Kabar mengenai perjodohan antara putri tangan kanan Raja dengan Pangeran Noah menyebar dengan cepat di telinga para warga ibukota Kairi. Terdengar juga gosip lainnya. Bahwa banyak yang patah hati atas perjodohan itu. Tentu saja dari pihak yang menyukai Noah juga Prisa. Namun, tak sedikit juga orang yang memberi selamat atas perjodohan itu. Karena merasa memang mereka berdua sangat cocok.Sementara Noah berdiri di hadapan gerbang rumah Prisa dengan kereta kuda terparkir. Nampak menanti sosok Prisa yang keluar kediaman dengan mengenakan dress berwarna peach dengan corak bunga sederhana. Bibir Prisa tersenyum malu saat Noah berjalan mendekat dan menawarkan tangan."Padahal saya bisa jalan sendiri Pangeran," ujar Prisa sangat pelan."Tidak, biarkan aku yang membantumu berjalan hingga menaiki kereta," sahut Noah terdengar ramah.Noah sudah berjanji membawa Prisa mengelilingi ibukota Kairi lewat jalur sungai. Kejernihan warna sungai dengan sekitar dihuni para pedagang sepanjang perjalanan.
"Gantikan kakakmu dan menikahlah dengan Grand Duke."Itulah titah yang ayah Kimberly ucapkan. Keluarga terlilit hutang membuat Kimberly harus menikah dengan Yuksel, seorang adipati agung yang bekerja di kerajaan kota Lefan. Mulanya janji pernikahan itu untuk kakaknya, tapi karena mendengar rumor para istri Yuksel meninggal di malam pertama, membuat kakaknya takut dan kabur. Terpaksa Kimberly menjadi pengganti untuk kakaknya.Kimberly hanyalah anak yang lahir ketika ayahnya mabuk dan tak sengaja menyentuh pelayan. Jadi, dilempar ke tangan Yuksel bukanlah hal yang perlu banyak pertimbangan. Sekali pun ayahnya harus kehilangan satu anak nantinya.Hari tersebut Kimberly resmi menjadi istri dari Yuksel, istri yang entah ke berapa. Pasalnya Yuksel memiliki banyak selir. Namun, puncak dari segala kecemasan adalah malam pertama usai pernikahan. Pintu kamar terbuka lebar, sosok tubuh tegap berjubah biru nampak masuk. Mata hazel milik Yuksel menyapa netra biru milik Kimberly."Kemari Kimberly B
"Bagaimana bisa kau hidup kembali?" Wajah Yuksel nampak begitu terkejut setengah mati. Serta rasa penasaran yang menyelimuti, hingga tubuh mulai turun ke kuburan yang digali sendiri. Dengan tangan yang masih memegang cangkul, membuat tubuh Kimberly beringsut. Yuksel ... tidak akan melanjutkan pemakaman dengan mencincang tubuhnya menggunakan cangkul tersebut kan."Tolong jangan mendekat Grand Duke," pinta Kimberly masih memiliki rasa takut.Namun, Yuksel terus saja mendekat hingga menyudutkan Kimberly di galian kuburan. "Kenapa kau bisa hidup lagi? Apa tadi kau pura-pura mati?"Kimberly menatap netra hazel milik Yuksel yang dipenuhi kepanikan. Wajah yang dikabarkan begitu dingin, tak pernah terjamah ekspresi. Di hadapannya, Grand Duke ini seperti bukan Yuksel saja. Cangkul baru saja terjatuh dari tangan Yuksel, lantas jemari yang dibalut sarung tangan mulai menyentuh nadi karotis Kimberly."Bagaimana ...."Tubuh Yuksel perlahan mundur usai memastikan sesuatu. Hal yang tak mungkin itu
Kimberly tak peduli dengan maksud Yuksel berkata bahwa ia adalah orang yang dimaksud. Tapi, Kimberly lebih peduli pada kondisi tubuhnya yang telah disentuh tanpa izin darinya. Mata Kimberly melotot marah."Apa yang kau lakukan padaku Grand Duke!"Mata Yuksel menyorot tajam. Istri pertama yang berani membentak dan melototkan mata. Meski begitu, Yuksel langsung menyeringai dengan tangan yang menyentuh kancing bajunya. Terburu Kimberly menepis dengan kasar."Jangan tatap aku seperti itu, karena aku sangat benci," ujar Yuksel penuh penekanan.Kimberly pun menatap pada lengan Yuksel, kemudian tanpa ragu ia langsung meraih dan menggigit sangat keras. Namun, ekspresi wajah Yuksel tidak berubah sama sekali. Malah Kimberly yang menjauh dengan memegangi rahangnya. Sial! Keras sekali, sampai rasanya sangat sakit."Kau mau mati hah? Jangan asal menyentuh atau menggigitku, meski kau memiliki kekebalan itu.""Omong kosong! Aku sangat ingin mengirimmu ke neraka!"Yuksel mengerutkan dahi melihat Kimb
"Grand Duke telah tewas di tangan bandit!"Itulah yang kimberly teriakan. Membuat dua bandit yang semula mengejar, saling pandang dan berhenti sejenak. Kemudian nampak berbalik dan berlari kencang, mereka mungkin takut jika terus mengejar maka nyawa tidak akan selamat.Tepat seperti apa yang Yuksel katakan. Begitu keluar dari hutan, mata bisa menemukan gerbang kota Lefan yang hampir tak pernah ditutup. Mungkin baru ditutup jika raja kota Lefan memerintah untuk menangkap seorang penyusup. "Grand Duke tewas!" seru Kimberly.Tentunya seruan itu berhasil menyita seluruh perhatian penjaga gerbang untuk segera berlari mendekat. Mata mereka mengenali jubah biru milik Yuksel. Hingga langsung membantu menurunkan Kimberly dari atas kuda. "Apa maksudnya Grand Duke telah tewas?"Melihat mereka yang nampak tak percaya. Membuat Kimberly langsung melancarkan aksinya dengan menangis keras. Dan mengeratkan jubah milik Yuksel di tubuhnya. Pasalnya Kimberly merasa sedikit kedinginan setelah basah-basa
"Grand Duke," sebut Kimberly sembari terkekeh.Tangannya berusaha mendorong pisau supaya menjauh. Ya, sosok pria berjubah hitam yang ternyata adalah Yuksel, justru makin mendekatkan pisau padanya. Hingga Kimberly meringis karena lehernya baru saja digores oleh Yuksel."Jika suami mati, maka istri pun harus ikut dikubur sebagai tanda cinta mereka," ujar Yuksel membuatnya membeku sejenak."Omong kosong. Itu sebuah penistaan cinta!"Yuksel menyeringai. "Penistaan cinta."Kimberly sedikit menghela napas lega ketika Yuksel menjauh dan pisau itu dijatuhkan asal ke lantai. Kimberly menoleh terkejut dan terburu menutup tubuhnya setelah sadar kalau saat ini ia tanpa busana. Namun, lebih terkejut lagi ketika Yuksel melepas jubah, meski begitu masih memakai set pakaian hitam. Yuksel mulai memasuki kolam."Grand Duke! Apa yang kau lakukan di tempat mandiku!"Yuksel menyeringai melihat goresan di lehernya. Kemudian tangan mulai menyentuh kakinya, terburu Kimberly menarik dan menekuk kaki untuk men
Yuksel membalas tatapan sang ayah. "Setelah berpuluh tahun, aku menemukannya. Kau berniat langsung memisahkan kami, Ayah?"Pangeran kelima mendengkus. "Dia mandul! Apa yang kau harapkan dari wanita yang mandul hah!"Yuksel menyeringai. "Bagaimana pun, hanya dia yang bisa memenuhi kebutuhan biologisku sebagai pria. Aku tidak akan menceraikannya."Mendengar hal itu, Pangeran kelima tak lagi mendebat. Soal ranjang, tentunya jauh lebih mengerti ketimbang sang anak yang baru pertama kali merasakan kehangatan seorang wanita. Mata pangeran kelima menatap pada Kimberly yang masih tidur nyenyak."Rumor tentangnya telah beredar di kediaman ini, pastikan kau membersihkannya jika ingin mempertahankan anak dari Count Barnes ini," ujar pangeran kelima mulai melangkah pergi dan diikuti oleh dokter kerajaan.Yuksel menatap pada Aiden serius. "Perintahkan pelayan untuk membantuku mandi dan berpakaian besok di kamar ini.""Ya Grand Duke?"Mata Yuksel menjadi tajam. "Kau mau menyampaikan perintah dengan
Ruang pertemuan khusus lady. Kini Kimberly mulai berjalan masuk ketika pintu terbuka. Mata Kimberly langsung menemukan dua sosok pria sudah duduk di sofa panjang. Ash Barnes, kakak laki-laki pertamanya dan satu lagi adalah Aaron Barnes, ayah dari Kimberly. Mulanya mereka berdua tersenyum ceria dan bersiap berdiri hanya untuk memeluk tubuhnya. Tapi, ketika pintu tertutup. Wajah mereka berdua langsung menjadi serius dan mata menyorot benci. Apalagi pada Emma yang berdiri di belakangnya."Hei babu kecil. Kembalilah bekerja," tegas Ash, kakak pertamanya."Dia di sini karena mengikutiku, sebenarnya apa yang membuatmu tidak nyaman dengan kehadirannya?" tanya Kimberly mulai duduk di hadapan ayahnya."Tidakkah masalah tato itu sangat rahasia? Kau yakin ingin pembantu kecilmu ini ikut mendengar?" Setelah lama membisu, akhirnya Aaron Barnes bicara.Mendengarnya, Kimberly langsung menghela napas dan melirik pada Emma. "Kau bisa menunggu di luar.""Baik Nona."Dengan penuh hormat, Emma mulai ber