"Grand Duke," sebut Kimberly sembari terkekeh.
Tangannya berusaha mendorong pisau supaya menjauh. Ya, sosok pria berjubah hitam yang ternyata adalah Yuksel, justru makin mendekatkan pisau padanya. Hingga Kimberly meringis karena lehernya baru saja digores oleh Yuksel."Jika suami mati, maka istri pun harus ikut dikubur sebagai tanda cinta mereka," ujar Yuksel membuatnya membeku sejenak."Omong kosong. Itu sebuah penistaan cinta!"Yuksel menyeringai. "Penistaan cinta."Kimberly sedikit menghela napas lega ketika Yuksel menjauh dan pisau itu dijatuhkan asal ke lantai. Kimberly menoleh terkejut dan terburu menutup tubuhnya setelah sadar kalau saat ini ia tanpa busana. Namun, lebih terkejut lagi ketika Yuksel melepas jubah, meski begitu masih memakai set pakaian hitam. Yuksel mulai memasuki kolam."Grand Duke! Apa yang kau lakukan di tempat mandiku!"Yuksel menyeringai melihat goresan di lehernya. Kemudian tangan mulai menyentuh kakinya, terburu Kimberly menarik dan menekuk kaki untuk menjauhi Yuksel. Namun, suaminya justru makin mendekat. Bahkan menyudutkan Kimberly di sudut kolam."Sial sekali, aku punya istri sepertimu. Suami masih sehat bugar, dikatakan meninggal. Parahnya lagi karena para bandit," sindir Yuksel.Kimberly segera menarik diri saat Yuksel mengecup punggung tangannya. "Bandit sebanyak itu, siapa yang menduga kalau kau bisa menang."Yuksel menatapi dada yang ditutup oleh tangannya. "Itu karena kau terlalu meremehkan suamimu sendiri."Kimberly hendak menjawab. Namun, tiba-tiba saja perasaan sesak dan sakit itu kembali menghinggap. Hingga Kimberly mencengkram pundak Yuksel yang mulai sibuk mengecup lehernya. Kimberly sama sekali tak ada tenaga untuk menolak, apalagi ketika matanya mulai terpejam dan seluruh tubuh melemas.Tangan Yuksel memeluk punggungnya, supaya Kimberly tidak tenggelam di dalam kolam. Yuksel menggendong Kimberly dan membawa ke atas ranjang. Yuksel menarik selimut untuk menutupi tubuh Kimberly yang polos. Tapi, Yuksel ikut masuk ke dalam selimut setelah menanggalkan pakaian."Sayang sekali, aku hanya bisa menyentuhmu saat kau sedang mati sementara."***"Grand Duke, kau ini pria hina."Tangan yang semula menggoyangkan gelas alkohol langsung terhenti. Mata hazel Yuksel menatap dingin pada pengawal pribadi yang memakai jubah hitam. Jubah yang sempat dipinjamkan pada Yuksel."Bagaimana bisa kau menyentuhnya setelah dia menyebarkan rumor bahwa kau meninggal?""Alden, tutup mulutmu jika masih ingin hidup," ujar Yuksel dingin.Pengawal bernama Alden menghela napas. "Kau sungguh tidak akan memanggil dokter kerajaan?""Dalam hitungan detik, racun itu akan memasuki dan menggerogoti jantungnya. Jadi, untuk apa memanggil dokter kerajaan? Tak ada gunanya."Mata Aiden pun menatap pada Kimberly yang terbaring di atas ranjang dengan memakai piyama tidur. Pastinya Yuksel yang telah menggantikannya. Mata Yuksel menatap tajam dan tangan meletakkan gelas dengan sedikit kasar. Sampai mata Aiden pun menatap."Kau cemburu karena aku menatap orang yang mati?" tanya Aiden.Yuksel menyeringai. "Karena kau pengawalku, orang paling terpercaya. Biar aku beri tahu kau suatu rahasia."Mata Aiden menatap lekat pada Yuksel yang mendekati Kimberly dengan membawa pisau. Aiden melotot terkejut karena Grand Duke baru saja menggores tangan Kimberly. Aiden terburu mendekat dan mendorong Yuksel supaya menjauh dari Kimberly dengan pedang."Grand Duke, apa kau akan memutilasi tubuh yang sudah jadi mayat?"Sementara mata Yuksel menatap dingin pada pedang milik Aiden. "Kau mendorongku dengan benda yang kau gunakan untuk melindungiku?"Aiden mengedikan bahu. "Dengan tanganku? Aku masih sayang dengan nyawaku jika menyentuhmu."Yuksel memilih mengabaikan. Kemudian menunjuk pada tangan Kimberly. Luka goresan di sana langsung menghilang secara perlahan dan terlihat seperti kulit sehat lagi. Aiden melotot terkejut dan menatap pada Kimberly yang tak lama langsung bergerak dalam tidur, lantas berbalik."Dia hidup." Itulah yang membuat Aiden sampai menutup mulut saking tak percayanya."Panggil dokter kerajaan," titah Yuksel membuat Aiden makin terkejut."Ya Grand Duke?"Mata Yuksel menatap tajam. "Kau mau memanggil dengan tubuh lengkap atau tanpa kepala?""Baik Grand Duke," ujar Aiden sembari terburu keluar dari kamar Kimberly.Sekitar seper empat jam. Dokter kerajaan yang dipanggil secara diam-diam sudah memeriksa Kimberly yang tertidur. Bukan hanya dokter, tapi di sana pangeran kelima pun duduk di hadapan Yuksel."Grand Duke sungguh menyentuh Nona ini?" tanya dokter kerajaan tak percaya.Hingga Yuksel mengambil pisau dan menyerahkan pada dokter. "Cobalah menyayatnya, selagi dia tidur.""Grand Duke itu ....""Sayat dia," putus pangeran kelima.Meski nampak ragu. Dokter kerajaan ini menerima pisau dari tangan Yuksel dan mulai menyayat tangan Kimberly, sedikit saja. Namun, tak berapa lama kembali normal seperti kulit sehat. Dokter yang tak percaya ingin mengulangi dan nampak harus memperdalam luka. Namun, Yuksel merampas pisau dari tangan dokter kerajaan."Kau berniat memutilasinya yang sedang tidur?" sindir Yuksel."Maaf Grand Duke. Tapi, ini tanda-tanda kalau racun itu masuk ke dalam tubuhnya, tapi tidak menyerang. Bahkan menjadi tameng dan memperbaiki jaringan tubuh yang rusak atau terluka," jabar dokter terlihat takjub sendiri.Pangeran kelima nampak menatap serius pada Kimberly. "Coba periksa apa dia bisa meneruskan ahli waris keluarga ini."Yuksel menatap sang ayah, namun tak mengatakan apa pun. Ya, tujuan Yuksel menikahi banyak istri adalah untuk melestarikan keturunan dari pangeran kelima yang terancam punah di tangan Yuksel. Pasalnya tubuh Yuksel terdapat racun yang mematikan, siapa pun yang menyentuh maka akan mati detik itu juga.Dokter nampak terkejut dan langsung bersujud di lantai. Sampai membuat Yuksel dan sang ayah mengerutkan dahi. Ada dua kemungkinan dengan reaksi seperti itu. Hal baik juga buruk."Nona memang memiliki kekebalan terhadap racun Grand Duke. Jika ingin maka bisa disentuh tanpa mati, tapi ... karena racun itu, Nona ini menjadi mandul."Pangeran kelima menatap Yuksel. "Ceraikan dia."Yuksel membalas tatapan sang ayah. "Setelah berpuluh tahun, aku menemukannya. Kau berniat langsung memisahkan kami, Ayah?"Pangeran kelima mendengkus. "Dia mandul! Apa yang kau harapkan dari wanita yang mandul hah!"Yuksel menyeringai. "Bagaimana pun, hanya dia yang bisa memenuhi kebutuhan biologisku sebagai pria. Aku tidak akan menceraikannya."Mendengar hal itu, Pangeran kelima tak lagi mendebat. Soal ranjang, tentunya jauh lebih mengerti ketimbang sang anak yang baru pertama kali merasakan kehangatan seorang wanita. Mata pangeran kelima menatap pada Kimberly yang masih tidur nyenyak."Rumor tentangnya telah beredar di kediaman ini, pastikan kau membersihkannya jika ingin mempertahankan anak dari Count Barnes ini," ujar pangeran kelima mulai melangkah pergi dan diikuti oleh dokter kerajaan.Yuksel menatap pada Aiden serius. "Perintahkan pelayan untuk membantuku mandi dan berpakaian besok di kamar ini.""Ya Grand Duke?"Mata Yuksel menjadi tajam. "Kau mau menyampaikan perintah dengan
Ruang pertemuan khusus lady. Kini Kimberly mulai berjalan masuk ketika pintu terbuka. Mata Kimberly langsung menemukan dua sosok pria sudah duduk di sofa panjang. Ash Barnes, kakak laki-laki pertamanya dan satu lagi adalah Aaron Barnes, ayah dari Kimberly. Mulanya mereka berdua tersenyum ceria dan bersiap berdiri hanya untuk memeluk tubuhnya. Tapi, ketika pintu tertutup. Wajah mereka berdua langsung menjadi serius dan mata menyorot benci. Apalagi pada Emma yang berdiri di belakangnya."Hei babu kecil. Kembalilah bekerja," tegas Ash, kakak pertamanya."Dia di sini karena mengikutiku, sebenarnya apa yang membuatmu tidak nyaman dengan kehadirannya?" tanya Kimberly mulai duduk di hadapan ayahnya."Tidakkah masalah tato itu sangat rahasia? Kau yakin ingin pembantu kecilmu ini ikut mendengar?" Setelah lama membisu, akhirnya Aaron Barnes bicara.Mendengarnya, Kimberly langsung menghela napas dan melirik pada Emma. "Kau bisa menunggu di luar.""Baik Nona."Dengan penuh hormat, Emma mulai ber
Jari jemari yang tersembunyi oleh sarung tangan itu. Mulai mengusap permukaan pedang yang sedikit memantulkan cahaya pada wajah. Sorot mata Yuksel tak main-main, tertuju sangat tajam ke arah Ash dan Aaron."Jadi, siapakah di antara kalian berdua yang mencekik Kimberly?"Ash melirik takut ke arah sang ayah. Reputasi Yuksel selama bergabung di medan perang, membuat siapa pun merinding hanya dengan menyimak cerita. Apalagi sekarang, telinga bakal mendengar langsung suara gemerincing pedang yang menebas layaknya angin bergerak."Mana ada ayah yang mencoba membunuh anaknya sendiri, begitu pula dengan kakaknya. Bukankah begitu, Kimberly?" tanya Aaron dengan nada santai.Kimberly yang masih membutuhkan tempat pulang ketika diceraikan. Tentunya langsung mengangguk antusias. Meski pembunuhan akan kembali terulang setiap hari di kediaman Barnes, namun itulah rumah untuknya, tempat Kimberly berasal."Yakin?" Yuksel mempertanyakan jawabannya yang tanpa kata."Ini hanya karena alergi saja, seperti
Sementara itu. Kaki dibalut sepatu kulit yang ujungnya bundar dan memiliki hak tipis, Kimberly terus saja mengikuti langkah Yuksel yang begitu ringan. Punggung yang biasa memimpin perang itu begitu lebar di mata Kimberly. Membayangkan ketika buku-buku jemarinya mencengkram di sana ketika bersetubuh. Membuat Kimberly menggelengkan kepala seketika. Namun, satu hal yang membuat Kimberly tak mengerti. "Kenapa aku tak ingat sama sekali, ketika dia menyentuhku, bahkan dua kali sekaligus," gumam Kimberly dengan dahi yang mengerut.Langkah kaki Yuksel perlahan berhenti. Kepala menoleh sedikit, menatap pada Kimberly yang sibuk dengan pemikirannya. Hingga tak sadar ada penghalang besar yang menghalangi jalan, sontak tubuh Kimberly menabrak punggung Yuksel."Apa yang kau pikirkan, istriku?" tanya Yuksel dengan sorot mata tajam.Kimberly mengangkat matanya setelah mengelus dahi yang lumayan sakit. "Kau mau membawaku ke mana?"Ya hanya itu yang bisa Kimberly ucapkan. Dari pada kepergok sedang me
Rasa malu tiba-tiba saja menyergap dalam diri Kimberly. Ketika mulut tak kuasa menahan satu desakan atas kenikmatan. Namun, ada suara lebih memalukan dari itu semua.Daging basah yang saling bertemu di bawah sana. Telah menciptakan suara yang merajai kesunyian labirin. Kimberly yang semula terlena oleh sentuhan Yuksel, tiba-tiba terlintas seruan di dalam otaknya.Tanda organisasi di dada Yuksel!"Grand Duke," sebut Kimberly pelan dengan tangan merambat pada Yuksel yang masih memakai atasan.Yuksel menyeringai. "Kenapa? Kau sangat menikmatinya, istriku?""Tolong lepaskan kemejamu, biarkan aku memandang--"Mulut Kimberly lebih dulu dibungkam oleh bibir Yuksel. Sebelum melanjutkan ucapannya. Apalagi melancarkan kegiatannya membuka pakaian Yuksel dan melihat tato itu.***"Sungguh, kau pria hina, Grand Duke."Yuksel yang tengah memakai jubah jadi menyeringai. Menatap pada Kimberly yang dalam keadaan berantakan, pakaian tersebar di sekitar ranjang. Sem
Semburat senyum di bibir Emma begitu cerah. Memandang Kimberly yang telah diakui oleh Grand Duke. Mungkin sebentar lagi akan memberikan suara tangis bayi pertama di kediaman pangeran kelima. Itulah keinginan Emma.Suara ketukan di pintu, menyita perhatian Emma juga Kimberly. Tak pernah Kimberly dapati Madam Ane begitu hormat terhadapnya. Menunduk selalu dan baru menatap mata ketika sudah di hadapannya."Apakah Lady ingin makan sekarang?""Ya?" Kimberly terheran, "memangnya kalian menyiapkan makan untukku? Selir ini?"Madam Ane kan pelayan pribadi Yuksel. Tiba-tiba menawarkan makanan padanya. Itu hal yang sulit untuk dimengerti."Betul Lady. Ayam goreng manis, nasi dan jus sudah tersaji di depan. Jika Lady ingin makan sekarang, saya akan menyuruh pelayan masuk," jabar Madam Ane pelan, namun tatapan mata begitu tajam."Ah ya, aku ingin makan sekarang."Tenaga habis terkuras karena ulah Yuksel. Tentunya perut Kimberly yang sudah keroncongan harus diisi, buka
Kimberly pun syok. "Ah, Yuksel."Secara alami, Kimberly ingin mengusap wajah suaminya. Namun, tangan Kimberly langsung dicekal oleh Yuksel. Hal itu membuat Kimberly beranggapan, kalau suaminya marah besar.Namun Yuksel menggeleng. "Tak apa, aku bisa sendiri."Yuksel benar-benar membersihkan sendiri makanan di wajah. Kimberly menelan ludahnya, nyawa Kimberly tak akan terancam hanya karena menyembur Grand Duke kejam ini? Yuksel menatapnya membuat pandangan Kimberly buru-buru diturunkan."Apa kau sudah selesai makan? Aku akan membawamu berkeliling kediaman," ujar Yuksel pelan.Kimberly langsung bangkit dari duduk. "Ya ayo! Emma."Yuksel mengerutkan dahi, melihat sang istri yang biasanya sangat pembangkang. Tiba-tiba menjadi penurut dalam sekejap. Terburu Emma mengikuti Kimberly yang sudah berjalan lebih dulu keluar kamar."Ayo, Grand Duke," sebutnya membuat Yuksel ikut berdiri dan mendekatinya.Ketika Kimberly keluar kamar dan memandang melalui jendela b
Meski tahu ada yang tidak beres. Namun, Yuksel nampak tak peduli dengan kondisi pelayan pribadi Kimberly. Hanya fokus sarapan bersama Kimberly di dalam kamar.Netra biru Kimberly mendelik. Merasa heran dengan sarapan yang dibawa sampai kamar. Padahal biasanya Yuksel sarapan bersama pangeran kelima dan Arabella di ruang makan. "Ada apa istriku?" tanya Yuksel begitu menyadari tatapannya.Mata Kimberly mengedar, menatap para pelayan yang siaga menunggu sang tuan selesai sarapan. "Anu, memangnya kau tidak makan di ruang makan, Grand Duke."Yuksel yang telah tahu kebiasaan Kimberly hanya sopan ketika ada orang lain, langsung menyahut. "Memangnya kau sudi makan di hadapan ayahku dan Arabella?"Mendengar hal itu. Kimberly memilih melahap sarapannya saja, tak berceloteh lagi. Dari pada menyahut dan membuat para pelayan membicarakan ketidak sudi itu. Melihat ada sisa kunyahan di sudut mulut. Yuksel tanpa ragu langsung mengusap mulutnya, namun satu yang membuat Kimbe