"Pagi, Pak," sapa Embun ketika melihat bosnya sudah berada di kantor.
Yang disapa hanya melirik wanita itu sekilas, enggan membalas sapaan dari karyawan itu, dia berjalan acuh."Idih, sombong banget. Mentang-mentang ganteng," cibir Embun.Embun kembali melanjutkan pekerjaannya. Bicara tentang pekerjaan, dia baru saja keterima di perusahaan ini, MH Group, itulah namanya. Perusahaan yang bergerak dalam bidang makanan ringan. Ya, meskipun sebagai office girl, tetap harus dia syukuri mengingat betapa besarnya perusahaan yang saat ini tempat dia mengais rezeki.Sedang fokus mengepel lantai, tiba-tiba dia dikejutkan oleh seseorang wanita yang Embun tak tahu dari mana datangnya.Embun menatap wanita itu dari atas sampai bawah, matanya menatap dengan takjub.'Ih, cantik banget. Bodynya juga seksi, pasti pacarnya pak Gio,' gumam Embun dalam hati.Wanita itu berjalan menuju ruangan Gio, dengan santainya menginjak lantai yang baru saja Embun pel. Jelas lantai itu belum kering, dan lihatlah, lantai itu kembali kotor.Embun menghela napas berat. Nasib menjadi orang kecil memang seperti itu, selalu saja dipandang rendah.Embun pun kembali mengulang mengepel lantai tersebut, dengan mulut komat-kamit tak jelas, yang pasti dia sedang mendumel tentang wanita itu."Aku tarik aja kata-kataku yang tadi, dia sama sekali nggak ada anggun-anggunnya. Cantik sih cantik, tapi etikanya itu loh, minus. Sama aja kayak pak Gio, ah pantas saja mereka serasi. Sama-sama angkuh gitu kok," gerutu Embun."Embun!"Embun memutar bola matanya jengah, yang baru saja memanggilnya adalah teman kerjanya. Bukan teman sih, Embun merasa kalau si Rika itu tidak suka padanya. Entahlah, Embun juga tidak tahu alasannya apa, tapi kalau Embun duga sih, karena lebih cantikan dirinya daripada Rika, makanya wanita itu merasa tersaingi. Ck! Terlalu percaya diri sekali, punya pacar aja nggak.Embun pura-pura tidak mendengarnya, dia lebih fokus mengepel lantai itu."Heh! Dipanggil itu nyahut. Gue sumpahin budek baru tahu rasa," cibir Rika."Kamu panggil aku? Kok aku nggak dengar ya?" kata wanita itu pura-pura."Halah, alasan aja kamu itu. Dari tadi kenapa kamu ngepel di sini-sini aja? Harusnya di bagian ruangan bos kamu juga yang bersih-bersih."Embun mengerutkan keningnya. "Loh, bukannya di bagian ruangan bos itu kamu ya? Sejak kapan jadi aku?" tanya Embun heran."Nggak usah bantah deh! Aku itu senior di sini, jadi jangan macam-macam. Baru aja kerja belum ada sebulan, udah bertingkah aja nih anak," ucap Rika sambil berkacak pinggang.Embun terlalu malas meladeni Rika, wanita itu bisa saja memutar balikkan fakta. Embun yang tidak suka keributan dia hanya mengangguk mengiyakan. Dia berjalan menuju ke ruang bosnya dengan malas.Sebenarnya Embun tahu kenapa Rika tidak mau lagi membersihkan ruangan bos itu, dari desas-desus yang pernah Embun dengar, Rika kerap kali menggoda pak Gio, mulai dari gombalan-gombalan receh, sampai ke tahap yang lebih intim.Nahasnya, Gio bukannya tergoda malah menatap Rika penuh jijik. Bahkan mengancam akan memecat Rika jika wanita itu masih bertindak memalukan di depan pria itu."Hebat banget pak Gio, imannya kuat banget. Kalau laki-laki lain pasti udah langsung disantap tanpa pikir panjang. Ibaratnya kucing dikasih ikan asin, pasti langsung dilahap. Ah, seandainya saja aku punya pacar seperti itu." Ini nih, halunya udah mulai kambuh.***Embun tampak bimbang ketika ingin memasuki ruangan bos itu, dia baru ingat kalau di dalam sana tengah ada wanita cantik. Pikiran wanita itu sudah ke mana-mana, membayangkan apa yang sudah terjadi di dalam sana.Mustahil rasanya jika ada seorang wanita dan pria tengah berduaan tidak melakukan apapun."Mereka kira-kira lagi ngapain ya? Apa lagi bibir ketemu bibir, atau lebih," gumam wanita itu. Membayangkan hal itu membuat Embun geli sendiri."Gio, please. Kali ini aja aku mohon, jangan tolak aku."Samar-samar Embun mendengar suara wanita dari dalam sana, membuat jiwa kekepoannya meronta, dia mendekatkan telinganya di pintu itu."Menjijikkan. Sebaiknya kamu pergi dari sini sebelum satpam yang akan menyeretmu!"Embun bergidik ngeri. Dia baru tahu ternyata Gio sekejam itu."Aku mohon, Gio."Gubrak!"Aduh, kampret," ringis Embun. Saat ini wanita itu jatuh tersungkur. Dia tak menyadari jika Gio dan juga wanita itu tengah menatapnya begitu tajam.Embun berusaha untuk berdiri, ketika dia berdiri dengan tegap dia baru menyadari ada yang salah. Embun menatap sekeliling ruangan itu, matanya terbelalak ketika tatapan Embun dan Gio bertemu.'Mampus aku! Kenapa aku bisa jatuh tepat di pintu itu? Itu pintu juga perasaan tadi ketutup rapat deh, kok aku bisa jatuh?' gumam wanita itu dalam hati sambil menggaruk kepalanya."Pak," sapa Embun sambil mengangguk tanda memberi hormat, tak lupa juga dia berikan cengiran khasnya itu."Ngapain kamu ada di sini?" tanya wanita itu sinis."Sa--saya mau membersihkan ruangan ini, Bu, Pak," katanya tak enak hati."Keluar! Ganggu aja." Suara wanita itu meninggi."Baik." Embun menurut saja, daripada terjadi yang tidak-tidak, lebih baik dia cepat-cepat pergi dari sini."Tunggu!"'Astaga! Apa lagi ini, jangan-jangan Pak Gio marah sama aku. Mampus aku, baru juga kerja di sini, ngerasain gaji aja belum, masa mau dipecat.'"Iya, Pak? Ada yang bisa saya bantu?" tanya Embun."Bersihkan ruangan ini." Suara pria itu kini kembali normal, membuat Embun langsung terpesona.'Aduh, meleleh hati ini. Berikan aku jodoh seperti dia, Tuhan. Yang ganteng, kalau dia tidak berjodoh denganku, asistennya juga nggak apa-apa, Tuhan. Aku mau.'"Kamu dengar apa yang saya katakan barusan?"Embun terlonjak kaget, kehaluannya itu seketika musnah ketika mendengar suara berat Gio."Dengar, Pak. Dengar kok. Kalau begitu saya langsung mulai aja ya, Pak. Abaikan saja saya ada di sini, anggap saja saya tidak ada."Embun menyapu ruangan itu dengan cepat, sesekali matanya melirik pada kedua sejoli itu yang tengah bersitegang.Embun gelagapan karena lagi dan lagi tatapannya bertemu dengan Gio.'Dia kenapa ngeliatin aku terus sih, padahal ada yang lebih cantik di depannya itu.'"Kemarilah," titah Gio sambil melambaikan tangan ke arah Embun."Saya, Pak?""Ya, kamu. Memangnya siapa lagi."Mau tak mau Embun mendekati pria itu."Ada yang bisa saya ban--"Ucapan Embun terpotong karena Gio lebih dulu menarik tangannya dan kini Gio tengah memeluknya dari samping, jelas saja tubuh wanita itu menegang."Aku tahu kalau kamu itu cemburu, kenapa harus berpura-pura sih," ucap pria itu, suaranya membuat Embun seketika merinding."Ma--maksud Anda apa ya, Pak?""Aku tetap cinta sama kamu kok. Beberapa wanita yang berusaha menggodaku, tetap saja hatiku akan memilihmu. Jadi jangan cemburu ya? Kamu cantik deh kalau lagi cemburu."'Wah, nggak waras nih orang. Habis minum obat apa sampai kesambet kayak gini.'Bahagia! Itu adalah gambaran sempurna untuk keluarga Gio.Ya, saat ini mereka tengah dikaruniai seorang putri yang begitu cantik, ditambah lagi saat ini sang istri sedang hamil anak kedua, kandungannya sudah berumur tujuh bulan, yang kabarnya anak itu berjenis kelamin laki-laki.Jelas saja kebahagiaan itu semakin lengkap untuk Gio maupun Embun."Dan pada akhirnya si Cinderella pun bahagia dengan pasangannya."Alea menatap ayahnya dengan raut wajah bingung."Kok ceritanya beda kayak yang diceritakan oleh bunda, Yah?" protes anak itu.Pipi Alea menggembung, membuat Gio gemas, dan pada akhirnya dia mencubit kedua pipi Alea itu dengan pelan."Itu kan versi bunda, kalau versi Ayah ya beda dong. Alea kenapa belum tidur? Ayah udah baca dongeng dari tadi loh.""Masih belum ngantuk, Yah. Biasanya kalau bunda yang bacain dongeng, Alea langsung tidur. Tapi kalau sama Ayah kok nggak ya?" tanya anak itu dengan raut wajah bingungnya.Ya bagaimana Alea bisa mau tidur, Gio saja menceritakannya tidak
Embun menangis begitu kencang ketika mendengar penuturan dari suaminya. Ya, Gio mengatakan bahwa saat ini dirinya tengah hamil.Awalnya wanita itu tidak percaya dengan ucapan Gio, karena dokter sudah memvonisnya akan susah hamil akibat kecelakaan itu.Namun, keraguan itu seketika sirna karena Gio membawa bukti yang diberikan oleh dokter itu, dan langsung Gio memberikannya pada Embun. Dari situlah baru Embu percaya kalau saat ini tengah ada janin di dalam perutnya."Sayang, udah, jangan nangis terus," tegur Gio sambil mengusap-usap punggung wanita itu secara perlahan."Ini benar-benar nggak mungkin, Mas. Bagaimana bisa aku ... hamil? Sedangkan--""Ssstttt." Gio menempelkan jari telunjuknya di bibir wanita itu. "Nggak ada yang nggak mungkin kalau Tuhan sudah berkehendak, Sayang. Ini adalah takdir kita. Tuhan masih memberikan kepercayaannya pada kita untuk merawat bayi ini. Mungkin waktu itu kita masih belum dikasih kepercayaan karena kita masih belum dewasa, kita masih sama-sama egois.
Berkali-kali Gio menciumi telapak tangan Embun. Perasaannya benar-benar campur aduk, tak karuan. Ada rasa khawatir, cemas, emosi dan juga bahagia. Karena perlakuan Gio, membuat Embun dengan perlahan membuka kedua matanya.Kepalanya masih terasa sakit, maka dari itu dia ingin kembali memejamkan matanya, akan tetapi karena ada yang terus menciumi tangannya, pada akhirnya dia mengurungkan niatnya."Mas," panggil wanita itu lirih."Sayang, kamu udah bangun?" tanya pria itu dengan cepat. "Gimana? Apa yang sedang kamu rasakan? Apa ada bagian yang sakit di area tubuhmu?" Pertanyaan beruntun Gio membuat Embun tersenyum tipis.Wanita itu menggeleng pelan. "Nggak ada, Mas. Aku cuma pusing aja, sama lemas juga sih sebenernya," beritahu wanita itu.Embun menatap sekitar, dahinya mengernyit heran karena baru menyadari kalau dia tidak berada di dalam kamarnya, melainkan ruangan yang begitu asing, menurutnya."Kita lagi di mana, Mas?" tanya wanita itu dengan kening berkerut.Gio mendengkus keras. "
Langkah Gio begitu tergesa-gesa. Terlihat begitu jelas raut wajahnya tampak cemas.Tadi, ketika Embun yang menghubunginya, ternyata yang Gio dengar bukan suara istrinya, melainkan suara orang lain, yang lebih parahnya lagi adalah suara seorang pria.Marah? Tentu saja! Siapa yang begitu berani meneleponnya mengunakan nomor istrinya? Bukan itu poin pentingnya, melainkan kenapa ponsel istrinya bisa di tangan orang lain? Terlebih lagi seorang pria."Ha-halo."Mata Gio membulat ketika bukan suara istrinya yang terdengar."Siapa kamu? Kenapa ponsel istriku bisa di tanganmu? Mana istriku?" sentak pria itu cepat."Ma-maaf. Aku akan menjelaskannya nanti--""Kenapa harus nanti? Cepat jelaskan sekarang!" kata Gio dengan suara yang begitu nyaring."Aku akan menjelaskannya nanti, sekarang ada yang lebih penting yang harus kita urus. Ini tentang Embun, dia saat ini pingsan!" Pria yang tak Gio ketahui siapa namanya itu juga ikut berteriak.Gio tersentak, bukan karena bentakan pria itu, akan tetapi d
"Untuk pembangunan di sebelah selatan delapan puluh persen sudah jadi, Pak, sebentar lagi akan rampung," beritahu Rizal.Gio tampak manggut-manggut. "Terima kasih atas laporannya, Rizal. Kamu memang bisa diandalkan. Nggak sia-sia aku kasih kamu kesempatan sekali lagi buat kerja sama aku," ucap pria itu bangga.Rizal tersipu malu. "Anda terlalu banyak memuji, Pak. Saya bisa seperti juga berkat Anda. Terima kasih karena saya sudah dikasih kepercayaan penuh oleh Anda, Pak."Gio kembali mengangguk seraya menepuk pundak Rizal berkali-kali.Dulu, waktu pertama kali Gio mempekerjakan Rizal, Rizal memang sangat payah, tidak mempunyai keahlian ataupun cekatan, tapi berkat kesabaran Gio dan juga ketelatenan pria itu dalam mendidik Rizal, pada akhirnya asistennya pun berubah menjadi semenakjubkan seperti ini. Gio bangga pada Rizal yang mau berjuang dan berusaha. Maka dari itu Gio tidak mungkin melepaskan Rizal begitu saja.Rizal pun demikian. Dia begitu bangga mempunyai bos seperti itu. Mungkin
"Kok lama banget sih datangnya," keluh Dimas ketika melihat Embun sudah datang.Embun mendengkus keras. "Syukur-syukur aku dateng, gitu aja protes," celetuk wanita itu tak terima."Iya, iya. Jangan ngambek gitu dong. Kan jadi makin cantik aja."Embun memutar bola matanya malas, agak jengah juga karena Dimas semakin terang-terangan menunjukkan rasa tertariknya padanya."Mau ngomong apa?" tanya wanita itu to the poin."Eits! Santai dulu dong, ngapain pakai buru-buru segala sih. Aku aja belum pesanin kamu minum. Mau minum apa?"Embun mengibas-ngibaskan tangannya. "Masalahnya aku belum izin sama suami, takutnya nanti dia malah salah paham. Lebih cepat lebih baik, lebih cepat juga aku pulangnya. Jadi kamu mau ngomongin apa?" desak Embun. "Kamu bilang ini tentang masa depan aku, emangnya aku itu kenapa? Apa yang akan terjadi di masa depan?" cerocos wanita itu panjang lebar.Raut wajah Dimas tampak berubah ketika Embun mengatakan tentang suami."Kamu beneran cinta nggak sih sama suami kamu i