Kemeriahan pesta pernikahan Sena dan Kanya yang digelar begitu mewah telah berakhir. Akhirnya mereka bisa istirahat selepas habis-habisan mencurahkan segenap energi untuk bersandiwara sepanjang hari.
Mengabaikan perasaan masing-masing, keduanya sepakat bahwa pernikahan bisnis membutuhkan profesionalitas. Oleh karenanya, Sena dan Kanya berusaha terlihat seperti pasangan pengantin baru pada umumnya.
Tak masalah meski kelihatan sama-sama canggung, orang-orang justru memandang gemas. Mereka menganggap sejoli itu cuma masih malu-malu, efek menikah karena dijodohkan.
“Malam pertama yang mengesankan,” ucap Kanya sambil membaringkan tubuhnya di kasur bertabur kelopak bunga mawar.
Malam semakin larut dan suasana kamar pengantin terasa sangat sunyi. Semua lampu sengaja dibiarkan tetap menyala karena tidur sendirian dalam kegelapan tidak akan pernah menjadi pilihan Kanya.
Ironis. Pada malam pertama di hari pernikahannya, Kanya sendirian menempati kamar termewah dari salah satu hotel bintang lima milik Pandega Group, perusahaan besar yang dikelola keluarga suaminya.
Di mana Sena? Entah. Kanya tidak tahu dan tidak mau tahu.
'Setelah ini pun, mari tidur di kamar terpisah.'
Kalimat yang diucapkan Sena sebelum meninggalkan kamar lagi-lagi terlintas begitu saja di benak Kanya.
“Sialan! Pernikahan macam apa ini? Sena sialan! Apanya yang suami bertanggung jawab? Suami sialan!”
Kanya menghela napas lagi. Entah sudah berapa kali dia melakukannya sepanjang hari ini. Belum ada 24 jam menikah, kehidupannya sudah terasa semakin berat dan sangat melelahkan.
Kanya memejamkan mata. Gadis itu berharap bisa segera tidur, tetapi hasilnya nihil setelah beberapa menit berlalu.
Memandang langit-langit kamar dengan tatapan kosong, Kanya pasrah ketika mendapati dirinya tiba-tiba kembali merasa hampa.
Dengan tubuh yang meringkuk di ranjang, Kanya akhirnya gagal membendung air mata. Perempuan itu menangis sejadi-jadinya seraya memeluk dirinya sendiri.
“Kalau sama Mas Arga, pasti nggak begini jadinya ….”
***
Tiga tahun berlalu, Kanya dan Sena semakin jago bersandiwara di depan semua orang. Pasangan ini tidak pernah gagal membuat iri banyak orang dengan kemesraan yang seolah tak ada habisnya.
Sena dikenal sebagai pria yang amat meratukan istri tercinta. Aksi romantis hari ini adalah salah satu buktinya.
Pada momen peluncuran buku terbaru karya sang istri, Sena memang datang terlambat. Biarpun demikian, kehadirannya di penghujung acara sukses mencuri atensi semua hadirin.
Bagaimana tidak? Sena berjalan memasuki area acara dengan membawa buket bunga yang ukurannya terbilang jumbo, setidaknya cukup besar untuk menutup separuh tubuh Sena saat berjalan menghampiri Kanya.
Meski sibuk dengan sesi fansign, Kanya sebenarnya menyadari keriuhan yang ada. Namun, dia memilih tetap fokus pada orang-orang yang berbaris antre untuk mendapatkan tanda tangannya pada buku yang mereka beli.
Siapa sangka Sena ikut mengantre, menjadi orang terakhir yang mestinya meminta tanda tangan sang penulis. Hanya saja, alih-alih menyodorkan buku, Sena menyerahkan buket bunga mawar putih yang jumlahnya tak kurang dari 100 tangkai.
“Mas Sena ngapain, sih? Iseng banget,” ucap Kanya sambil menutupi wajahnya yang tampak memerah dengan buket bunga pemberian Sena.
Sena tersenyum melihat Kanya tersipu malu, lalu tanpa sadar mengelus kepala Kanya untuk menyalurkan rasa gemasnya. Seakan belum puas membikin banyak orang jejeritan heboh, Sena membungkukkan badannya agar bisa membisikkan sesuatu di telinga Kanya.
“Maaf, saya belum beli bukunya. Boleh minta tanda tangan di tempat lain?” kata Sena sembari perlahan menuntun istrinya menurunkan buket bunga yang masih dijadikan tameng oleh Kanya.
Sambil memegang pipi kirinya dengan jari telunjuk, Sena berkata. “Di sini, boleh?"
Kanya mulanya pura-pura tidak paham dengan maksud Sena. Namun, begitu Sena mengulang permintaannya dengan gerakan serupa, Kanya buru-buru mengecup sang suami.
Sontak saja kehebohan yang ada semakin menjadi. Banyak orang histeris sendiri, tak sedikit pula yang merasa beruntung karena bisa mengabadikan momen tersebut dengan kamera mereka untuk segera diunggah di media sosial.
Kanya dan Sena memang couple goals yang terkenal seantero negeri. Bermula dari viralnya acara pernikahan mewah yang menghadirkan kepala negara sebagai saksi, orang-orang dibuat jatuh hati dengan kisah cinta Kanya dan Sena yang disebut-sebut seindah romansa fiksi.
Sena sang cucu konglomerat dijodohkan dengan Kanya yang juga berasal dari keluarga terpandang di Yogyakarta. Perjodohan bisnis yang berakhir bahagia karena Sena dan Kanya pada akhirnya benar-benar saling jatuh cinta.
Pasangan ini selalu tampak romantis dan harmonis dalam setiap kesempatan. Ironisnya, siapa sangka semua kemesraan itu hanyalah pura-pura.
Saat tak ada siapa pun yang melihat, pasutri ini bersikap dingin satu sama lain. Mereka hanya bicara seperlunya, bahkan tidak pernah tidur sekamar sejak awal menikah.
“Bawa bunga aja udah cukup. Kenapa ditambah minta cium?” tanya Kanya begitu keduanya duduk di dalam mobil.
“Biar lebih romantis,” jawab Sena sambil mengenakan sabuk pengaman tanpa sedikit pun tertarik memandang istrinya.
Seusai acara peluncuran buku, Kanya pamit pulang bersama Sena. Tentu saja keduanya terlihat sangat romantis saat berpamitan. Mereka jalan sambil bergandengan tangan dengan senyuman yang terus mengembang.
Namun, begitu pintu mobil ditutup, senyuman Kanya maupun Sena seketika hilang entah ke mana. Keduanya bahkan hampir bersamaan menghela napas berat, sama-sama lega karena akhirnya bisa berhenti pura-pura mesra.
“Bedah buku minggu depan di Jakarta, mau minta apa?” tanya Sena sembari fokus menyetir.
Kanya tersenyum mendengar Sena mengucapkan tiga kata favoritnya. Mau minta apa? Persetan dengan cinta. Asalkan bisa mendapatkan apa pun yang dia inginkan, termasuk merealisasikan imajinasi yang kerap muncul begitu saja di kepalanya, Kanya bisa bertahan dalam pernikahan aneh ini.
“Aku bisa minta apa pun, kan?” Kanya balik bertanya, senyumnya melebar karena membayangkan sebuah skenario dramatis.
“Iya, apa pun, kecuali …”
“Iya, aku paham,” potong Kanya. “Soal itu, nggak perlu diulang setiap kali Mas berniat meladeni aku yang banyak maunya ini.”
Kanya akan selalu ingat satu hal yang tak boleh dia minta dari suaminya. Dia tidak pernah lupa kata-kata sialan yang diucapkan Sena pada hari pernikahan mereka.
'Aku bisa memberikan semuanya, kecuali cinta …'
Kanya menatap langit-langit kamar dengan napas terengah. Tubuhnya terasa lemas, tetapi jujur dia menyukai sensasi nikmat yang masih tersisa di dalam dirinya.“Sayang, sup ayamnya pasti udah dingin.”Sena berujar lembut sambil melingkarkan tangannya di pinggang Kanya. Tersenyum seraya memejamkan mata sejenak, Sena merengkuh kembali tubuh sang istri yang tentu saja juga tanpa busana seperti dirinya.Bercinta di pagi hari sungguh menyenangkan. Sena yakin Kanya pun sependapat dengannya, terlebih karena percumbuan panas mereka barusan berawal dari rayuan kecil Kanya di dapur tadi.“Mas tadi masak nasi juga, kan? Pengen makan sup ayam pakai nasi yang banyak,” ucap Kanya dengan suara yang agak serak. “Laper banget, Mas.”“Lapar? Kamu, kan, habis makan aku, hidangan pembukamu,” balas Sena yang kemudian terkekeh pelan, geli sendiri dengan ucapan nakalnya itu.Kanya jadi ikut tertawa karenanya. “Lagian Mas Sena kenapa gampang banget dipancing, sih?”“Tergantung siapa yang mancing, Sayang. Nggak
Royal Pandega memiliki galeri seni yang terkenal seantero negeri. Banyak karya seni rupa dan kriya dari seniman ternama yang dipajang secara apik sehingga selalu berhasil mencuri atensi para tamu.Di antara sederet lukisan dan karya seni kontemporer lain yang saat ini ditampilkan, Haris paling tertarik dengan sebuah instalasi berbentuk pohon meranggas yang diklaim terbuat dari perak.Alih-alih daun artifisial, setiap dahan dan rantingnya dihiasi aneka kerajinan perak yang diproduksi Gayatri Silver. Sungguh sebuah upaya promosi yang cukup berhasil menarik perhatian orang-orang gemar belanja pernak-pernik artistik dan etnik.“Lihat perak-perak begini, rasanya jadi pengen cepet-cepet ketemu orangtuanya Kanya lagi.”Meski sudah cukup lama berdiri sendiri di sana, Haris belum bosan memandangi karya seni persembahan perusahaan keluarganya Kanya itu. Beberapa saat kemudian, langkah mantap seorang pria terdengar menggema pelan di galeri. Orang itu menghampiri Haris yang belum juga beranjak d
“Haris ternyata check-in di Royal Pandega tadi malam. Udah dapat info detailnya?”Sena mengangguk, padahal Zidan tak mungkin melihat gerakannya karena mereka hanya bertelepon biasa, bukan panggilan video.“Waktu check-in, nomor kamar, siapa yang mendampingi, bahkan menu sarapan yang dia makan pagi ini, aku tahu semua,” ungkap Sena santai.Zidan menelepon Sena tak lama setelah dia sampai di hotel tempatnya bekerja. Lantaran kondisi rumah tangga sahabatnya itu tampak tidak baik-baik saja semalam, Zidan cuma ingin memastikan bahwa Sena tetap waspada.Kemunculan Haris semalam tengah menjadi bahasan hangat dalam grup obrolan general manager yang mengelola hotel-hotel di bawah naungan Pandega Group. Mereka bertanya-tanya, mengapa seorang Haris Laksmana tiba-tiba menginap di Royal Pandega?Ada hotel bintang lima lain yang kelolanya jelas di bawah naungan Ganesh Corp. Namun, mengapa Haris malah memilih hotel milik Pandega Group? Rasanya bukan seperti kedatangan tamu kehormatan, tetapi justru
“Mas Arga kenapa pilih kasih banget, ya?”Sena bertanya dengan nada merajuk, bikin Kanya mengernyit bingung. “Pilih kasih gimana, deh, maksudnya?” Sena tersenyum lantaran teringat kecemburuannya terhadap Kanya di masa kanak-kanak mereka. Setiap perhatian yang dicurahkan Arga pada Kanya selalu membuatnya kesal.Si kecil Sena sungguh tidak mengerti, kenapa Kanya harus merebut Arga darinya? Bukankah Kanya juga punya kakak laki-laki? Kenapa Kanya tidak bermain dengan kakaknya sendiri saja?Siapa sangka kecemburuan serupa kembali Sena rasakan sekarang. Dia iri luar biasa saat mengetahui bahwa mendiang kakaknya bersedia mampir ke mimpi Kanya.“Kenapa Mas Arga cuma datang ke mimpimu? Kenapa dia nggak muncul di mimpiku juga? Padahal aku ini adik dia satu-satunya, tapi dia selalu lebih perhatian sama kamu.”Sambil kembali coba melepaskan diri dari pelukan Sena, Kanya menengadah, memandang wajah sang suami yang langsung menunjukkan ekspresi cemberut padanya.“Mas Sena beneran cemburu?” Saat
Pelupuk mata Kanya terasa basah saat ia terbangun dari tidurnya. Air mata yang membasahi pipinya dalam mimpi ternyata tidak lantas sirna begitu dirinya terjaga.Mimpi yang baru saja Kanya alami meninggalkan jejak getir yang menyesakkan dada. Sambil mengerjap pelan, Kanya pun menarik napas dalam-dalam, berusaha meredakan sesak yang masih tersisa di hatinya.Kanya ingin menyeka air matanya juga. Namun, saat itulah dia baru menyadari bahwa jemarinya tertawan genggaman hangat Sena. Pria itu tertidur dalam posisi duduk di samping ranjang. Tangan kirinya dijadikan bantal, sementara yang kanan bertahan menggenggam milik Kanya.‘Sejak kapan Mas Sena di sini?’Kanya bertanya-tanya dalam hati. Mengapa Sena ada di kamarnya? Bukannya malam ini mereka sepakat tidur terpisah? Mungkinkah tanpa sadar dia telah melakukan sesuatu yang membuat Sena khawatir?Tanpa memutus perhatian pada suaminya, Kanya bergerak perlahan. Dia yang mulanya terlentang kini jadi berbaring menyamping.Kanya hampir lupa meng
‘Ini pasti mimpi …’Rasanya sudah lama sekali sejak Arga muncul dalam mimpi Kanya. Oleh karena itu, meski entah bagaimana dirinya sadar bahwa ini hanyalah bunga tidur, Kanya dengan senang hati menyambut kehadiran sosok yang dirindukan.Duduk di bangku yang terbuat dari awan bersama Kanya, tubuh Arga tampak bercahaya dengan busana serba putih. Wajahnya tampan seperti yang selalu ada dalam ingatan Kanya. Senyumannya pun manis dan menenangkan. Sungguh pemandangan indah yang membuat hati Kanya terasa damai.“Mas Arga tahu apa yang terjadi hari ini, ya?”Kanya sedikit terhenyak. Perempuan ini mengira suaranya tak bakal keluar, tetapi ternyata ia bisa bicara tanpa terhalang rasa tercekat di tenggorokan.Kanya jadi ingin serakah, berharap sosok Arga yang mendatanginya ini bisa berbicara juga. Namun, harapannya seketika pupus begitu Arga cuma menanggapi omongannya dengan menganggukkan kepala.“Mas Arga apa kabar? Baik?”Ditanya kabar, Arga mengangguk lagi. Tentu saja dengan senyuman yang tida