Keluarga Chandra Wijaya adalah keluarga yang cukup kaya di kota kami. Papa dan pak Candra Wijaya adalah teman dekat sejak dulu, selain teman mereka juga partner bisnis.
Karena sering bertemu sehingga hubungan papa tidak hanya dekat dengan pak Candra, tapi juga dengan istri dan anak-anaknya. Pak Canda memiliki tiga orang putra dan putri, Arsen Candra Wijaya, Alana Candra Wijaya, dan Riko Candra Wijaya.
Pertemuan kami dengan mereka membuat benih-benih cinta tumbuh aku dan mas Riko anak ketiga mereka. Sebenarnya mereka hendak menjodohkan aku dengan putra pertama mereka tapi aku malah tertarik dengan mas Riko.
Mas Riko orang yang hangat, ceria, dan romantis, jauh berbeda dengan mas Arsen yang kaku, selalu serius dan dingin. Mungkin karena dia anak pertama yang dari kecil sudah disiapkan untuk menjadi penerus papanya sehingga tidak ada jiwa santai dalam dirinya. Entahlah aku sendiri kurang tahu.
Saat awal aku dan mas Arsen bertemu dia tidak pernah menunjukkan rasa tertariknya padaku, dia begitu dingin dan irit bicara siapa yang mau menghabiskan hidupnya dengan orang seperti itu. Dia mirip bos-bos galak yang ada dalam novel.
Bahkan ketika Alana adiknya yang nomer dua menikah dia tetap tidak berniat untuk segera mencari pasangan hidupnya. Beda dengan mas Riko yang hangat, dan sopan, cara bicara lembut dan santun. Dia juga tahu cara mengambil hati wanita. Pokoknya semua yang wanita inginkan ada padanya.
Aku Elvira Askhana anak perempuan satu-satunya papa dan mamaku yang suka dimanja dan disayang tentu lebih tertarik dengan mas Riko yang aku yakin bisa membahagiakan diriku.
****
Aku terbangun dengan kepala pusing, aku menangis semalam hingga akhirnya tertidur. Aku segera kekamar mandi yang terletak didalam kamar, membersihkan diri berganti pakaian dan turun kelantai satu menuju dapur. Kamar mas Arsen dan mas Riko ada di lantai atas, sedangkan mbak Alana sudah pindah ikut dengan suaminya.
Di dapur sudah ada bibi Sumi yang membantu urusan rumah tangga disini.
"Bibi lagi masak apa? biar aku bantu," aku menawarkan diri.
"Ngak usah non, non Vira duduk saja di situ gak perlu bantuin bibi," bi Sumi berkata sambil menunjukkan kursi yang ada tidak jauh dari tempat bi Sumi sedang memasak.
" Nggak apa-apa bi, aku gak ada kerjaan bingung mau ngapain,"
"Non Vira bikin jus buah aja buat mas Arsen, dia suka meminum jus di pagi hari," bi Sumi mengatakan hal itu sambil menunjuk letak alat pembuat jus dan buah-buahan yang ada di kulkas.
"Jadi mas Arsen suka sarapan dengan jus di pagi hari. Ah... bahkan aku tidak tahu apa makanan kesukaan laki-laki itu, bagaimana aku akan melewati hidup bersamanya," aku berkata dalam hati. Ada rasa sesak di dalam dada, aku teringat pada mas Riko.
Aku belum melihat peristirahatan terakhirnya, bolehkah aku pergi kesana?
Setelah semua masakan selesai, bi Sumi menatanya di meja makan, sedangkan aku berinisiatif pergi untuk memanggil mas Arsen. Ku ketuk pintu kamar yang ada disebelah kamar yang semalam aku tiduri.
Tidak lama keluar mas Arsen dengan memakai celana panjang dan kaos berkerah lengan pendek. Sepertinya dia sudah mandi juga, jika dia murah senyum aja pasti ketampanannya akan tampak sempurna.
"Mas, sarapan sudah siap ayo makan," Aku berkata untuk menghilangkan rasa canggung.
Tanpa berkata laki-laki itu berjalan duluan mendahului ku menuju ke ruang makan. Bukankan setidaknya dia bisa berkata iya.
Di ruang makan sudah ada papa dan mama mertua sudah duduk disana. Melihatku datang bersama mas Arsen tiba-tiba mama berdiri.
"Mau kemana mah?" papa bertanya.
"Mama tidak mau makan satu meja dengan wanita itu," mama berkata sambil menunjuk ke arahku.
"Gara-gara dia putra kesayangannya mama meninggal, gara-gara dia Riko pergi dari dunia ini. Mama sudah bilang pada kalian kalau anak pertama tidak boleh menikah dengan anak ke tiga, tapi kalian tetap memaksa dan semua akan baik-baik saja. Tapi lihatlah sekarang, Riko yang menerima nasib buruk itu." Mama berkata sambil menangis dan memukul-mukul dadanya.
Melihat hal itu aku sangat sedih, ada rasa sakit yang tidak bisa di gambarkan. Aku juga sedih kehilangan mas Riko dan aku disalahkan atas hal ini. Aku hanya menunduk dan menetaskan air mata tanpa kata.
"Kalian makanlah duluan, papa akan mengantar mama ke kamar dulu, biar mama sarapan dikamar." papa berkata sambil memapah mama menuju kamar.
Mas Arsen terlihat sudah duduk di kursi seperti tidak terjadi apa-apa, sedangkan aku masih berdiri diam di tempat tidak jauh dari meja makan.
"Duduklah dan makanlah," mas Arsen berkata dingin kepadaku.
Mau tidak mau akhirnya aku duduk di sebelahnya dan mencoba makan dengan menahan air mata. Bagaimana kehidupan rumah tanggaku setelah ini, bahkan ibu mertuaku sekarang membenciku dan suamiku dia tidak mencintaiku akankah dia peduli padaku?
****
"Mas, boleh gak aku ke makam mas Riko," aku bertanya usai kami menghabiskan sarapan. "Tidak, tidak sekarang," jawab pria itu datar. "Kenapa mas, aku ingin melihat makam mas Riko sekali saja mas." aku mencoba memaksakan kehendak. "Sekarang ini kamu istriku, kalau aku bilang tidak maka kamu tidak boleh pergi kemanapun," mas Arsen berkata setengah berteriak dan pergi meninggalkanku sendirian di meja makan. Air mataku jatuh tanpa bisa dibendung, aku harus bagaimana menghadapi semua ini. Aku binggung dengan keadaan ini, aku berharap setidaknya dia mengijinkan ku untuk pergi ke makam mas Riko setelah itu akan berusaha menjadi istri yang baik untuknya. "Sabar yaa non, tiba-tiba bik Sumi sudah ada di belakangku. " Ayo ikut bibi aja lihat tanaman bunga di samping rumah, siapa tahu bisa menghilangkan sedih di hati non Vira." Tanpa banyak berpiki
POV ARSEN____________Musibah yang menimpa keluarga kami sungguh diluar dugaan, harus hari ini adalah hari yang berbahagia buat adiku Riko. Dia akan menikah dengan wanita yang dia cintai, tapi kecelakaan itu merenggut nyawanya ditempat itu juga."Arsen pergilah ke tempat pernikahan, kamu harus mengantikan adikmu menikahi Elvira. Meskipun kita tengah bersedih tapi kita tidak boleh mengacaukan acara pernikahan ini. Papa masih punya anak laki-laki yaitu kamu, pergi sekarang juga," titah papa kepadaku.Dengan berat hati akhirnya aku pergi hanya dengan seorang sopir ke acara pernikahan itu, aku ceritakan semuanya termasuk perintah papa. Tanpa banyak diskusi akhirnya aku mengantikan adikku menikahi wanita itu.Di malam hari setelah kami sampai dirumah aku meninggalkannya seorang diri di kamarku, aku pun tidak tahu apa yang harus aku lakukan kepadanya dan pilihan itu aku rasa yang terbaik. Kami semua dalam
Mas Arsen mengajakku ke makam mas Riko, apa aku tidak salah dengar. Tadi pagi dia melarang dengan marah-marah sekarang mengajak kesana. Ah bodo amat, yang penting dia mau mengantarkan aku kesana.Setelah mas Arsen keluar aku segera mengganti baju dengan baju berwarna gelap, ku pilih rok panjang berwarna hitam dan blus atasan berwarna senada tak lupa aku menutup kepalaku dengan pasmina hitam.Meskipun aku belum memakai jilbab tapi sehari-hari aku selalu memakai baju panjang. Sampai saat ini aku belum bisa memaksa diriku menjalan kewajiban muslimah yang satu itu.Setelah siap bergegas aku menuju mobil, dimana mas Arsen sudah menungguku. Saat aku sudah sampai didepan mobil, terlihat dia menatapku tanpa berkedip.Akupun menatapnya dan diam di tempat aku berdiri, tiba-tiba dia membuka kaca jendela mobil dan berteriak " sampai kapan kamu akan mematung di situ? cepat masuk mobil!"
Mas Arsen masih mengendongku menaiki tangga, aku masih menatap wajahnya yang menatap kedepan datar tanpa ekspresi. Selepas sampai di lantai atas dia tanpa bilang apa-apa melepas diriku begitu saja hingga aku mendarat dengan mulus di lantai."Aaww!" aku menjerit kaget"Lain kali hati-hati jika berjalan, aku tidak mau kamu terluka dirumah ini," mas Arsen berkata sambil berlalu menuju ruang kerja yang ada di antara kamar mas Arsen dan mas RikoAku mendengus kesal, bisa-bisanya dia melepasku begitu saja. Ah, setidaknya aku tidak mengelinding di tangga tadiAku mengikuti mas Arsen masuk ke dalam ruang kerjanya. Ruang kerja yang luas dan nyaman, ada rak berisi buku-buku, dan ada sofa juga didalamnyMas Arsen sudah duduk di belakang meja dan terlihat sibuk dengan berkas-berkas. Sedangkan aku memilih duduk di sofa dan sibuk dengan pikiranku sendiri, akupun tidak menge
POV ARSEN___________Pagi ini aku berangkat ke kantor tergesa-gesa sehingga membuat dompetku tertinggal dikamar, Vira memanggilku dan memberikan dompet itu padaku. Saat aku hendak mengambilnya tiba-tiba kedua tangannya meraih tanganku dan menciumnya. Aku kaget hingga dompet itu jatuh ke tanah.Setelah itu dia malah lari terbirit-birit meninggalkanku tanpa menoleh sama sekali, ah... manis sekali istriku ini.Hari ini memang di kantor sedang banyak pekerjaan, selain tergesa-gesa berangkat aku juga akan terlambat pulang. Tinggal aku dan sekertarisku saja di kantor, serta satpam yang menjaga di depan.Hari ini Mona, sekertarisku itu memakai pakaian yang sangat minim. Lebih minim dari biasanya, sebenarnya aku kurang suka padanya dan ingin memecatnya. Tapi mama selalu melarang dengan alasan dia putri temannya.Baru saja dia masuk dan membawakanku teh manis. Ka
POV ARSEN____________________Aku melepaskan ciuman kami."Ayo kita pulang, sepertinya kamu sakit. Badanmu panas," ucapanku yang merasakan suhu badannya lebih tinggi dari suhu badan orang normal."Vira tidak apa-apa, cuma badan vira terasa sakit semua. Lagian Vira tidak ingin dikamar itu dulu." ucapnya menolak ajakanku.Ada rasa bersalah di dadaku, kami baru pertama kali melakukannya dan itu dengan kekerasan. Apa mungkin itu yang membuat badannya sakit dan demam."Kita bisa mengganti semuanya yang ada di kamar itu atau bahkan mengubah semua posisi barang-barang yang ada di sana," ucapku memberikan solusi." Tidak perlu mas, Vira hanya ingin disini beberapa hari," ucapnya."Baiklah, tapi aku akan disini
Dasar laki-laki aneh, kadang manis, mesra, kadang kasar dan seenak jidatnya sendiri kalau minta keinginan di turuti.Seperti sore ini dia mengajakku pulang ke rumah lagi, tapi aku masih ingin disini. Tiba-tiba dia mengancam akan merobohkan bangunan ini. Heh Bambang! bangunan ini di bikin papa buatku enak aja mau dirobohkan, tentu saja hanya aku ucapkan dalam hati.Dengan kesal segera aku pindahkan semua bajunya ke koper dan segera pergi dari situ.****Beberapa hari ini ada yang aneh dengan diriku, aku begitu ingin meminum semua minuman yang sudah di minum oleh mas Arsen. Saking inginnya seolah-olah air liurku seperti hendak menetes jika melihatnya meminum sesuatu. Sampai-sampai aku kena tegur mama.Bahkan aku akan senang saat beberapa kali mas Arsen sengaja tidak menghabiskan jusnya. Ah... lama-lama aku seperti bukan diriku.Belum lagi aku sangat ingin mencium aroma tubuh
"Minumlah... " mas Arsen menyodorkan gelas berisi jus yang tinggal setengah padaku.Aku menerimanya sambil melirik kearah mama, mama terlihat tidak suka dengan hal itu. Sejak dokter bilang aku hamil, mas Arsen lebih lembut dan peduli padaku termasuk berbagi minumannya denganku.Waktu itu aku tidak sengaja mendengar bi Sumi bilang pada mas Arsen untuk menuruti semua keinginanku, termasuk berbagi minumannya denganku dan memberikanku pelukan. Bi Sumi bilang kalau orang ngidam tidak dituruti nanti anaknya akan ileran. Entahlah apa korelasi antara keinginan ibu dan anaknya yang ileran jika keinginan ibunya tidak terpenuhi."Sepertinya cucu pertama papa akan mirip dengan Arsen," ucap papa berkelakar.Ya, calon bayi dalam kandunganku adalah cucu pertama mereka. Alana yang menikah 5 tahun lalu belum memiliki keturunan.Aku hanya tersenyum menanggapi ucapan papa, aku juga melihat senyum tipis di bi