เข้าสู่ระบบSelamat membaca dan semoga suka, MyRe. IG:@deasta18
"Siapa di antara kalian yang namanya Rayden Haitham Malik?" tanya Razia cukup lantang, bersedekap di dada sambil menatap galak pada ke lima pria itu. Namun, tatapannya sedikit menciut saat bersitatap dengan pria paling tampan di sana. Entahlah! Di matanya pria itu paling tampan, tetapi sekaligus menakutkan. "Ada apa?" Rayden akhirnya bersuara. Razia melebarkan mata, sontak memeluk kembarannya lalu kembali berbisik. "Sepertinya Om tampan ini yang namanya Rayden Haitham Malik." "Minta dia pura-pura jadi Papa kita. Atau minta dia supaya mengantar kita keluar dari tempat makan ini." Zaiden balik berbisik. "Kenapa bukan Zai saja?!" "Rara kan Kakak." "Hais. Tapi Rara takut padanya." Di saat Razia dan Zaiden sibuk berbisik-bisik, Jaren dan yang lainnya juga berbisik-bisik. "Mereka sangat mirip dengan Tuan. Jangan-jangan …-" bisik Jaren dengan kalimat menggantung. "Yah, apalagi anak laki-laki itu, sangat mirip sekali pada Tuan," ucap Arland, ikut berkomentar. Hansel s
"Mama bisa marah pada kita, Rara," peringat Zaiden pada kembarannya, di mana saat ini Razia membawanya berkeliling kota. Hari ini mama mereka sedang mempersiapkan toko butik baru mereka, di mana Shazia benar-benar sibuk mengurus segala sesuatu yang dibutuhkan. Selama di desa, Shazia membuka toko butik kecil, sekaligus menjadi penjahit. Di sekitar desa dan kabupaten tersebut, Shazia terkenal karena hasil jahitannya yang selalu bagus dan cantik. Di sana, Shazia punya tiga karyawan. Satu mengantar barang ke ekspedisi, dan dua lainnya membantunya. Kania dan dua anak-anaknya pun selalu ikut membantu. Biasanya anak-anaknya membantu memisah payet sesuai warna, asisten alias suruh-suruhan Shazia, ataupun mengumpulkan kain perca. Sejujurnya Shazia tidak melarat di desa, bisa dikatakan dia sultannya di sana. Sebelum pergi, dia mencairkan seluruh uangnya lalu membuka tabungan baru, atas nama sang sahabat. Gaji Shazia cukup banyak selama di Shine'D dan dia tak pernah menggunakan uang itu,
Shazia menarik napas dalam-dalam lalu mengeluarkannya secara perlahan. Setelah itu, Shazia senyum manis pada putranya. "Papa kan masih harus menyebar kebaikan di seluruh dunia agar Papa bisa lepas dari wujud Buto Ijo-nya. Nanti kalau Papa sudah menyelesaikan tugasnya, menyebar kebaikan, Papa akan pulang kok, Sayang," ucap Shazia dengan nada lembut, sambil mengusap pucuk kepala putranya secara penuh kasih sayang. Sejujurnya Shazia tidak kuat mendengar ucapan putranya. Rindu Papa! Itu benar-benar mengoyak hati Shazia. Namun, dia harus tegar dan harus tetap tersenyum. Jika dia menunjukkan kesedihannya, pasti putranya akan jauh lebih sedih. Atau … Razia-nya juga akan ikut menangis. "Baik, Mama," jawab Zaiden, menganggukkan kepala secara patuh pada sang mama. "Ya sudah, main lagi sama Kakak. Mama mau ke dapur, bantu Tante beres-beres," ucap Shazia pada putranya, dia menurunkan Zaiden dari pangkuannya lalu cepat-cepat pergi dari sana. Sengaja! Karena dia benar-benar tidak kuat
Rayden duduk diam di sebuah single sofa dalam kamarnya. Sudah lama dia sadar, akan tetapi hanya duduk diam sambil memeluk ketiga bebek karet tersebut. Air matanya jatuh, tetapi tak ada suara tangisan dari sana. Wajahnya tetapi dingin, tetapi sorot matanya memancarkan kerinduan yang mendalam. Pantas saja selama 6 tahun ini hidupnya terasa seperti hari yang mendung, ternyata matahari yang selalu menyinarinya tidak bersamanya. Pantas saja hidupnya terasa monokrom, seseorang yang membawa warna untuknya tidak bersamanya. Pantas saja dia selalu merasa sepi, ternyata ramai itu hanya ia rasakan saat bersama perempuan bernama Shazia Adena Malik. Pantas saja 6 tahun ini dia seperti hidup dalam sebuah kesunyian, ternyata dia tak pernah lagi mendengar suara pujaan hatinya. Pantas saja selama ini dia merasa kosong sekalipun dia sibuk bekerja dan kesana kemari, ternyata seseorang yang mengisi hari-harinya tidak di sisinya lagi. Pantas saja dia sering menanyakan siapa pemilik nam
Hampir dua tahun Rayden terapi kaki, dan sudah satu tahun ini Rayden bisa berjalan. Namun, selama satu tahun ini, Hansel dan Jaren berusaha keras mencegah Rayden menemui Shazia di luar negeri, sebab Shazia tak ada di sana. Di sisi lain, mereka mulai mencari keberadaan sang nyonya. Sayangnya karena sudah lama, mereka sulit menemukannya. Terlebih-- mereka curiga kalau Shazia mengganti identitas. "Kenapa kalian diam?" tanya Rayden kembali, menatap ketiga kepercayaannya. Arland kebetulan pulang ke negara ini bersama Bian karena untuk suatu hal. Namun, Bian tak ada di sini, memilih istirahat di rumah ayahnya. "Jangan-jangan selama ini kalian berbohong. Shazia Adena bukan adikku," ucap Rayden kembali. 'Shazia Adena.' Entah kenapa nama itu sangat spesial. Setiap kali Rayden menyebutnya, jantungnya berdebar sangat kencang. Sebuah perasaan manis, rindu, dan bahagia menelusup dalam hatinya. Shazia Adena! Setiap kali dia menyebutnya dalam batin, maka bayangan dia menggendong anak ke
--Enam tahun kemudian-- "Sudah enam tahun berlalu, kenapa Adena belum kembali?" tanya seorang pria tampan dengan ekspresi dingin dan tatapan tajam. Dia mendongak lalu menatap ke arah tiga kepercayaannya. Arland langsung menatap Jaren, sedangkan Jaren langsung menatap ke arah Hansel. "Bukankah seharusnya dia telah menyelesaikan pendidikannya?" ucap pria itu lagi, tak lain adalah Rayden Haitham Malik. Satu tangannya di atas meja, di mana jemarinya mengetuk-ngetuk meja, menambah ketegangan yang ada. Jaren dan Arland kembali menatap ke arah Hansel, sosok yang mereka anggap lebih bijak dan dapat menjawab pertanyaan sang tuan. Sedangkan mereka berdua, mereka takut salah bicara atau keceplosan. Enam tahun yang lalu, Jaren dan Rayden mengalami kecelakaan hebat. Ruth adalah dalang dari kecelakaan tersebut. Setelah Rayden membalaskan dendamnya pada keluarganya sendiri, Ruth yang seharusnya ingin kabur ke luar negeri, mengurungkan niat saat mendengar kematian tragis istri dan putr







