"Mas, boleh gak aku ke makam mas Riko," aku bertanya usai kami menghabiskan sarapan.
"Tidak, tidak sekarang," jawab pria itu datar.
"Kenapa mas, aku ingin melihat makam mas Riko sekali saja mas." aku mencoba memaksakan kehendak.
"Sekarang ini kamu istriku, kalau aku bilang tidak maka kamu tidak boleh pergi kemanapun," mas Arsen berkata setengah berteriak dan pergi meninggalkanku sendirian di meja makan.
Air mataku jatuh tanpa bisa dibendung, aku harus bagaimana menghadapi semua ini. Aku binggung dengan keadaan ini, aku berharap setidaknya dia mengijinkan ku untuk pergi ke makam mas Riko setelah itu akan berusaha menjadi istri yang baik untuknya.
"Sabar yaa non, tiba-tiba bik Sumi sudah ada di belakangku. " Ayo ikut bibi aja lihat tanaman bunga di samping rumah, siapa tahu bisa menghilangkan sedih di hati non Vira."
Tanpa banyak berpikir akhirnya aku mengikuti bik Sumi, setidaknya disini ada yang peduli dengan diriku saat ini. Benar, lebih baik aku pergi ke kebun bunga daripada aku harus pergi ke kamar pria galak itu.
Kebun di samping rumah ini banyak bunga-bunga yang indah, ada mawar, melati sedap malam dan bunga-bunga yang mengeluarkan aroma wangi lainnya. Bi Sumi terlihat sibuk hendak menyiram bunga.
"Sini bi, biar Vira saja yang menyiram,"
"Gak usah non, non Vira duduk saja di situ biar bibi yang menyiramnya."
"Trus ngapain bibi ajak aku kesini jika tidak boleh ngapa-ngapain?" aku pura-pura ngambek. Akhir bi Sumi mengalah dan memberikan selang air padaku.
BI, kenapa suasana rumah sepi sekali? Alana juga tidak ada?" aku bertanya sambil menunggu bi Sumi menyiapkan selang untuk menyimpan.
"Setelah acara pemakaman den Riko, nyonya ngamuk non. Semua orang diusir dari rumah, bahkan non Alana juga diusir dan tidak di ijinkan masuk kerumah karena non Alana juga mendukung pernikahan mas Riko. Karangan bunga ucapan belasungkawa juga di obark-abrik sama nyonya, beliau seperti jadi orang lain non," bi Sumi terdiam sesaat.
"Akhirnya upacara kirim doapun tuan minta dipindahkan ke masjid yang terletak di ujung kompleks sini non. Itupun bibi yang mengurus semuanya, karena tuan sibuk menenangkan nyonya yang kalap. Makanya semalam saat non Vira dan den Arsen sampai suasananya sudah sepi dan tidak ada siapapun," bi Sumi mengakhiri ceritanya dan memberikan selang air padaku.
"Hatiku makin sedih mendengar cerita bi Sumi, apa benar semua ini terjadi karena aku?" bisikku dalam hati.
Aku menarik nafas dalam-dalam dan menghembuskan kembali, segera ku alihkan perhatianku pada bunga-bunga di depanku.
"Hai bunga, selamat pagi cepatlah berbunga aku ingin melihat kalian mengeluarkan kelopak bunga yang indah," aku berkata sambil menyirami bunga tersebut.
Setelah selesai menyimpan bunga-bunga itu aku membereskan selang dan mengedarkan pandangan ke sekeliling rumah. Rumah ini cukup mewah dan besar, dikelilingi oleh tembok dan gerbang yang tinggi. Halaman depan rumah dibiarkan tanpa ada apapun untuk memudahkan mobil masuk, dan di samping rumah tempatku berdiri saat ini ditumbuhi berbagai bunga yang menyejukkan pandangan.
Pandanganku berpindah ke lantai dua, diatas sana ada balkon yang terhubung dengan kamar kami, saat aku menatap ke balkon terlihat sosok laki-laki yang dingin itu sedang berdiri menatap ke arahku. Apa dia sedang memperhatikan ku? Ah! mana mungkin. Segera aku pergi masuk kerumah tanpa memperhatikan dia lagi.
Aku masuk kedalam dan pergi ke dapur untuk minum, kemana bi Sumi, aku tidak menemukan dia didapur.
"Non, disuruh mas Arsen ke kamar," ucap bi Sumi yang tau-tau sudah ada di belakangku.
"Oh iya bi, terima kasih ya," bergegas aku ke kamar memenuhi panggilan mas Arsen. Ku ketuk pintu sebelum masuk kedalam, aku tidak mau terjadi adegan masuk kamar dalam keadaan dia bertelanjang dada. Bagus jika seperti dalam adegan novel yang biasa aku baca, masuk kamar suaminya bertelanjang dada trus terjadi adegan romantis. Tapi yang aku bayangkan jika itu terjadi padaku, suamiku ini akan marah dan berteriak padaku seperti tadi.
Setelah aku mengetuk pintu dan menunggu beberapa saat, aku segera membukanya. Terlihat mas Arsen sedang memindahkan pakaiannya ke sisi lemari sebelah kanan.
"Masukkan pakaianmu kesini," dia menunjukkan sisi lemari sebelah kiri. "Papa tidak mau kita tidur terpisah, jadi malam ini aku akan tidur di sini," dia melanjutkan ucapannya
"Kita akan tidur satu ranjang, tidak ada drama yang satu tidur di atas yang lainnya tidur di lantai atau sofa," mas Arsen berkata lagi.
Aku hanya diam menatapnya, "kenapa laki-laki satu ini demen memerintahkan dan berbicara tegas sih, apa dia tidak bisa berkata lembut pada perempuan?" batinku.
"Kenapa tidak menjawab, setidaknya bilang tidak atau iya jangan diam saja," mas Arsen berkata sambil menatapku tajam.
Air mataku lolos satu persatu, aku sudah tidak tahan lagi.
"Apa mas Arsen tidak bisa bersikap ramah padaku?" aku berkata dengan bibir bergetar. "Mama sekarang membenciku, mas Arsen tidak pernah ramah denganku. Bukan hanya kalian yang kehilangan, aku juga kehilangan orang yang aku sayangi. Aku juga butuh dihibur untuk mengurangi kesedihanku," aku berkata sambil menangis terisak-isak.
"Tidak ada yang menyayangiku disini, lebih baik aku pergi," aku berkata sambil membalikkan badan menuju ke pintu.
Saat tanganku hendak meraih handle pintu tiba-tiba mas Arsen memelukku dari belakang. "Maaf," sebuah kata terucap dari mulutnya.
Aku diam terpaku, tidak menduga reaksinya akan seperti ini. Ada kehangatan dalam pelukannya.
POV ARSEN____________Musibah yang menimpa keluarga kami sungguh diluar dugaan, harus hari ini adalah hari yang berbahagia buat adiku Riko. Dia akan menikah dengan wanita yang dia cintai, tapi kecelakaan itu merenggut nyawanya ditempat itu juga."Arsen pergilah ke tempat pernikahan, kamu harus mengantikan adikmu menikahi Elvira. Meskipun kita tengah bersedih tapi kita tidak boleh mengacaukan acara pernikahan ini. Papa masih punya anak laki-laki yaitu kamu, pergi sekarang juga," titah papa kepadaku.Dengan berat hati akhirnya aku pergi hanya dengan seorang sopir ke acara pernikahan itu, aku ceritakan semuanya termasuk perintah papa. Tanpa banyak diskusi akhirnya aku mengantikan adikku menikahi wanita itu.Di malam hari setelah kami sampai dirumah aku meninggalkannya seorang diri di kamarku, aku pun tidak tahu apa yang harus aku lakukan kepadanya dan pilihan itu aku rasa yang terbaik. Kami semua dalam
Mas Arsen mengajakku ke makam mas Riko, apa aku tidak salah dengar. Tadi pagi dia melarang dengan marah-marah sekarang mengajak kesana. Ah bodo amat, yang penting dia mau mengantarkan aku kesana.Setelah mas Arsen keluar aku segera mengganti baju dengan baju berwarna gelap, ku pilih rok panjang berwarna hitam dan blus atasan berwarna senada tak lupa aku menutup kepalaku dengan pasmina hitam.Meskipun aku belum memakai jilbab tapi sehari-hari aku selalu memakai baju panjang. Sampai saat ini aku belum bisa memaksa diriku menjalan kewajiban muslimah yang satu itu.Setelah siap bergegas aku menuju mobil, dimana mas Arsen sudah menungguku. Saat aku sudah sampai didepan mobil, terlihat dia menatapku tanpa berkedip.Akupun menatapnya dan diam di tempat aku berdiri, tiba-tiba dia membuka kaca jendela mobil dan berteriak " sampai kapan kamu akan mematung di situ? cepat masuk mobil!"
Mas Arsen masih mengendongku menaiki tangga, aku masih menatap wajahnya yang menatap kedepan datar tanpa ekspresi. Selepas sampai di lantai atas dia tanpa bilang apa-apa melepas diriku begitu saja hingga aku mendarat dengan mulus di lantai."Aaww!" aku menjerit kaget"Lain kali hati-hati jika berjalan, aku tidak mau kamu terluka dirumah ini," mas Arsen berkata sambil berlalu menuju ruang kerja yang ada di antara kamar mas Arsen dan mas RikoAku mendengus kesal, bisa-bisanya dia melepasku begitu saja. Ah, setidaknya aku tidak mengelinding di tangga tadiAku mengikuti mas Arsen masuk ke dalam ruang kerjanya. Ruang kerja yang luas dan nyaman, ada rak berisi buku-buku, dan ada sofa juga didalamnyMas Arsen sudah duduk di belakang meja dan terlihat sibuk dengan berkas-berkas. Sedangkan aku memilih duduk di sofa dan sibuk dengan pikiranku sendiri, akupun tidak menge
POV ARSEN___________Pagi ini aku berangkat ke kantor tergesa-gesa sehingga membuat dompetku tertinggal dikamar, Vira memanggilku dan memberikan dompet itu padaku. Saat aku hendak mengambilnya tiba-tiba kedua tangannya meraih tanganku dan menciumnya. Aku kaget hingga dompet itu jatuh ke tanah.Setelah itu dia malah lari terbirit-birit meninggalkanku tanpa menoleh sama sekali, ah... manis sekali istriku ini.Hari ini memang di kantor sedang banyak pekerjaan, selain tergesa-gesa berangkat aku juga akan terlambat pulang. Tinggal aku dan sekertarisku saja di kantor, serta satpam yang menjaga di depan.Hari ini Mona, sekertarisku itu memakai pakaian yang sangat minim. Lebih minim dari biasanya, sebenarnya aku kurang suka padanya dan ingin memecatnya. Tapi mama selalu melarang dengan alasan dia putri temannya.Baru saja dia masuk dan membawakanku teh manis. Ka
POV ARSEN____________________Aku melepaskan ciuman kami."Ayo kita pulang, sepertinya kamu sakit. Badanmu panas," ucapanku yang merasakan suhu badannya lebih tinggi dari suhu badan orang normal."Vira tidak apa-apa, cuma badan vira terasa sakit semua. Lagian Vira tidak ingin dikamar itu dulu." ucapnya menolak ajakanku.Ada rasa bersalah di dadaku, kami baru pertama kali melakukannya dan itu dengan kekerasan. Apa mungkin itu yang membuat badannya sakit dan demam."Kita bisa mengganti semuanya yang ada di kamar itu atau bahkan mengubah semua posisi barang-barang yang ada di sana," ucapku memberikan solusi." Tidak perlu mas, Vira hanya ingin disini beberapa hari," ucapnya."Baiklah, tapi aku akan disini
Dasar laki-laki aneh, kadang manis, mesra, kadang kasar dan seenak jidatnya sendiri kalau minta keinginan di turuti.Seperti sore ini dia mengajakku pulang ke rumah lagi, tapi aku masih ingin disini. Tiba-tiba dia mengancam akan merobohkan bangunan ini. Heh Bambang! bangunan ini di bikin papa buatku enak aja mau dirobohkan, tentu saja hanya aku ucapkan dalam hati.Dengan kesal segera aku pindahkan semua bajunya ke koper dan segera pergi dari situ.****Beberapa hari ini ada yang aneh dengan diriku, aku begitu ingin meminum semua minuman yang sudah di minum oleh mas Arsen. Saking inginnya seolah-olah air liurku seperti hendak menetes jika melihatnya meminum sesuatu. Sampai-sampai aku kena tegur mama.Bahkan aku akan senang saat beberapa kali mas Arsen sengaja tidak menghabiskan jusnya. Ah... lama-lama aku seperti bukan diriku.Belum lagi aku sangat ingin mencium aroma tubuh
"Minumlah... " mas Arsen menyodorkan gelas berisi jus yang tinggal setengah padaku.Aku menerimanya sambil melirik kearah mama, mama terlihat tidak suka dengan hal itu. Sejak dokter bilang aku hamil, mas Arsen lebih lembut dan peduli padaku termasuk berbagi minumannya denganku.Waktu itu aku tidak sengaja mendengar bi Sumi bilang pada mas Arsen untuk menuruti semua keinginanku, termasuk berbagi minumannya denganku dan memberikanku pelukan. Bi Sumi bilang kalau orang ngidam tidak dituruti nanti anaknya akan ileran. Entahlah apa korelasi antara keinginan ibu dan anaknya yang ileran jika keinginan ibunya tidak terpenuhi."Sepertinya cucu pertama papa akan mirip dengan Arsen," ucap papa berkelakar.Ya, calon bayi dalam kandunganku adalah cucu pertama mereka. Alana yang menikah 5 tahun lalu belum memiliki keturunan.Aku hanya tersenyum menanggapi ucapan papa, aku juga melihat senyum tipis di bi
"Mama tega sekali melakukan ini padaku, mama boleh tidak menyayangiku tapi kenapa mama juga tidak menyayangi calon anakku, dia juga akan jadi cucu mama. Bahkan mama tega membunuhnya saat usianya baru 6 Minggu," sayup-sayup kudengar suara mas Aresn."Calon bayiku sudah tiada? maafkan mama nak, mama telah menyebutmu menyebalkan padahal kamu masih dalam perut mama. Apa karena itu kamu pergi meninggalkan mama bahkan saat usiamu baru enam minggu?" air mataku menetes dalam keadaan mata masih terpejamKurasakan tangan mas Arsen meremas tanganku, mungkin dia melihat aku meneteskan air mata."Bagaimana kita menjelaskan semua ini pada mas Prasetyo, mah?" ucap papa menyebut nama papaku.Aku membuka mata, "mama dan papa belum aku kasih tahu pa, mereka belum sempat tahu kalau aku sedang hamil."Saat aku menyelesaikan kalimatku pintu kamar ruangan ini terbuka, terlihat mama dan papa menatapku dengan bah