Camping adalah kegiatan yang paling aku inginkan selama hidupku. Namun, sebelumnya tak pernah tercapai karena Bunda selalu melarang."Biar Haikal saja yang jadi pendaki dan suka ninggalin rumah, kamu jangan!" Begitu Bunda bilang kalau aku ijin pergi.Kata Bunda, anak gadis jangan naik-naik gunung. Itulah mengapa semasa kuliah, aku hanya gemar mendengar cerita yang dibawa Mas Haikal saja dibanding merasakannya sendiri.Kemudian sekarang, setelah aku menikah alhamdullilah Mas Haikal si pecinta alam ingin mewujudkannya. Dia berencana membuat moment berbeda untuk kami berdua.Manis banget nggak, sih?"Kamu yakin mau naik gunung Puntang, kan? Tenang aja, karena tingginya nggak setinggi Semeru Mas yakin ini cocok buat pemula," kata Mas Haikal seraya merekatkan jaket ke tubuhku."Ya Mas. Insya Allah yakin."Aku tersenyum dan mengangguk pasti.Setelah memastikan barang bawaan tak ada yang tertinggal di mobil, aku dan Mas Haikal pun berjalan beriringan menuju titik kumpul.Aku menghembuskan na
Waktu berjalan terlampau cepat, tak terasa pernikahan kami sudah mau setahun.Sudah banyak perubahan yang terjadi di antara kami. Mas Haikal yang biasanya jarang laporan kalau mau ke mana-mana sekarang apa pun dia kabarkan padaku.Entah apa alasannya, mungkin dia takut aku curiga. Drama salah paham yang dulu pernah menyerempet perselingkuhan tampaknya cukup membuat kami banyak belajar dan menjadi dekat termasuk antara keluarga.Sudah beberapa minggu ini juga, aku lebih sering pulang ke rumah Bunda dan menjenguk Ibu yang sudah tampak lebih baik. Wanita spesial yang memiliki keterbelakangan mental itu akhirnya mau aku ajak berkomunikasi dibanding sebelumnya. Dia tampak mulai mau mengenali aku sebagai anaknya.Kata-kata usiran kini tak ada lagi yang ada hanya kasih sayang meski lewat matanya. Sementara jika berbicara tentang bapak kandungku jujur saja aku sudah tak lagi mempertanyakan. Karena bagiku memiliki Mas Haikal, Bunda, Ayah dan dapat bertemu ibu kandungku sudah lebih dari cukup.
Sejatinya manusia tak bisa memilih dilahirkan dari rahim siapa, jadi jangan salahkan kenapa dia dilahirkan karena itu takdir yang tak terbantahkan.==Dinikahi Kakak Angkat"Maaf keluarga kami tidak bisa melajutkan rencana pernikahan ini, Randi tidak bisa menikahi Ana karena kami kecewa ternyata ayah kandung Ana bukanlah Pak Agus tapi lelaki yang memiliki keterbelakangan mental."Jleb. Seolah ada tusukan pisau yang tepat mengenai dadaku ketika mendengar ucapan ayahnya Randi. Tak menyangka dia akan menggagalkan pernikahan aku dan anaknya yang tinggal lima hari hanya karena aku bukan anak kandung Pak Agus--pria yang biasa kupanggil Ayah. Sejujurnya, aku pun baru tahu identitasku seminggu yang lalu kalau ternyata aku hanya anak angkat di keluarga ini.Menurut cerita Bunda, ayah dan ibu kandungku sama-sama memiliki keterbelakangan mental hanya berbeda tingkatannya saja, mereka bertemu di yayasan binaan sosial lalu karena saling tertarik akhirnya memutuskan menikah. Tak lama ibuku yang l
Menikah dengan lelaki yang sudah kuanggap kakak sendiri layaknya aku menciptakan neraka bagi kami berdua. Tak ada malam pertama, tak ada rasa saling melengkapi atau 'membelah duren' kata mereka.Yang ada rasa marah dan kecewa. Semua keluarga tampak terpaksa bahagia. Sementara di sisi lain, aku masih berharap Randi akan menghubungiku lagi.Namun, sampai pesta berakhir Randi tak kunjung datang. Semua tampak asing di mataku, Mas Haikal yang biasanya bersikap ramah ketika dia pulang dari perantauan, sekarang sama sekali berbeda. Wajahnya sangat dingin, hingga aku rasa hantu pun kalah seram dengan Mas Haikal. Dulu, Mas Haikal akan mentraktirku jika gajian dari tempat dia bekerja. Kami akan bercerita seharian dan bertukar pandangan tapi ketika berubah status semua jadi berbeda.Kaku.Aku mendorong pintu kamar Mas Haikal yang telah dirubah layaknya kamar pengantin dengan pelan. Kukira di dalam tak ada siapa-siapa, ternyata sudah ada Mas Haikal di sana, lelaki itu tengah duduk di kasur sam
Terhitung sejak akad telah diucapkan, aku tahu kalau aku sudah berubah status menjadi istri seorang Haikal Malik Agustian.Aku bukan lagi adik dari pria berpostur gagah dengan lesung pipi yang menghiasi wajahnya tersebut. Namun, meski begitu status tinggal status, rasanya tetap saja ada yang janggal.Mas Haikal tetap tidak bisa bertindak selayaknya suami, begitu pun aku. Semua itu terjadi karena bisa jadi Mas Haikal masih menganggap pernikahan itu nggak penting dan aku masih memiliki perasaan pada Randi.Layaknya kutub utara dan selatan yang tolak menolak. Kami menjadi dua orang dewasa yang tengah berpura-pura bahagia di depan para sanak saudara dan orang tua tapi di belakang itu yang tersisa hanyalah ... dingin.Aku yang berusaha bertahan karena balas budi dan dia yang bertahan karena kepatuhan. Kami memiliki alasan berbeda untuk tetap menjalani pernikahan ini tapi tak tahu sampai kapan bisa bersandiwara. Sebab, sampai sekarang pun aku dan Mas Haikal masih saling membatasi diri.Ak
Semenjak menikah dengan Mas Haikal, aku tak pernah membayangkan hal-hal yang menyenangkan akan terjadi. Aku tahu benar posisiku di rumah Bunda hanyalah sebagai pelengkap. Bahkan sampai sekarang pun aku tetap menjadi orang asing yang dipaksa masuk ke keluarga Bunda karena aku tak punya keluarga dan orang tuaku entah di mana.Aku yakin seandainya orang tuaku normal, bisa jadi mereka tak akan membiarkanku dirawat orang lain. Namun, takdir emang seunik itu. Kita tidak pernah memilih akan lahir dari rahim siapa dan bagaimana bentuk orang tua kita. Betul, kan?Lalu, apa aku harus mengeluhkan keadaan? Kurasa tidak! Aku akan pasrah jika nanti sekali pun pada akhirnya Mas Haikal menceraikanku saat dia sudah tak tahan, paling tidak bukan aku yang melepasnya lebih dulu. Itu bukti komitmen seorang anak yang tahu balas budi.Kusadari banyak yang takut menikahkan anaknya denganku karena orang tuaku, tapi tidak dengan Bunda. Bunda bilang, sebelum dia mengajukan Mas Haikal menjadi suami, dia suda
Kata orang, memiliki tapi tak mencintai itu rasanya lebih menyedihkan dibanding mencintai tapi tak memiliki dan tampaknya aku setuju setelah melihatnya sendiri.Dulu aku berpendapat kalau memiliki tapi tak mencintai itu tak ada salahnya, toh kita punya raga seseorang itu dan cinta akan tumbuh seiring waktu. Namun, sekarang aku mulai ragu sebab Mas Haikal tetap tak berubah.Ema adalah cinta pertamanya dan kami hanya bertahan karena keadaan, meski kadang mungkin suatu saat bisa saling menyakiti, dimulai dari sekarang.Aku mengedip-ngedipkan mata berharap apa yang kulihat itu salah, tapi ternyata berapa kali pun aku mencoba meragu tetap saja sosok pria yang ada di depanku tak berubah wujud begitu juga dengan wanita yang ada di hadapannya.Sang lelaki tetaplah Mas Haikal dan si perempuan adalah Ema. Ah, aku paham mungkin mereka sedang bernostalgia. Sementara aku dan Bang Dhimas hanya nyamuk.Oiya, mulai hari ini Dokter Dhimas memintaku merubah nama panggilannya menjadi Bang Dhimas.Terden
Mas Haikal adalah kulkas berjalan. Itu pendapat ter-valid yang bisa kukatakan sekarang.Jangan harap ada rasa di antara kami, jika untuk memegang barangnya saja aku sudah dilarang sedemikian rupa sampai-sampai aku merasa sesak dan ingin segera turun dari mobilnya.Untuk apa mobil mewah jika yang menyetirnya tak memiliki kehangatan? Sekarang aku paham, mobil dan yang nyetir sama-sama kayak es. Dingin dan bikin hati ngilu.Sebenarnya, tadi aku sempat menganggap dia sudah mulai berubah dan melunak padakusetelah pertemuan dengan Ema dan Bang Dhimas di sekolah, tapi ternyata aku salah.Sepanjang jalan menuju rumah tadi ada saja larangannya padaku."Dont touch my car!""Duduk yang bener, kamu bikin saya gak konsen!"Eh, itu spionnya jangan dihalangin, saya gak bisa liat!"Astaga! Ada saja keluhannya padaku membuat hatiku tak nyaman dan menyesal tak pulang bareng Bang Dhimas saja.Teganya lagi.Aku kira sikap menyebalkan Mas Haikal itu akan berakhir di mobil tapi lagi-lagi aku terlalu ber-bu