Share

Bos Kampret

Sejak kejadian itu, Embun kerap kali datang ke ruangan Gio. Entah apa maksud pria itu, tapi yang Embun tangkap, Gio selalu bersikap manis padanya ketika ada wanita yang datang ke ruangannya.

Sebenarnya Embun ingin sekali bertanya, tapi ketika dia ingin membuka mulut, suaranya tiba-tiba saja tercekat, hal itu karena wajah Gio yang menurutnya begitu sangar.

Seperti sekarang contohnya, saat ini wanita itu sudah berada di ruangan bosnya, dia tidak sendiri, di ruangan itu ada seorang wanita cantik yang Embun tidak tahu siapa namanya.

'Sebenarnya Pak Gio manggil aku ke sini terus, tujuannya buat apa sih, terus kenapa banyak banget wanita-wanita datang ke sini, apa mereka itu pacar-pacar Pak Gio? Kalau memang iya, wah parah banget tuh dia,' gerutu Embun dalam hati.

"Kamu siapanya Gio? Kenapa kamu ada di ruangan Gio?"

Embun menatap wanita itu sambil tersenyum kikuk. Sepertinya wanita itu kesulitan untuk menjawab.

"Oh, saya--"

"Oh, aku tahu kalau kamu itu office girl. Terus kenapa kamu nggak kerja? Malah duduk santai di situ, kamu nggak takut kalau bos kamu ngelihat?" tanya wanita itu galak.

"I-iya, ini saya juga mau kerja, Mbak," kata Embun, wajahnya mendadak pias ketika mendengar nama Gio disebut-sebut.

"Ehem-ehem!"

Embun dan wanita itu langsung menoleh ke arah sumber suara. Embun langsung cepat-cepat menundukkan kepalanya ketika melihat Gio tengah berdiri di ambang pintu.

"Akhirnya kamu datang juga, Gio." Suara wanita itu yang tadinya galak berubah menjadi lembut.

Wanita itu langsung menghampiri Gio, ketika ingin memegang tangan Gio, Gio segera pergi dari wanita itu. Pria itu menatap Embun cukup lama.

Wanita itu tampak kesal karena Gio selalu melihat ke arah Embun, tiba-tiba saja dia tersenyum licik.

"Gio, kamu tahu nggak, office girl ini tadi bertindak kurang ajar. Bukannya kerja dia malah duduk santai di sofa itu," adu wanita itu dengan suara manjanya.

Kali ini Gio menatap wanita itu, membuat wanita itu salah tingkah.

"Siapa kau?"

"Oh ya, perkenalkan namaku Siska," kata wanita itu sambil mengulurkan tangannya ke arah Gio.

Bukannya membalas uluran tangan tersebut, Gio malah duduk di kursi kebesarannya.

"Biar aku tebak, pasti kamu disuruh mamaku untuk datang ke sini."

Wanita itu diam saja, membuat dugaan Gio semakin kuat.

"Asal kamu tahu, bukan hanya kamu saja yang sudah datang ke sini, dalam seminggu ini mungkin sudah ada puluhan wanita, dan lagi-lagi mamaku yang menyuruhnya. Apa kamu pikir kali ini aku akan luluh? Kamu lihat siapa wanita yang sedang berdiri di sampingku?"

Wanita yang bernama Siska itu menoleh ke arah Embun, tatapannya begitu sinis.

'Pasti dia juga lagi mau ngerayu Gio,' batin wanita itu, tampak kesal.

"Dia office girl, pasti dia udah goda kamu, kan?" tanya wanita itu sinis.

Gio menggeleng. "Kamu salah kalau menganggap dia seperti itu. Oke, baiklah, aku tidak suka berbasa-basi, perkenalkan nama dia Embun. Dia adalah kekasihku."

Mata Embun membelalak. Jelas saja dia terkejut dengan penuturan Gio.

'Apa? Kekasih katanya? Kenapa dia jadi halu gini sih. Hei, Mbak! Jangan percaya sama dia, kalau cuma berdua aja, dia itu nyeremin banget.'

"Oh ya satu lagi, dia sama sekali tidak seperti yang kamu kira. Dia berbeda dari wanita lain. Jika wanita lain berusaha keras menggodaku, dia tidak, itulah yang membuatku tertarik dengannya," jelas pria itu lagi.

"Oh, Ya Tuhan. Kamu jatuh cinta dengan orang rendahan seperti dia?" tanya Siska tak percaya.

Embun mengepalkan tangannya, seandainya saja Gio tidak ada, pastinya dia akan memberikan omelan pada wanita itu.

"Sayang, kamu tidak marah dengan ucapannya barusan? Dia baru aja menghina kamu loh," tanya Gio.

Percayalah, jika wanita lain diperlakukan seperti itu, pastinya akan meleleh, pasti mereka akan berpikir jika sikap Gio benar-benar sungguhan. Sayangnya pemikiran Embun tidak seperti itu, yang ada wanita itu malah bergidik ngeri.

Embun terkejut ketika ditarik paksa oleh Gio, kini wanita itu sudah berada dipangkuan Gio. Wanita itu meringis ketika Gio mencubit pinggangnya.

"Kamu tidak marah?" tanya pria itu dengan suara lembut.

'Haduh, bos kampret! ucapan sama tindakan kenapa jauh banget bedanya,' keluh wanita itu dalam hati.

"Jelas aja marah," cicit Embun.

"Tuh, kamu dengar sendiri, kan? Kekasihku tidak suka kamu berbicara seperti itu. Sebaiknya kamu pergi saja dari sini, aku tidak suka melihat wajah sedihnya," usir Gio.

"Tapi--"

"Kamu nggak tuli, kan?"

Siska mengepalkan tangannya, tanpa berkata-kata wanita itu langsung pergi dari ruangan Gio.

Embun yang melihat pintu sudah tertutup, dia langsung bergegas berdiri sebelum Gio mendorong tubuhnya seperti kemarin.

"Aku nggak suka dengan wanita yang sedang ditindas tapi diam aja," ujar pria itu dingin.

"Bapak bicara dengan saya?"

Gio mendelik tajam. "Menurut kamu? Udah sana keluar!" usir pria itu.

Embun memutar bola matanya malas, selalu saja seperti ini. Dia dibutuhkan ketika ada perlu, kemudian dibuang ketika sudah tidak penting.

"Maaf sebelumnya ya, Pak. Saya mau bertanya boleh?" tanya wanita itu takut-takut.

"Nggak boleh!"

'Waduh, langsung dikasih ulti dong,' keluh wanita itu dalam hati.

"Saya mau tanya kenapa Bapak selalu panggil saya ke sini ketika ada seorang wanita masuk ke ruangan Anda?"

'Halah, bodo amat. Mau nggak diizinkan bertanya tapi memang aku harus menanyakannya. Dia dapat untung, harusnya aku juga dapat dong.'

Gio tak menjawab pertanyaan Embun, pria itu malah sibuk berkutat dengan komputernya.

Sudah lama Embun menunggu jawaban dari Gio, tapi tetap saja Gio tidak mau membuka suara.

'Yaelah, malah dikacangin. Mana kaki pegal karena kelamaan berdiri.' Lagi-lagi Embun mengeluh.

"Pak?" panggil Embun.

"Kamu tidak dengar? Dari tadi aku sudah menyuruhmu untuk pergi, kenapa masih jadi patung di situ?" tanya pria itu sinis.

"Tapi, Pak. Tadi saya bertanya pada Anda loh, kenapa tidak dijawab?"

"Loh, bukannya udah kubilang kalau nggak boleh bertanya? Memang pertanyaan kamu itu penting?"

Embun mengangguk dengan cepat. "Iya, Pak. Ini sangat penting."

"Lebih penting mana, pertanyaanmu atau meeting dengan klien?"

Sial! Embun langsung terdiam. Menurutnya pertanyaan Gio begitu menohoknya.

"Sekarang kamu boleh keluar."

"Tapi--"

"Masih ingin bertanya masalah tidak penting?"

Embun menghela napas panjang, dia menggeleng dengan cepat.

"Nggak, Pak. Kalau begitu saya permisi."

Baru saja Embun membuka pintu, tiba-tiba saja dia dikejutkan seorang wanita paruh baya.

Wanita paruh baya itu menatap Embun dari atas sampai bawah, hal itu jelas saja membuat Embun merasa tak nyaman. Karena tak ingin berlama-lama lagi di tempat itu, akhirnya Embun memutuskan untuk langsung pergi saja tanpa menyapa wanita itu. Menurut Embun, dari tatapannya saja sudah memperlihatkan kalau wanita itu tidak suka padanya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status