Kalau boleh nih jodoh dianulir atau diremedial, pasti aku akan mengisi angket perjodohan dengan nama-nama seperti Tom Cruise, Lee Min Ho, Lee Seung Gi sampai Kim Seon Ho sebagai pengganti Mas Haikal.Namun, takdir memang terkadang kejam kalau kata Desi Ratnasari. Setelah bulan madu gagal, bertemu ibuku pun gagal sekarang bayangan untuk berjalan-jalan di taman bunga pun gagal.Itu semua adalah ulah Mas Haikal yang suka berbuat seenak udelnya. Tanpa mempedulikan perasaan seorang anak terbuang sepertiku. Dia dengan gaya diktatornya tiba-tiba menginfokan akan pulang hari ini karena dia ada urusan. Padahal semalam kami sudah sepakat akan menemaniku refreshing dan mencari ibu sekali lagi.Jadilah, semua acara dicancel dan aku hanya bisa gigit jari ... iya jari kaki.A-P-E-S!"Ngapain kamu lihatin saya? Mau nyantet saya?" tanyanya menyebalkan saat mataku tak henti memelototinya."Enggak itu ngeliat boxer. Eh bukan, maksudnya kesel," jawabku keceplosan. Aneh nih otak, setiap melihat Mas Haik
Yang namanya nikah sama kakak angkat, aku tidak pernah berharap tinggi akan berakhir dengan romantisme seperti film India apalagi drama Korea.Enggak ada adegan mesra-mesra atau apa pun namanya. Berharap dia tidak menghinaku saja sudah lebih dari bersyukur.Mas Haikal jadi suami perhatian? Nonsense!Aku takut global warming semakin tinggi kalau dia mengubah sikap jadi baik. Kami itu seperti Tom and Jerry atau Spongebob dan Squidward yang tak pernah saling mengisi dan tahu keburukan satu sama lain sampai ke akarnya.Dia tahu aku yang suka ngupil dan aku tahu dia yang suka kentut sembarangan.Di balik wajah tampannya, sifat Mas Haikal itu ... ah, entahlah. Aku takut kualat kalau menceritakannya.Namun, asumsi ini ternyata tak sepenuhnya tepat. Aku tak bisa berbohong, pelukan dadakan Mas Haikal di pasar Cipanas tempo hari membuat bulu kudukku sukses meremang dan jantungku berdegup kencang. Sedikit banyak perbuatannya yang sok perhatian itu mulai mempengaruhiku sampai-sampai kurasa di
Sebagai wanita yang sudah menikah aku ingin bersikap dewasa. Tidak cemburu, tidak julid, tidak dengki, tidak kepo dan tidak melakukan hal bodoh yang menyebabkan diri tersiksa tapi semua itu hanya teori karena Mas Haikal membuatku bingung setengah mati.Seusai acara keceplosan di restoran Mas Haikal tiba-tiba menjadi pendiam, dia sama sekali tak berbicara apa pun bahkan sampai kami tiba di apartemen dan masuk ke kamar masing-masing.Aku paham pasti dia tidak menyangka kalau reaksi Alvia akan sekeras itu hingga mereka pun cukup lama bicara. Terlebih banyak orang yang harus ia berikan klarifikasi walau akhirnya Alvia berjanji akan merahasiakannya dari yang lain.Oya, mungkinkah sikap diam suamiku itu dikarenakan ia menyesal mengakuiku sebagai istri di depan Alvia?Apa sepenting itu seorang Alvia dalam hatinya? Apa aku hanya bayang-bayang? Lalu, bolehkah aku menyerah saja? Dan mundur dari arena ini.Ah ... sial! Ternyata melelahkan, ya? Menjadi istri dari suami yang hatinya milik wanita l
Sebagai wanita yang sudah menikah aku ingin bersikap dewasa. Tidak cemburu, tidak julid, tidak dengki, tidak kepo dan tidak melakukan hal bodoh yang menyebabkan diri tersiksa tapi semua itu hanya teori karena Mas Haikal membuatku bingung setengah mati.Seusai acara keceplosan di restoran Mas Haikal tiba-tiba menjadi pendiam, dia sama sekali tak berbicara apa pun bahkan sampai kami tiba di apartemen dan masuk ke kamar masing-masing.Aku paham pasti dia tidak menyangka kalau reaksi Alvia akan sekeras itu hingga mereka pun cukup lama bicara. Terlebih banyak orang yang harus ia berikan klarifikasi walau akhirnya Alvia berjanji akan merahasiakannya dari yang lain.Oya, mungkinkah sikap diam suamiku itu dikarenakan ia menyesal mengakuiku sebagai istri di depan Alvia?Apa sepenting itu seorang Alvia dalam hatinya? Apa aku hanya bayang-bayang? Lalu, bolehkah aku menyerah saja? Dan mundur dari arena ini.Ah ... sial! Ternyata melelahkan, ya? Menjadi istri dari suami yang hatinya milik wanita l
Peristiwa semalam dan ancaman Mas Haikal sukses membuatku tak bisa tidur. Pikiranku sibuk melanglang buana karena cemas mantan kakak angkatku itu akan berbuat yang enggak-enggak saat aku terlelap.Mungkinkah aku parno?Sehingga benakku terus saja melancarkan invansi pertanyaan yang tak kunjung selesai dan membuatku stres.Bagaimana kalau dia tiba-tiba menyerang saat aku tidur? Bagaimana kalau pas bangun bajuku nggak ada? Atau tiba-tiba dia khilaf dan aku kehilangan statusku sebagai perawan?Ah, stress! Semua spekulasi tersebut sukses membuatku menjadi kunti yang rajin meronda hingga ayam berkokok tiba.Baru saja sekamar sudah pusing begini, gimana kalau lanjut ke tahap lebih intim? Bisa-bisa aku pingsan."Mata kamu kenapa bengkak gitu?" tanya Mas Haikal sambil melirik sekilas ke arahku yang lesu.Saat ini mobil Mas Haikal baru saja parkir di halaman sekolah tempatku mengajar. Seperti biasanya pagi-pagi begini masih belum banyak guru dan siswa yang datang.Mendengar pertanyaan Mas Haik
Baper itu ada porsinya. Itulah prinsip yang kupegang tapi kalau bapernya sampai ke ubun-ubun gimana? Itulah yang sedang kuidap sekarang.Bagaimana aku tidak baper jika kepalaku berada dekat dengan dada Mas Haikal? Pakai beradu pandang segala lagi. Kan, aku jadi deg-degan dan panas dingin. Lagian sih Mas Haikal suka bermain api, buat menjelaskan saja harus gengdongan segala sampai mobil lagi. Enggak bisa apa pakai cara lebih manusiawi bukan ala preman begini? Dasar aneh! Bikin jantung kelojotan aja."Masih manyun aja nih? Mau denger penjelasan gak atau mau beneran di ranjang?" ucapnya dengan ekspresi menggoda."Berisik! Apaan sih? Gak lucu ya, Mas? Ni masih di jalan loh," balasku tanpa melihatnya.Heran, masih di mobil juga mainannya ngancam terus. Aku memilih melemparkan wajah ke samping jendela melihat situasi yang ada di luar sana dibanding makin terpesona sama si mantan kakak angkat."Oke, Mas jelasin ya adik eh istri manis."What? Adik manis katanya? Keceplosannya bikin sakit."
Apa Mas Haikal serius ingin memiliki anak dariku? Bagaimana dia bisa berkata begitu? Mungkinkah Mas Haikal terbentur tembok? Ah, ini membingungkan. Lagi, aku menghela napas lelah. Pagi ini aku terbangun dengan kepala pening dikarenakan perkataan suamiku semalam berhasil membuat mataku terjaga hingga pagi.Namun, anehnya kelembutan Mas Haikal yang ia tujukan kemarin malam seakan lenyap di telan bumi ketika kami bertemu untuk sarapan.Seolah tak terjadi apa-apa, dia kembali ke bentuk aslinya yaitu menjadi kulkas berjalan.Dingin dan menyebalkan.Maunya dia apa, sih? Masa iya dia khilaf karena terbawa suasana? Atau dia kasian karena ibuku sendiri mengusir anak kandungnya? Sehingga dia ingin memiliki anak dariku?"Hari ini kamu bisa temenin Mas?" tanya Mas Haikal memecah kebisuan di antara kami.Akhirnya, dia berbicara juga."Temenin? Temenin ke mana, Mas?""Ke nikahan temen SMA Mas, dulu kami satu kelas.""Kondangan temen SMA maksud, Mas?"Mas Haikal mengangguk singkat sambil meneguk
Di mana-mana dalam suatu pernikahan mustahil jika kita terus menghindari namanya kewajiban berhubungan antara suami-istri dan aku paham itu. Tapi, yang aku nggak paham cuma satu kenapa aku haid di saat kami tampaknya siap melakukan hal yang mulia tersebut?Ini sih namanya seperti puasa di tengah gurun sahara. Nelangsa.Masih terbayang di benakku tatkala sepanjang jalan Mas Haikal terus bersenandung sambil senyam-senyum kanan kiri, seakan dia tak sabar untuk melakukan 'aktivitas' itu denganku. Mungkin dia masih menyangka bahwa hari ini adalah hari di mana kami akan menyatukan raga kami karena sudah saling menerima takdir, oleh karena itu dia sangat bersemangat.Saking semangatnya bahkan dia pun tak lupa bersih-bersih kamar dan menyiapkan makan malam kami. Katanya khawatir aku kelelahan jadi dia yang akan memasak. Segitunya dia menunggu saat ini. Namun, sikapnya yang berlebihan itulah yang membuatku tak enak dan bingung mau menyampaikan yang sebenarnya. "Ana! An? Kamu udah kan ganti ba