Share

Keramas

"Ini beneran pacar kamu?" tanya wanita itu sambil menatap Embun dari atas sampai bawah.

"Ada yang salah?" tanya Gio datar.

Wanita itu tertawa mencemooh. "Pacar kamu cleaning servis? Seriusan? Nggak salah?"

Gio tak menanggapi ucapan wanita itu, tetapi tangannya mencengkram erat pinggang Embun, membuat wanita itu meringis kesakitan.

"Terus kenapa?" Setelah terdiam cukup lama, akhirnya Gio kembali membuka suara.

"Hahahaha." Wanita itu tergelak kencang, "ternyata selera kamu rendahan sekali, coba buka mata kamu lebar-lebar, masih cantikan aku ke mana-mana, masih seksi aku dibandingkan dia, coba kamu lihat tubuhnya itu. Apa kamu sama sekali tidak bisa melihat hal itu, Gio?" tanya wanita itu remeh.

Gio mendesah berat. "Kalau aku sudah cinta sama dia mau bagaimana lagi. Iya, kan, Sayang?" tanya pria itu seraya menoleh ke arah Embun.

Embun hanya bisa meringis pelan ketika Gio mencubit pinggang wanita itu.

'Aduh, ini gimana jawabnya sih, terus kenapa dia cubit-cubit pinggang aku, mana keras lagi, apa dia lagi kasih kode?' batin Embun.

Karena tak mendapat jawaban dari Embun, Gio berdeham cukup keras, kali ini pandangannya kembali ke arah wanita itu.

"Sora, sepertinya wanitaku sudah salah paham. Sebaiknya kamu segera pergi dari sini, aku ingin berduaan dengan wanitaku," usir pria itu dengan suara tegas.

"Kamu bisa pikirkan hal ini baik-baik, Gio. Aku bisa gantikan posisi wanita miskin ini, aku juga rela kasih apapun yang aku punya--"

"Keluar!" bentak Gio, membuat Embun dan wanita itu terkejut bukan main.

'Ya Tuhan, kenapa dia teriak di dekat telingaku sih,' keluh Embun dalam hati.

Sedangkan wanita yang bernama Sora itu mengepalkan tangannya, tak lama kemudian dia langsung pergi dari ruangan itu.

"Kamu juga kenapa masih diam di sini?"

Embun lagi-lagi tersentak, sedang asyik melihat wanita itu keluar, tiba-tiba saja dikejutkan oleh suara Gio.

"Ya, Pak?"

"Kamu juga keluar!" usir pria itu.

'Ya ampun, ganteng-ganteng kok hobinya teriak-teriak sih,' batin Embun.

"Tapi, Pak. Saya belum mengerjakan tugas saya di sini, saya ingin--"

"Aku bilang keluar ya keluar! Apa kamu tuli, hah?"

"Nggak, Pak. Kalau begitu saya pamit undur diri."

Belum sempat Gio menjawab, Embun sudah berlari keluar lebih dulu.

"Gila, gila, gila. Belum ada satu jam di sana, tapi udah bikin jantung deg-degan, kalau tiap hari aku ada di ruangan itu, bisa-bisa mati mendadak karena selalu dengar dia teriak-teriak gitu," gumam wanita itu sambil geleng-geleng kepala.

"Hei, kau!"

'Duh, apa lagi ini.'

Embun langsung mengentikan langkahnya, dia kembali menoleh ke samping, lalu tersenyum manis tapi terkesan dipaksakan.

"Saya, Pak?"

Gio mendengkus sebal. "Memangnya siapa lagi kalau bukan kamu. Cepat sini!" titah pria itu yang tidak bisa dibantah.

'Gini-gini, kan, aku punya nama,' dengkus Embun dalam hati.

Andai saja dia bisa berbicara langsung seperti itu pada Gio, tapi sayangnya dia tidak mempunyai keberanian, menurutnya Gio itu berbeda dengan orang-orang yang selama ini dia temuinya. Galak!

Mau tak mau Embun mendekati pria itu.

"Ada apa ya, Pak?" tanya Embun takut-takut.

"Nama."

"Nama?" ulang Embun dengan kening berkerut.

"Nama kamu!"

Embun manggut-manggut. "Perkenalkan nama saya Embun, Pak. Saya karyawan baru di sini, baru beberapa hari kerja. Jadi--"

"Aku cuma tanya nama kamu," ujar pria itu sinis. "Bawa peralatan bersih-bersih itu dari ruanganku, sekarang!"

***

"Kenapa tuh muka? Jutek banget, pasti gagal ya goda pak Gio," kata Rika pedas.

"Enak aja, emangnya aku itu kamu," ujar Embun telak.

Mendengar cara bicara Embun yang agak ngegas, semakin membuat Rika curiga kalau apa yang dia pikirkan ternyata benar.

"Hahahaha, habis diapain kamu sama Pak Gio? Pasti dicaci maki habis-habisan, kan? Makanya jangan coba-coba goda dia, nggak bakalan mempan, sekalipun kamu nggak pakai baju di depan dia, dia juga nggak bakal tertarik sama kamu."

Perut Embun yang tadinya terasa begitu lapar, tapi ketika mendengar ocehan Rika, semua rasa lapar itu seketika lenyap.

Embun menatap Rika dengan senyum remeh. "Atau jangan-jangan kamu yang seperti itu?" tebaknya, yang ternyata memang benar.

Ketika Rika ingin menjawab, tiba-tiba saja ada yang memanggil Embun begitu nyaring, baik Embun dan Rika langsung menoleh ke arah sumber suara.

"Embun, dipanggil sama Pak Gio," kata wanita itu, Resa namanya, dia tampak begitu ngos-ngosan, sepertinya habis berlari.

"Kenapa?" tanya Embun dengan kening berkerut.

"Nggak tahu juga sih, tiba-tiba aja dia nyuruh aku buat panggil kamu, cepat sana datang ke ruangannya, takutnya nanti dia marah, kalau marah dia bahaya," ujar Resa, tampak ketakutan.

Embun berdecak kesal. "Oke deh, mudahan aja nggak ada apa-apa," gumamnya pelan.

"Hati-hati tuh, palingan juga dapat surat peringatan karena sudah berani merayu Pak Gio," sindir Rika.

Embun hanya bisa geleng-geleng kepala dengan tuduhan tak masuk akal yang Rika berikan.

Tanpa berkata-kata lagi, Embun pergi meninggalkan makanannya itu, berjalan menuju ruangan Gio.

Tepat di depan pintu ruangan Gio, Embun gugup setengah mati, ragu ingin masuk atau tidak.

Setelah menimbang-nimbang jawaban antara iya atau tidak, akhirnya wanita itu memutuskan untuk mengetuk pintu tersebut.

Tok ... tok ... tok ...

"Masuk!"

Dengan tangan gemetar, Embun memegang kenop pintu tersebut, setelah pintu itu terbuka, dia melihat Gio sedang asyik menatap layar komputernya, dan juga Embun melihat ada seorang wanita yang tengah berdiri di samping pria itu.

Embun menelan salivanya dengan kasar ketika melihat penampilan wanita itu tampak acak-acakan.

'Haduh, siapa lagi wanita ini? Dan juga kenapa pakaiannya juga seperti itu, apa yang sudah terjadi?' batin Embun bertanya-tanya.

"Kemarilah!" titah pria itu seraya melambaikan tangannya, memberi kode agar Embun segera mendekat.

Embun pun menurut, dia akhirnya mendekati pria itu dengan pandangan menunduk. Dia sama sekali tidak berani menatap Gio.

"Duduk!"

"Duduk?" Embun terperanjat sambil menoleh ke sana-sini.

'Duduk di mana maksudnya, masa iya di meja?'

"Di sini, dipangkuanku."

Mata Embun membulat. "Tapi, Pak, sa--saya--"

"Kamu ini kenapa sih, kalau nggak ada orang aja suka banget duduk dipangkuanku, giliran ada orang kenapa kamu malah malu-malu?"

Embun tak menjawab, dia hanya bisa garuk-garuk kepalanya yang tidak gatal. Yang lebih mengejutkan lagi, Embun ditarik paksa oleh pria itu agar duduk dipangkuan pria itu.

"Jadi, bilang pada mamaku untuk tidak menjodoh-jodohkan aku dengan wanita-wanita pilihannya, karena sebenarnya aku sudah punya dia, paham?"

Embun tak bisa berkutik sedikit pun, bahkan hanya untuk sekadar bernapas saja dia tampak kesulitan.

"Kamu pacaran dengan office girl?"

"Itu tidak penting, sebaiknya kamu pergi dari sini."

"Oke, baiklah. Aku tidak akan mengganggumu lagi," kata wanita itu pasrah.

'Ah sifatnya beda sekali dengan wanita bar-bar yang tadi,' batin Embun.

Setelah wanita itu pergi, tiba-tiba saja Gio mendorong tubuh Embun, membuat wanita itu memekik nyaring.

"Bisa-bisanya kamu duduk di dekatku dengan kondisi tidak pernah keramas," sentak pria itu sambil berkacak pinggang.

"Maaf, Pak. Saya tidak tahu maksud Anda itu apa, dan masalah keramas, saya selalu keramas, Pak."

"Terus kenapa tadi kamu garuk-garuk kepala? Huh, menyebalkan sekali. Cepat keluar dari sini, jangan lupa keramas. Ingat, K-E-R-A-M-A-S!" tekan Gio dengan mata melotot.

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Herna Wati
ampuuuuun dah.......
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status