Adrian mencoba memelankan langkahnya saat tak sengaja mendengar suara lucu yang tak asing dari sebuah ruangan yang pernah ia masuki.
Tepat saat di depan pintu ruangan tersebut Adrian berhenti diikuti Rama dibelakangnya.
Matanya menyipit, menyusuri sebuah celah yang terbuka di ruangan tersebut.
"Kenapa berhenti bos?"tanya Rama bingung. Ia mencoba mengikuti arah pandang majikannya.
"Hemm pantesan, sikembar ada disini rupanya. Ayo bos kalau gitu kita masuk sekarang, biar gak capek naik turun lift keruanganya si Om" cerocos Rama hendak membuka knop pintu namun dengan segera Adrian mencegah.
"Siapa suruh kamu buka pintu ini? Kita belum tau pasti didalam ada siapa saja, ayo telepon bunda. Tanyakan sikembar dimana" suruhnya menyeret Rama segera menjauh dari ruangan tersebut. Rama pun berdecak, merogoh sakunya dalam dan mengeluarkan alat komunikasi yang tak pernah jauh darinya.
Sembari menunggu Rama menghubungi tante Murni. Ia pun kembali melihat ke
Seminggu kemudian, kondisi Anna sudah membaik bahkan ia pun diperbolehkan untuk pulang. Dan seminggu itu pula, Mario tidak pernah menghubunginya bahkan membalas satu pesan saja pun rasanya Mario sudah tak mampu.Semilir angin disore hari membuat Anna terhanyut dalam dekapan rindu, senja yang selalu menjadi saksi pun kini telah memudar di gantikan dengan sang rembulan yang datang dengan gelapnya.Anna terpaku, melihat ponsel yang masih saja tidak ada notif dari sang kekasih hati."Haruskah aku memudarkan kepercayaan?" Tanyanya dalam hati.Tak lama setelah mengucapkan hal itu, ponsel pun berdering menampakan sesosok nama indah yang selalu ditunggu kabarnya.Dengan semangat, anna segera menggeser tombol berwarna biru itu keatas."Sayang, aku kangen ..." serunya tanpa basa-basi.Mendengar hal itu, Mario tertawa disebrang sana. Ia pun berucap demikian."Bahkan Mas jauh lebih rindu dibanding kamu" selorohnya. Anna terdiam, pipi berse
"Omah, Ratu tadi gak sengaja lihat tante Anna di taman lagi nangis loh. Kok gak ikut makan bareng kita sih?" celoteh Ratu dengan antusias di sela-sela makan malam. Ya malam ini, keluarga Darius tengah berada dikediaman sahabatnya. Siapalagi kalau bukan Dirgantara, sengaja mereka mengundangnya hanya sebagai ucapan syukur mereka karena Anna telah diperbolehkan pulang. Sayangnya, Anna tak bisa berbaur dengan dua keluarga tersebut. Ia lebih memilih untuk berdiam diri di taman, merenungi nasibnya yang entah bakalan seperti apa nantinya. Sungguh, ia tak bisa membayangkan. "Ih, Ratu ngintip. Gak baik loh, kata ayah juga anak kecil gak boleh ikut campur orang dewasa" tegur Raja disampingnya. Kedua mata Ratu menatap tajam. Ia tak suka jika Raja menegurnya di depan banyak orang apalagi didepan orang asing. Sungguh Ratu tak suka. "Abang juga kenapa tegur Ratu didepan banyak orang? Kan kata ayah gak boleh kaya gitu, itu sama saja abang merendahkan Ratu" protesnya Ratu, disimpannya kembali m
Aroma sambal balado dengan di dampingi beberapa lalapan begitu menggiurkan lidah. Adrian menghirup dalam aroma sambal balado yang sudah tersaji di meja makan tersebut. seketika cacing-cacing diperutnya memberontak, menginginkan untuk segera diberi makan namun melihat Anna yang tengah mencuci tangan tak jauh dari tempatnya membuat Adrian terpaksa menunda makannya. Suasana canggung menyelimuti keduanya, tak ada percakapan sama sekali yang terlontar dari mulut Adrian atau pun Anna. Mereka malah sama-sama kebingungan hendak mengambil makanan apa sementara lauk-pauk yang tersaji masih begitu tersisa banyak di meja. Anna menelan salivanya susah payah saat tiba-tiba tangannya tak sengaja menyentuh tangan Adrian yang sudah terulur duluan hendak mengambil ayam. "Astagfirullah," buru-buru Adrian menarik tangannya menjauh dari Anna dengar beberapa kali mengucapkan istigfar. Melihat reaksi Adrian yang menurut Anna begitu berlebihan, menjadikan dirinya merasa tersinggung. Anna pikir reaksi A
Untuk anak apa sih yang enggak? Orangtua mana pun pasti akan mengabulkan permintaan anaknya jika mereka mampu. Selagi itu baik kenapa tidak? Yang paling penting anak senang. ***Adzan subuh sudah berkumandang sejak setengah jam yang lalu, gelapnya malam rupanya perlahan tergantikan dengan mentari pagi. Adrian serta si kembar pun rupanya sudah kembali kerumah Murni. Pagi ini, terlihat Adrian tengah menikmati udara segar dihalaman rumah Murni dengan ditemani secangkir kopi sementara kedua anaknya sedang bersiap memakai kaos olahraga menunggu Darius untuk melakukan olahraga bersama. "Gak ngantor, Ian?" Darius bertanya menghampiri dengan kedua tangannya yang masing-masing menggandeng tangan si kembar. Adrian mendongak, secangkir kopi yang hendak ia minum kembali diletakannya di meja. "Libur Om, hari ini Rian mau istirahat dulu. Kan weekend, masa iya terus-terusan kerja. Ian kan bukan robot," jawabnya Rian dengan cengengesan. Darius mengangguk paham, lalu kembali meneruskan jalanny
Untuk orang yang masih hidup dengan masalalu itu rasanya akan sulit untuk membuka hati, menerima orang baru dalam hidupnya. Sebagian orang memilih untuk hidup berdampingan dengan massa lalu bukan karena ia trauma melainkan ada kenangan yang mendalam tercipta dan sulit untuk dilupakan. ***Adrian menatap menu makan siang dimeja dengan tak berselera, jika ia tau paginya akan terasa menyedihkan lebih baik ia memilih untuk berkutat dengan pekerjaan saja di kantor namun lagi-lagi niatnya ingin qulity team dengan si kembar membuat ia terpaksa mengambil libur seperti karyawannya yang lain. Tangan Adrian mulai memainkan sendok dengan menatap makanan tak berselera seolah makanan yang disajikan bundanya itu tidak berarti apa-apa untuknya. Jenuh dengan tingkahnya sendiri membuatnya terpaksa mengeluarkan ponsel dari saku celananya, beberapa detik kemudian ia sudah mulai disibukan dengan puluhan email yang masuk untuk ia periksa segera."Ekhem, kamu kalau mau main ponsel jangan disini. Ini temp
Ajeng geleng-geleng kepala merasa begitu heran dengan putrinya sendiri, yang bagaimana ngototnya Anna yang ingin pergi ke mall untuk sekedar melepas kejenuhan sore ini. Seharus Anna masih beristirahat total dirumah, tapi gadis itu malah memohon padanya dan Dirgantara untuk mengizinkan dirinya pergi ke pusat perbelanjaan paling mewah di kota tersebut. Ketika Dirgantara menyakan alasannya, Anna menjawab dengan simple. Jika berbelanja merupakan hobinya untuk menyegarkan otak. "Ayah temanin ya, masa iya sendirian kan masih sakit"Dirgantara berusaha berkali-kali menawarkan diri tetapi Anna begitu kekeuh untuk pergi sendiri tanpa mereka. "Bagaimana dengan ibumu?" Anna masih kekeh menggeleng, dipakainya jaket rajut berwana coklat itu dengan santai, rambutnya sengaja ia ikat asal dengan memakai topi hitam sebagai aksesorisnya. "Ayah, kalian jangan khawatir aku disana juga tidak akan berbelanja banyak. Hanya membeli note book dan beberapa novel untuk mengisi rak koleksiku. Habis itu aku
"Aaaa... " Kali ini setelah Raja dan Ratu berbelanja buku cerita, Adrian mengintrupsi Rama agar segera mengajak kedua anaknya untuk pulang sekaligus mengantarkan Anna kerumahnya. Sontak si kembar antusias setuju, tidak berprotes seperti dulu. Mungkin karena ada Anna yang akan mereka antarkan pulang jadinya kedua anak itu manut-manut saja dan meminta untuk bermain beberapa mainan di mall tersebut. Dan disinilah Anna, di mobil milik Adrian dengan diapit si kembar yang dari tadi meminta Anna untuk menyuapi si kembar dengan burger yang mereka beli tadi. "Ammm... " senangnya Ratu menerima satu suapan roti burger itu dari tangan Anna. "Sayang, pelan-pelan makannya. Biar gak tersedak nanti," Anna memperingati Raja yang baru saja mengunyah makanannya dengan terburu-buru. Ia mengelap sudut bibir Raja yang belepotan terkena saos. Raja begitu sangat lahap memakan roti burger tersebut dari tangan Anna, ia seolah baru menemukan kenikmatan yang paling ajaib dari tangan Anna, biasanya rasanya
Sesiang ini Anna masih saja bergulum dengan selimut tebalnya, merasakan kesakitan sejak subuh tadi yang tak kunjung menghilang. Meski obat yang selama ini mendampinginya selalu diminumnya dengan teratur. "Argh... " Anna meringis, merasakan kesakitan yang semakin menjadi. Kedua matanya tak berhenti menangis, meski dalam diam. Kedua tangannya meremas bagian perutnya yang terasa nyeri. "Ya allah, tolong hentikan. Cukup sudah penderitaan ini, aku tidak ingin menyusahkan kedua orangtuaku lagi" hati Anna berteriak, ia berusaha menyimpan kesakitannya sendirian. Ia tak mau kembali melihat wajah ayah dan ibunya dirundung sendu dan alasan terbesarnya ia tak mau jika dokter pribadinya menyuruh ia untuk segera mengangkat rahimnya, sungguh ia tidak mau itu terjadi padanya.Ditengah isak tangisnya, dengan tubuh mungil yang meringkuk diselimuti badcover tebal itu Anna berusaha untuk tetap baik-baik saja meski sakit diperutnya semakin menjadi lebih dari biasanya.Tik... Tuk... Suara derap langk