapi melakukan suatu hal. Untungnya tanpa ada yang curiga, Shazia berhasil melakukan hal tersebut–mengambil semua desain miliknya yang akan diluncurkan bulan ini lalu menghapus data yang tertinggal di komputer, tanpa meninggalkan jejak sedikitpun. Setelah itu, Shazia mulai merapikan meja kerja. Namun, dia hanya mengambil barang paling penting agar tak ada yang curiga dengan rencananya. Setelah mengemasi barangnya, saat makan siang, Shazia segera pergi dari kantor. Agar tidak curiga, dia pamit untuk menemui Kania. Bian? Beberapa minggu yang lalu, dia dan ayahnya pergi ke luar negeri untuk menyusul Rayden. Sama seperti Rayden, Bian juga tak ada kabar. Ketika dia di lobi, dia bertemu dengan Evelyn, Luna, dan Georgie. Evelyn terlihat bangga, langsung memasang wajah angkuh pada Shazia, akan tetapi Gerogie pergi begitu saja–enggan menatap Shazia. Aneh! "Wow, mentalmu kuat juga," ucap Luna, bersedekap angkuh sambil m

  • Dinikahi CEO Dingin Yang Membesarkanku   88. Georgie VS Shazia?

    "Yah, Shazia," sahut Evelyn dari tempatnya, sengaja memegang perutnya di hadapan Shazia, "aku sedang hamil anak Tuan Rayden dan Tuan berjanji akan menikahiku setelah urusan Tuan di luar negeri selesai," ucap Evelyn dengan nada manis, akan tetapi menatap angkuh pada Shazia. Kali ini, dia pastikan dialah pemenangnya. Shazia benar-benar akan tersingkirkan olehnya. "Apa buktinya?" tanya Shazia dengan nada lemas, mencoba tetap tegar walaupun hatinya bergetar sakit. Ini seperti mimpi buruk! Dunianya terasa runtuh, gelap, dan hancur. Gilanya, ini terjadi di hari ulang tahunnya. "Ini." Evelyn mengeluarkan bukti laporan medis dan sebuah foto saat dia bersama Rayden. Shazia mengambil catatan medis dan juga foto yang diberikan oleh Evelyn. Hatinya begitu pedih saat melihat foto Rayden dan Evelyn tidur bersama, di mana dalam foto tersebut wajah Rayden begitu tenang dan sedikit pucat–terlihat tidur pulas. Lalu ada Evelyn di sebelahnya yang sedang senyum lebar dan manis. Foto tersebut

  • Dinikahi CEO Dingin Yang Membesarkanku   87. Ulang Tahun yang Berdarah

    Hari ini Shazia pergi ke rumah sakit untuk cek kesehatan. Dia merasa beberapa hari ini, tubuhnya jauh lebih lemah, kurang semangat, seting pusing, dan bahkan tadi pagi dia mual. Awalnya Shazia ingin mengabaikan karena mungkin itu efek dari rindu dan beban pikirannya, di mana beberapa hari ini Rayden tidak lagi menghubunginya. Namun, tadi pagi dia muntah-muntah, pada akhirnya Shazia memutuskan untuk tes kesehatan. "Ih, seharusnya kamu bahagia, Zia Sayang," ucap Kania sambil merangkul Shazia. Hasil laporan medis Shazia sudah keluar dan Shazia maupun Kania sudah melihat hasilnya. Sebenarnya dokter yang memeriksanya sudah memberitahu kondisi Shazia, hanya saja bukti laporan medis ini memperjelas kondisinya. "Senyum dong, Shazia," gumam Kania, menatap Shazia dengan campur aduk. "Aku senang kok." Shazia berkata dengan nada pelan, menoleh pada Kania sambil menatap sayu pada sahabatnya tersebut, "tapi aku takut. Mas Rayden pernah bilang kalau dia tidak mau punya anak." "Ti-tidak mungk

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status