POV ARSEN
____________
Musibah yang menimpa keluarga kami sungguh diluar dugaan, harus hari ini adalah hari yang berbahagia buat adiku Riko. Dia akan menikah dengan wanita yang dia cintai, tapi kecelakaan itu merenggut nyawanya ditempat itu juga.
"Arsen pergilah ke tempat pernikahan, kamu harus mengantikan adikmu menikahi Elvira. Meskipun kita tengah bersedih tapi kita tidak boleh mengacaukan acara pernikahan ini. Papa masih punya anak laki-laki yaitu kamu, pergi sekarang juga," titah papa kepadaku.
Dengan berat hati akhirnya aku pergi hanya dengan seorang sopir ke acara pernikahan itu, aku ceritakan semuanya termasuk perintah papa. Tanpa banyak diskusi akhirnya aku mengantikan adikku menikahi wanita itu.
Di malam hari setelah kami sampai dirumah aku meninggalkannya seorang diri di kamarku, aku pun tidak tahu apa yang harus aku lakukan kepadanya dan pilihan itu aku rasa yang terbaik. Kami semua dalam situasi kehilangan, tidak bisa saling menguatkan.
Sejujurnya saat dulu pertama kali aku bertemu dengannya aku sudah tertarik padanya. Dia wanita yang ceria tapi lembut dalam berbicara, senyumannya manis dan menawan. Wajahnya juga terlihat cantik dan terawat. Tapi nyatanya dia lebih nyaman dengan adikku Riko, dan ternyata Riko pun menyukainya. Tentu saja, meskipun kami sama-sama memiliki wajah yang tampan tadi Riko lebih pandai dalam meraih hati wanita.
Tidak sepertiku, aku tidak tahu cara merayu wanita, aku tidak tahu cara mendapatkan hati mereka. Keinginan papa menjadikan ku penerusnya membuat aku sibuk belajar hingga tidak pernah belajar cara menyenangkan wanita. Mungkin wanita menganggap diri ku kaku dan tidak menyenangkan.
Pagi itu saat mama menyalahkan dia atas kematian Riko aku melihat dia menangis, ingin rasanya aku bawa dia kedalaman pelukanku dan memberikan kenyamanan dalam dirinya. Aku ingin mengatakan kalau dia tidak sendirian dirumah ini, ada aku suaminya yang akan menjaganya. Tapi aku takut dia akan menolakku jadi aku putuskan untuk bersikap acuh padanya.
Kemarahan ku meledak saat dia memaksa untuk pergi ke makam Riko, setidaknya jangan sekarang. Aku tidak mau dia meratap dan menangis disana, aku tidak akan sanggup melihatnya.
Apa aku salah melarang dia, apa seharusnya dia memang kesana. Mungkin dia ingin mengucapkan kata-kata terakhir untuk orang yang dia cintai, orang yang seharusnya menjadi suaminya.
"Aaakk...!" aku frustasi dengan semua ini. Tiba-tiba papa masuk ke ruang kerjaku.
"Arsen, papa mau bicara denganmu," papa berkata sambil duduk didepan meja kerjaku.
Aku yang sedang pura-pura sibuk akhirnya menghentikan aktivitas dan menatap kearah papa.
"Sekarang kamu yang menjadi suami Vira, berlakulah selayaknya seorang suami. Kamu harus menjaganya, pasti dia juga merasa kehilangan. Terlebih lagi mamamu sekarang membencinya, pastikan dia tidak kesepian disini." Papa berbicara tanpa jeda.
"Papa lihat kalian tidur terpisah, kembalilah tidur di kamarmu sendiri," ucap papa lagi.
Aku hanya bisa diam tak tahu mau berkata apa, jika ini menyangkut pekerjaan aku akan selalu punya jawaban tapi jika menyangkut wanita aku tidak tahu harus berbuat apa.
"Jagalah dia untuk papa, dia sudah papa anggap seperti anak perempuan papa sendiri," papa berkata sambil menepuk bahuku dan berlalu keluar ruangan.
Kepalaku berdenyut, pusing memikirkan semuanya. Akhirnya aku memutuskan untuk mengirup udara segar dari balkon, saat melihat bunga-bunga itu dari atas aku melihat Vira sedang menyiram bunga disana. Terdengar dia mengajak bicara bunga-bunga itu, aku tersenyum tipis.
Wanita itu memang wanita yang tidak biasa, bisakah aku mendapatkan hatinya. Saat dia melihat kearahku dia terlihat tidak peduli kemudian masuk kembali kedalam. Aku hanya busa menarik nafas dalam-dalam.
Akhirnya akupun memilih masuk ke kamar dan berniat mengosongkan salah satu sisi lemariku, sebelumnya aku meminta bi Sumi untuk menyuruh Vira ke kamar.
Setelah dia masuk ke kamar aku menyuruhnya melakukan ini dan itu, tapi dia diam tidak menjawab maupun melakukan apa yang aku suruh. Aku kesal dibuatnya, hingga ku berkata sambil menatapnya tajam.
Aku tidak menduga dia akan menangis dan melupakan semua emosinya, setelah itu dia bilang tidak mau disini lagi.
Melihat hal itu aku reflek mengejar dan memeluknya, kali ini aku bergerak mengikuti naluriku tanpa banyak berpikir. Aku bisikkan kata maaf di telinganya, dan dia hanya diam tidak berusaha menolak ku.
Ah... ternyata seperti ini rasanya memeluk seorang wanita, hangat dan nyaman.
"Ayo aku antar ke makam Riko," aku berkata padanya yang masih diam membeku.
Mendengar perkataanku dia membalikkan badan dan menatapku, " benarkah?" dia bertanya dengan mata yang berbinar. Mata itu adalah mata yang selalu ku kagumi dalam diam.
"Iya, berkemaslah aku akan menunggumu di mobil," segera aku keluar dari kamar. Aku tidak mau terlarut dalam suasana ini, bagaimana pun aku hanyalah suami pengganti. Mungkin Vira butuh lebih banyak waktu untuk menerimaku.
POV ARSEN ____________ "Mari kita lakukan, ini buat baby girl yang ada di perutmu," coba kubujuk lagi Vira untuk mau melakukan 'hubungan'. Calon anak kami yang sedang di kandung Vira memang anak perempuan. Dia trus saja menolakku hingga aku kesal dibuatnya, padahal aku sudah mengikuti semua yang dia inginkan. "Apa kamu tidak ingin segera bertemu dengannya? Pasti dia secantik dirimu?" ucapku sambil mencium tengkuknya. Kuhirup aroma yang menguar dari tubuhnya."Kamu sangat wangi istriku," bisikku membangkitkan rasa percaya dirinya. Vira berbalik dan menghadap ke arahku, kuelus perutnya "Hai baby girl, ayo segera keluar. Daddy sama mommy sudah sangat ingin bertemu denganmu!" aku berkata sambil menciumi perut Vira. Vira terliha
Perutku makin membesar dan seperti layaknya ibu hamil aku mengalami kesulitan bergerak bebas, tidur dengan nyenyak dan cepat kegerahan.Aku menghabiskan banyak waktu dirumah bersama Dewa dan bi Asih, mas Arsen memanjakan diriku dengan banyak perhatian. Sepertinya dia hendak menebus apa yang tidak bisa dilakukan dulu saat aku hamil Dewa."Aaww...!" aku menjerit kesakitan saat kakiku terasa kram di malam hari.Mas Arsen terbangun dengan terkantuk-kantuk kemudian mengganti lampu tidur dengan lampu kamar."Kenapa? mana yang sakit?" tanya mas Arsen sambil mendekatiku.Aku menjawab dengan menunjuk pada kakiku yang terlihat kaku, ini sudah kali kedua aku mengalaminya di malam hari. Saat hendak merubah posisi tidur tiba-tiba saja kakiku kaku dan sakit.Perutku yang membuncit tidak memungkinkan untuk memijatnya sendiri. Mas Arsen segera mengambil mi
Matahari bersinar menerobos jendela kamar kami, kami tertidur setelah melakukan ritual selepas sholat subuh. Hari masih pagi tapi matahari sudah bersinar lembut.Entah apa yang terjadi padaku, sehingga aku berani melakukan hal itu pada mas Arsen. Bawaan bayi? Kangen sama daddynya? ah itu hanya alasan saja. Apa yang difikirkan mas Arsen tentangku? bodoh amat aku tidak peduli, aku kan istrinya."Kenapa? apa yang kamu pikirkan? kamu terlihat melamun." mas Arsen bertanya padaku."Vira cuma...," aku tidak meneruskan ucapanku."Aku menyukai dirimu yang seperti tadi malam dan tadi pagi," ucap mas Arsen sambil mengecup pelipisku kemudian bangkit dan berlaku ke kamar mandi.Sepertinya dia mengerti apa yang aku pikirkan dan apa yang diucapkan barusan adalah untuk menghilangkannya kekhawatiranku.🍁🍁🍁🍁Hari ini kami berkumpul dirumah
POV ARSEN____________Hujan dan angin sore tadi menyisakan pemadam listrik yang cukup lama, Vira mulai kegerahan menjelang malam hari. Padahal usia kandungannya baru berjalan kurang lebih sembilan minggu kenapa sudah gampang kegerahan. Setahuku wanita hamil mudah kegerahan jika menjelang persalinan.Mungkin karena terbiasa tidur menggunakan pendingin ruangan jadi saat tidak memakainya dia kegerahan. Dalam remang cahaya lilin dia mengganti bajunya dengan daster tipis tanpa lengan dan hanya sebatas lutut."Vira, suasana saat ini mendukung kita menghabiskan malam bersama, ini mengingatku saat kita menghabiskan malam di Bali. Kenapa kamu malah memakai baju setipis itu, ditambah lagi sudah hampir dua bulan aku menahannya."
Hari ini Alana datang ke rumah, perutnya terlihat sudah mulai membuncit. Mungkin karena isinya dua janin jadi lebih cepat kelihatan. Kami bercengkrama di atap rumah, suasana masih sejuk karena belum begitu siang. Meski siang sekalipun suasananya tetap adem karena angin berhembus sepoi-sepoi."Makan rujak kayaknya enak," ucap Alana."Mas, pengen makan rujak. Bisa beliin?" aku berkata pada mas Arsen yang sedang asik bermain dengan Dewa di pinggir kolam."Bisa," jawab mas Arsen "Dewa mau ikut daddy nggak, cari rujak!" mas melanjutkan ucapannya."Enggak, Dewa mau main di sini saja," jawab Dewa tetap asik bermain air."Oke, janji jangan rewel yaa sama mommy," pesan mas Arsen sebelum meninggalkan Dewa."Yang enak yaa mas, yang buah-buahannya masih seger!" teriak Alana saat mas Arsen menuruni tangga.Setelah menuggu lama, mas Arsen datang dengan membawa rujak pesanan kami, yang segera kami buka dan bersiap makan."Kok kepe
Alana mengurai pelukanku," aku hamil Vira! aku hamil dan sudah sepuluh minggu jika dilihat dari hasil USG, dan kamu tahu? aku akan mendapatkan dua bayi sekaligus!" Alana bercerita dengan mata berbinar-binar."Alhamdulillah... aku turut bahagia untukmu, kamu akan melahirkan terlebih dahulu dariku." ucapku sambil menggenggam tangannya. "Kamu sekali hamil langsung dua, aku perlu dua kali hamil untuk bisa punya dua bayi, itu hal yang menakjubkan.""Kata mas Reyhan kakeknya dulu kembar, dan sekarang kami mendapatkan bayi kembar. Aku bahagia sekali, Vira! Terima kasih sudah memberi banyak saran dan memberi semangat buatku.""Rumah mama akan ramai oleh celotehan bayi-bayi mungil, kau mendatangkan banyak kebahagiaan buat kami, Elvira!" mama mertuaku itu berkata dengan tulus sambil memeluk putrinya.Mas Arsen yang hendak keluar tadi sudah kembali masuk dan berdiri di sisi lain ranjangku. Dia memb