“Pokoknya Om Bumi harus nyentuh aku malam ini,” gumam Renjana dengan tekad penuh dalam dirinya.
Wanita itu kemudian meletakkan kado pemberian Zizi di lantai, lalu berjongkok. Membuka pembungkusnya dengan hati-hati. “Si Zizi belum nikah, tapi udah paham aja kebutuhan pengantin baru. Tau dari mana, ya, dia?” “Apa jangan-jangan dia udah pernah pakai lingerie juga?” “Tapi buat siapa dia pakai? Pacar aja nggak punya.” “Oh ... atau selama ini Zizi punya pacar rahasia?” Renjana terdiam sejenak setelah kado itu terbuka sepenuhnya. Mulai berpikir keras. “Ah, ngapain juga aku harus repot-repot mikirin hidup orang lain? Lagian mau dia udah pernah pakai lingerie dan punya pacar rahasia, ya itu terserah dia, urusan dia.” Kemudian diangkatlah pakaian menerawang warna putih yang bahannya tipis sekali itu. Lengkap dengan dalaman atas dan bawah yang sama tipisnya. “Anjir, seksi bener!” seru Renjana melongo tak percaya. Ia merinding seketika. Selama ini mana pernah ia pakai yang seksi. Kebanyakan pakaian yang selalu Renjana pakai adalah kaus oblong yang dipadukan dengan celana jeans model kekinian. “Pakaian modelan kayak gini mah emang udah jelas banget ngundang sinyal pemangsa. Kok, aku rasanya geli, ya, mau pakai.” “Om Bumi kira-kira bakal ke goda nggak, ya, kalau liat aku centil ke dia pakai pakaian seksi kayak gini? Secara dia, kan, jelmaan es balok.” Helaan napas berat berembus dari mulutnya. “Mau ke goda atau nggak, pokoknya dia tetap harus nyentuh aku, biar aku cepet hamil, melahirkan, terus setelah itu cerai ... minggat, deh, dari kehidupannya.” Bahunya yang sempat melesu kembali menegak saat teringat kesepakatan dengan Bumi. Renjana jadi lebih bersemangat dengan rencananya. Selepas sudah siap dengan pakaiannya, Renjana menghampiri cermin panjang yang melekat di dinding. Ia tatap wajahnya yang masih ada bekas sisa-sisa make up. “Mama pergi ke mana sebenarnya?” “Kenapa mama kabur? Padahal jelas-jelas Jana denger sendiri waktu itu mama sendiri bilang mama cinta dan sayang banget sama Om Bumi ....” “Jana di sini udah gantiin posisi mama ... rela ngorbanin masa depan demi tanggung jawab yang sebenarnya Jana belum siap ada di posisi ini. Lebih tepatnya nggak mau nikah di usia muda.” “Jana harap mama segera pulang. Kasian, Om Bumi ... dia pasti nanggung kecewa dan sakit hati karena ditinggalin tiba-tiba.” Setelah puas mengeluarkan unek-unek di depan cermin, Renjana keluar dari bilik. Ia lalu melangkah menghampiri Bumi yang sedang duduk di sofa, sibuk dengan laptopnya. “Om,” panggil Renjana saat menjatuhkan bobot tubuhnya di sebelah pria itu. “Hm?” “Liat aku.” Genggaman Bumi pada mouse berhenti. Ia hampir saja akan menoleh, tapi jadi urung saat teringat jika Renjana sedang pakai pakaian seksi. “Saya sibuk,” sahut Bumi dingin. “Sibuk apa, sih?” Renjana yang penasaran mendekatkan kepala, memastikan langsung apa yang sedang Bumi kerjakan di laptop sampai sesibuk itu. Sebelum Renjana sempat melihat, Bumi menjauhkan laptop. “Tidak perlu kamu tau. Lebih baik kamu istirahat saja. Besok harus bangun pagi buat ngampus, kan?” “Nggak, aku ada kelas pas siangnya aja. Em ... om nggak butuh aku malam ini?” “Tidak.” “Yakin?” “Sudah saya bilang tidak, ya berarti tidak. Jangan ganggu. Saya sedang menyelesaikan desain undangan orderan pelanggan, masih banyak dan harus dikirim besok.” “Cih, sok jual mahal banget, nih, om-om,” celetuk Renjana. “Apa kamu bilang?” “Nggak! Aku ngatain cicak centil di dinding.” *** Bumi baru menyelesaikan pekerjaannya saat jarum jam sudah menunjukkan pukul dua belas lewat tiga. Pria itu menyimpan kembali laptop pada tempatnya. Kemudian ia berdiri. Sejenak merenggangkan otot-otot di tubuh yang kaku. Sementara Renjana sudah terlelap beberapa jam lamanya di atas ranjang setelah gagal menggoda Bumi untuk melakukan malam pertama. Sebenarnya Bumi menolak karena memang ia benar sibuk dan tak ingin pekerjaannya tertunda terus. Para pelanggan yang tak sabaran itu beberapa kali sudah spam di W******p. Tak bisa menahan rasa kantuk lagi, Bumi menghampiri ranjang. Ia buka selimut tebal yang membungkus hampir keseluruhan tubuh Renjana, kemudian ikut masuk di sana. Bumi berbaring menyamping menghadap Renjana yang posisinya telentang. Ia pandangi wajah istrinya itu yang mirip sekali dengan wajah Amaris. Sesal tiba-tiba menghinggap. Bumi menyesal sudah menambatkan hatinya dengan sungguh-sungguh pada Amaris. Jika saja ia tahu lebih awal kesungguhan hatinya akan dipermainkan, Bumi tak akan pernah mau jatuh hati. Saat sedang fokus melamun, Renjana tiba-tiba menurunkan selimut, hingga terpampanglah lekuk tubuhnya dari lingerie. Membuat Bumi terkejut. Hendak ia tutup menggunakan selimut lagi tubuh Renjana, tapi tiba-tiba saja di waktu bersamaan perempuan itu merapat. Memeluk perutnya erat. “Jana ...,” panggilnya dengan perasaan ketar-ketir. Siapa coba yang tak ketar-ketar dengan posisi intim seperti itu. Bumi rasanya sesak napas. “Menjauh sedikit, Jana. Tempat kamu masih luas di sana. Saya tidak bisa bebas bergerak kalau seperti ini.” Ia tepuk-tepuk pelan lengan Renjana. Renjana hanya menggeliat dan semakin mengeratkan pelukan. Seolah menganggap apa yang sedang ia peluk sekarang adalah guling. Bumi yang tak tahu harus melakukan cara apalagi akhirnya hanya bisa menghela dan mengembuskan napas dengan sangat berat. Posisi tubuh mereka yang terlalu lengket seperti ini membuatnya jadi resah. Ia khawatir jiwa hasratnya terpancing. Menyentuh Renjana memang sebuah keharusan karena Bumi sendiri ingin perempuan muda itu melahirkan keturunanya. Namun, bukan untuk malam ini. Renjana terbangun saat aroma wangi parfum berbeda menusuk indra penciumannya. Kelopak mata itu terbuka secara perlahan. Pantas saja ia merasa ada yang berbeda. Ternyata posisinya sedang memeluk erat sosok yang sempat gagal ia goda beberapa jam lalu. “Om Bumi?!” pekik Renjana terkejut. Bergerak sedikit memberi jarak. Bumi menunduk. Menatap Renjana kurang ramah. “Tidak usah pura-pura terkejut seperti itu. Sandiwaramu tidak mempan, Jana. Kamu memang sengaja mau peluk saya, kan?” “Dih! Apaan?! Nggak, ya. Geer banget, sih,” sungut Renjana tak terima. “Yasudah, jauh-jauh sana.” “Nggak mau.” “Saya risih kamu peluk-peluk seenaknya.” “Emang iya? Ketimbang mau bilang suka, gengsi banget. Om pasti suka aku peluk.” Sengaja Bumi tak membalas dan itu malah membuat Renjana semakin percaya diri. “Berarti bener, dong? Om suka aku peluk? Iya, kan? Ngaku aja, deh.” “Jana!” Hendak Bumi dorong bahu Renjana agar jarak mereka bisa berjauhan. Namun, Renjana lebih dulu mengurung pinggang pria itu dengan kedua kaki. Bumi langsung menatapnya tajam dan Renjana membalas dengan pelototan meledek. “Aku nggak bakal jauh-jauh kalau om nggak nyentuh aku. Malam ini pokoknya. Titik nggak pakai koma. Nggak nerima penolakan.” “Kenapa kamu ingin sekali saya sentuh?” “Biar cepet hamil. Puas?!”“Om Bumi mesum, iiih!” teriak Renjana dengan secepat kilat turun dari ranjang. Pupil matanya masih melebar saking terkejut dengan sentuhan tiba-tiba beberapa detik yang lalu.“Lah, kok, saya mesum? Memangnya di mana letak mesum dari perbuatan saya yang tadi?” Bumi menyandarkan punggung di ujung ranjang dan bersedekap santai.“Pokoknya om mesum! Nyentuh-nyentuh punya aku tanpa izin dulu!” bentak Renjana tak mau dibantah. Lalu ia tarik kursi yang terletak di depan meja rias, kemudian duduk di sana dengan raut wajah kesal.Bumi sedikit melengkungkan sudut bibirnya. “Paham dari arti kata mesum?”“Paham, lah!” sahut Renjana cepat. “Emangnya aku ini masih anak TK?” sambungnya dengan gaya congkak.“Coba kamu jelaskan mesum itu apa.”Renjana mengangkat dagu agar lebih terlihat kemampuannya menjawab karena tak suka dengan Bumi yang bersikap seperti sedang memandangnya rendah. “Itu, doang, mah, gampang! Mesum adalah tindakan yang nggak senonoh, kotor, dan cabul.”“Itu saja?”“Terus om maunya ak
“Fungsinya kondom apa, sih?” tanya Renjana berbisik pada Mbak Google.Sebenarnya Renjana sudah tahu fungsinya apa. Ia hanya ingin memperjelas lagi untuk menguatkan prasangka buruknya terhadap Bumi.“Menurunkan resiko tertular penyakit s3ksual,” sahut Mbak Google.“Anjiiir!” Refleks Renjana mengumpat.“Om Bumi yang aku pikir cowok terjaga dan nggak pernah tersentuh sama tangan-tangan cewek, ternyata aslinya pemain handal ... gilaaa!”Di sisi lain, Bumi yang sudah berada di luar kamar menghampiri mama dan papanya yang sedang duduk bersisian di ruang keluarga. Tampak kedua sosok lanjut usia itu sedang terlibat pembicaraan serius.Endah, mamanya Bumi yang menyadari kedatangan putranya, mendadak berhenti berbicara. Hal itu membuat Harja mengikuti ke mana arah pusat pandangan istrinya.“Sendirian saja? Jana mana, Nak?” tanya Harja menyambut putranya dengan senyum ramah.Bumi langsung mengambil posisi duduk di depan mereka.“Halah, palingan bocah bau kencur itu masih asyik ngebo,” sahut Enda
“Saya tidak ingin menyentuh kamu sekarang.”Selepas mengatakan kalimat tegas itu, Bumi mengubah posisi menjadi berbaring telentang. Kedua tangannya turun ingin menyingkirkan kaki Renjana yang masih mengurung pinggang. Namun, tangannya lebih dulu ditahan. Lebih tepatnya dicengkram Renjana.“Kenapa nggak pengen?” tanya Renjana semakin merapat, bahkan ia sengaja menempelkan dada di lengan Bumi.Bumi mengeraskan rahang. Ia resah dengan tindakan Renjana yang semakin berani menggoda.Tak ingin meladeni lagi, Bumi bersedekap, kemudian menutup mata.“Ih, Om Bumi, kok, gitu? Nggak sopan banget, aku masih pengen ngomong malah ditinggal tidur!”“Kenapa om nggak mau nyentuh aku? Bukannya om pengen aku hamil?” Pantang menyerah, Renjana mengguncang-guncang kuat lengan itu.“Oh ... atau jangan-jangan ternyata Om Bumi sebenarnya nggak normal?!”“Jangan berisik!” Bumi mendengkus. “Suara kamu menganggu kenyamanan telinga. Saya ingin istirahat.”Renjana mengembuskan napas kasar. Wanita itu melepas cengk
“Pokoknya Om Bumi harus nyentuh aku malam ini,” gumam Renjana dengan tekad penuh dalam dirinya.Wanita itu kemudian meletakkan kado pemberian Zizi di lantai, lalu berjongkok. Membuka pembungkusnya dengan hati-hati.“Si Zizi belum nikah, tapi udah paham aja kebutuhan pengantin baru. Tau dari mana, ya, dia?”“Apa jangan-jangan dia udah pernah pakai lingerie juga?”“Tapi buat siapa dia pakai? Pacar aja nggak punya.”“Oh ... atau selama ini Zizi punya pacar rahasia?”Renjana terdiam sejenak setelah kado itu terbuka sepenuhnya. Mulai berpikir keras.“Ah, ngapain juga aku harus repot-repot mikirin hidup orang lain? Lagian mau dia udah pernah pakai lingerie dan punya pacar rahasia, ya itu terserah dia, urusan dia.”Kemudian diangkatlah pakaian menerawang warna putih yang bahannya tipis sekali itu. Lengkap dengan dalaman atas dan bawah yang sama tipisnya.“Anjir, seksi bener!” seru Renjana melongo tak percaya. Ia merinding seketika.Selama ini mana pernah ia pakai yang seksi. Kebanyakan pakai
“Aku udah nggak perawan, Om ....”Bumi yang sedang mencari pakaian ganti di lemari mendadak menghentikan tangannya saat mendengar ucapan blak-blakan yang keluar dari bibir Renjana, perempuan muda yang baru saja resmi menjadi istrinya tadi siang.Lebih tepatnya status Renjana di sini adalah sebagai istri pengganti. Sebab, yang seharusnya menjadi istri Bumi adalah Amaris, mamanya Renjana. Namun, wanita itu pergi entah ke mana saat di mana pernikahan mereka terhitung satu minggu lagi akan dilaksanakan.Tak terima ditinggal pergi oleh mantan calon istrinya dan merasa dirugikan banyak, Bumi pun nekat meminta Renjana untuk menggantikan posisi mamanya guna sebagai bentuk tanggung jawab."Lalu?" tanya Bumi membalik badan. Lebih tepatnya ia bertanya mengenai 'apa maksud dari ucapan tadi.'Lelaki rupawan dengan handuk menggantung di pinggang itu menatap Renjana yang duduk bersandar di ranjang dengan dahi berkerut. Wajahnya tetap datar dan biasa saja. Padahal Renjana berharap, suaminya yang berl