Share

Dinikahi Majikan Jutek
Dinikahi Majikan Jutek
Penulis: Al Fahri

Bab 1 20 Juta

Penulis: Al Fahri
last update Terakhir Diperbarui: 2023-09-01 20:14:46

"Apa! 20 juta!"

Beberapa orang di minimarket tersentak mendengar suaraku yang bernada tinggi. Namaku Alsava Mahira, aku bekerja sebagai pembantu rumah tangga di kediaman Kamali. saat ini aku tengah berbelanja kebutuhan dengan majikanku, Nabila Maharani. Namun sepertinya harus tertunda saat ada panggilan masuk pada handphone milikku.

Bagaimana tidak terkejut mendapat telepon dari kampung bahwasannya ayahku tengah berada di rumah sakit dan terkena struk. Suara Ibu bahkan terdengar menangis terseguk-seguk.

"Apa aku tidak salah dengar, Bu?" Aku memastikan lagi. Dadaku tiba-tiba terasa sesak.

"Benar, Alsava. Ibu sudah berusaha mencari pinjaman ke tetangga dan saudara, tapi tak satu pun dari mereka bisa membantu. Uang 20 juta terlalu besar bagi mereka untuk dipinjamkan kepada kita yang miskin," lirih Ibu di sebrang sana. Air mataku merembes keluar tak bisa menahan pilu.

Segera kuusap air mata ini. Kucoba menarik napas begitu dalam lalu menghembuskannya dengan perlahan.

"Al, kenapa kamu diam saja?" Suara ibu memecah keheingan dalam sesaat.

"I-iya, Bu. Al, akan cari jalan keluarnya ya. Akan Al usahakan untuk mendapatkan uang 20 juta," balasku. Setelah itu sambungan telepon berakhir.

"Untuk apa uang sebanyak itu, Al?"

Suara sopran seketika membuatku mendongak paksa. Tak sadar dengan keberasaan Bu Nabila yang ternyata berada di dekatku.

"Bu-bukan apa-apa, Bu. Salah sambung." Aku hanya berusaha mengelak. Tak bisa kuceritakan masalah internal keluarga di kamping kepadanya.

"Mana bisa salah sambung. Kamu memanggil Ibu pada seseroang dalam sambungan telepon tadi," tekan Bu Nabila membuatku semakin gugup.

Aku memang sudah dua tahun bekerja sebagai pembantu di rumahnya, tapi aku tak bisa memanfaatkan kebaikannya selama ini. Bu Nabila menganggapku bagai adiknya, begitu pun sebaliknya denganku yang menganggapnya bagaikan Kakak.

Tapi, berbeda dengan suaminya, Pak Fikri. Pria berusia empat puluh tahun itu selalu jutek kepadaku bahkan terkadang marah tanpa alasan.

"Hei, Alsava Mahira!"

Bu Nabila melambaikan tangannya di depan wajahku. Tak sadar kalau diri ini sempat melamun.

"Maaf, Bu." Aku menurunkan tatapan.

Sial, pasang manik ini tak bisa diajak kompromi. Ada genangan air mata saat mengingat kesusahan yang tengah dialami orang tuaku di kampung.

"Ayo ikut saya!"

Bu Nabila menarik lembut tangan ini. Akan dibawa kemana aku? Padahal kan aku dan majikanku ini berniat berbelanjan bulanan.

Bu Nabila membawaku ke restaurant amerika yang berada di lantai tiga di gedung yang sama.

"Duduk karena kita harus bicara!" Telunjuk Bu Nabila melurus pada kursi yang berada di sampingku. Tak bisa kubantah karena raut wajah majikanku tampak serius.

"Kenapa jadi ke sini, Bu?" Kuberanikan diri bertanya.

"Ada yang ingin saya bicarakan dengan kamu, Alsava," jawab Bu Nabila. Kali ini wajahnya nampak sendu, sama halnya denganku. Aku mengangguk saja sebagai tanda paham dengan maksudnya.

"Kamu tahu kan saya sering bolak-balik rumah sakit?"

Aku mengangguk saat Bu Nabila bertanya.

"Kamu juga tahu kan kalau saya sering mengeluh pada bagian perut?"

Aku mengangguk lagi mengiyakan pertanyaan majikanku. Bu Nabila memang sering masuk rumah sakit. Imunitas tubuhnya lemah dan sering mengeluh sakit pada perutnya tapi sampai detik ini aku tak diberitahu mengenai penyakitnya. Aku hanya tahu, rambutnya yang perlahan mulai rontok.

"Saya ingin agar kamu menikah dengan, Mas Fikri."

Kalimatnya kali ini membuat kedua bola mataku membulat sempurna. "Apa!"

Apa mungkin Bu Nabila sedang bergurau? Bagaimana bisa dia menginginkan aku menikahi suaminya. Kepala ini menggeleng dengan sendirinya.

"Tidak, Bu." Bahkan lidah pun turut menolak mewakili isi hati.

"Kenapa?" Bu Nabila masih saja bertanya 'kenapa' padaku.

"Tidak, Bu. Saya tidak bisa. Saya belum siap menikah dengan pria mana pun," jawabku dengan tegas.

"Bagaimana jika saya bisa membantu kamu memenuhi kebutuhan keluargamu? Saya bisa memberimu uang 20 juta, bahkan lebih dari itu." Bu Nabila menyodorkan penawaran.

Bagaimana bisa?

Aku mengusap wajah dengan kasar. Bagaimana bisa Bu Nabila melakukan itu.

"Tolong jangan bercanda, Bu." Aku hanya berusaha mengelak. Semua ucapan Bu Nabila terasa janggal.

"Saya serius, Alsava! Bagaimana bisa kamu menganggap permintaan saya hanya sebuah lelucon!" Bola mata Bu Nabila nampak berkaca-kaca. Ada apa dengan wanita dewasa ini? Aku tak paham. Usiaku masih muda bahkan tak mengerti dengan masalah orang dewasa.

Aku menelan saliva berat. Kupandangi wajah Bu Nabila. Tak ada garis lelucon yang seperti aku pikirkan. Wajahnya nampak serius. Bahkan sepasang manik yang sempat berkaca-kaca itu, kini terlihat mulai menetes di pipinya.

"Kenapa, Bu? Saya yakin, tidak ada wanita yang rela dimadu. Mengapa Bu Nabila melakukan ini?" Pertanyaan itu keluar begitu saja. Mungkin karena aku sudah akrab dan dekat dengannya.

"Karena saya sakit. Usia saya tak akan lama lagi, begitu vonis Dokter," terangnya. Bu Nabila nampak mengusap pipinya yang basah.

Bersamaan dengan itu aku pun terkejut seraya menutup mulut yang terbuka.

"Saya tidak mau, Mas Fikri jatuh pada wanita yang salah." Bu Nabila menatapku.

"Saya lihat, kamu sudah mulai piawai mengurus keperluan Mas Fikri. Lagi pula, masakan kamu pun sudah melekat di lidah suami saya. Saya percaya sama kamu, Alsava. Kamu gadis baik-baik dari desa. Kamu wanita yang tulus. Saya memilih kamu berdasarkan pertimbangan yang panjang. Percayalah, tidak mudah membuat keputusan seberat ini," jelasnya lagi.

Entahlah aku belum bisa memutuskan apa-apa. Pikiranku kacau. Percakapan dengan Bu Nabila bahkan membuatku tak bisa tidur malam ini. Bagaimana mungkin aku menikah dengan Fikri Kamali yang usianya bahkan lebih pantas menjadi Ayah dibanding suami. Ditambah dengan rentetan pesan yang masuk dari ibuku. Poto keadaan ayahku yang sedang kritis bahkan berhasil memporak-porandakan perasaan ini.

Ting!

Suara notipikasi membuyarkan lamunanku. Pesan masuk lagi-lagi dari Ibu lagi. Gegas kubuka dan kubaca.

"Alsava, keadaan Ayah makin parah. Bagaimana ini? Tidak ada tindakan apa-apa jika perjanjian operasi belum disetujui. Ibu tak memiliki uang sama sekali. Tolong ayahmu, Nak."

Hatiku kembali teriris usai membaca pesan untuk yang kesekian kalinya dari Ibu. Tanpa pikir panjang, gegas kubalas pesan dari Ibu agar ayahku segera dilakukan tindakan.

"Lakukan yang terbaik, Bu. Besok Alsava akan pulang membawa uang yang Ibu butuhkan." Pesan itu segera kukirim pada Ibu, agar Ayah segera ditolong.

***

"Bagaimana keputusan kamu, Alsava?" Bu Nabila kembali mendesakku.

Kepala ini menunduk sehingga akhirnya mengangguk. Tak ada yang kupikirkan selain keselamatan ayahku. Biarkan aku menjual diri demi seseorang yang berharga dalam hidupku.

Bu Nabila menyeringai senang melihat anggukan kepala dariku. Namun seketika hatiku dibuat ragu saat Fikri Kamali keluar dari kamar menghampiri kami di ruang tengah.

Pria dewasa bertubuh tinggi berisi dengan kumis tipis di atas bibir. Bahkan dagunya tampak dilebati oleh bulu yang tebal. Aku bergidik ngeri. Apa aku akan sanggup menjadi istri kedua laki-laki dewasa itu? Terasa menyeramkan.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Dinikahi Majikan Jutek   Bab 35 Ketahuan

    Pagi ini aku memilih menyudahi konflik batin ini. Aku menghampiri Pak Fikri yang duduk sendirian di sofa dengan tatapan kosong ke depan. Aku duduk di sofa yang berseberangan dengannya.Pria itu terkejut tatkala aku datang dengan tiba-tiba. Dia menoleh menatapku masih bersalah."Pak, hari ini saya sudah membuat keputusan." Pak Fikri terkejut saat mendengar ucapanku. "Keputusan apa, Al?" Suaranya bergetar saat bertanya padaku.Aku melihat kiri dan kanan terlebih dahulu. Memastikan bahwa di dekat ruangan ini tak ada Mama Fira."Mama kemana?" Aku bertanya terlebih dahulu."Mama sedang pergi ke minimarket membeli keperluan makanan," jawab Pak Fikri. "Ada apa, Al?" Suamiku itu bertanya lagi dengan suara lembut tak seperti biasanya yang selalu jutek dan sinis.Aku menghela napas terlebih dahulu. Mengatur perasaan yang terasa lebih baik dari sebelumnya."Kita tahu kan, Pak. Pernikahan ini hanya pura-pura saja. Tersisa waktu empat bulan lagi semuanya akan segera berakhir. Tapi kenyataannya sa

  • Dinikahi Majikan Jutek   Bab 34 Berduka Dalam Kebahagiaan Suamiku

    "Apa!" Mama Fira terkejut mendengar jawaban dari Pak Fikri barusan."Iya, Ma. Akhirnya aku bisa memiliki anak," balas Pak Fikri pada mamanya.Aku melihat bola mata suamiku dan mamanya terlihat berbinar. Mereka berpelukan meluapkan rasa bahagia. Berbeda dengan diri ini yang rasanya hancur tak memiliki masa depan lagi setelah ini."Alhamdulillah. Akhirnya kamu akan jadi seorang Ayah, Fikri." Mama Fira masih memeluk tubuh Pak Fikri terlihat sangat terharu dengan kehamilanku."Iya, Ma. Penantian yang sungguh panjang."Aku hanya diam dalam kesedihanku melihat dua manusia di depan saling meluapkan kebahagiaan. Aku kembali meneteskan air mata di pipi. Dalam diam dan bibir yang rapat aku dipapah oleh Mama Fira berjalan ke kamarku. Bukan ke kamar belakang, tapi Mama Fira membawaku ke kamar Pak Firki. Tubuh lemasku dibaringkan di atas ranjang yang empuk tapi tubuh ini terasa sakit. "Kamu istirahat ya. Mama akan buatkan kamu minuman yang segar." Mama Fira terlihat keluar dari kamar. Aku masih

  • Dinikahi Majikan Jutek   Bab 33 Hamil

    "Bagaimana keadaanya, Dok?" Pak Fikri langsung bertanya kepada Dokter tentang keadaanku setelah pemeriksaan selesai. Aku masih berbaring karena rasanya mual. Bukannya menjawab pertanyaan Pak Fikri, Dokter malah menyuruh asistennya mengantarkan aku ke kamar mandi untuk buang air kecil, padahal aku sedang tidak ingin pipis.Tanpa bisa membantah, aku segera mematuhi perintahnya. Aku masuk ke dalam kamar toilet. Kemudian buang air kecil yang diminta dimasukkan ke dalam wadah kecil. Kemudian air pipis itu dibawa asisten Dokter.Aku mengerutkan kening. "Aneh banget sih. Itu air pipis kan bau."Setelah itu aku kembali duduk di depan Dokter, berdampingan dengan Pak Firki.Beberapa menit kemudian, asisten Dokter yang tadi menemaniku di toilet nampak membawa sebuah alat tes yang sepertinya membuat bola mata Pak Fikri membulat."Kok ada testpack?" Pak Fikri ternyata mengetahui alat medis itu. "Iya, Pak. Testpack ini hasil pemeriksaan air seni milik Nona Alsava barusan. Hasilnya positif," jelas

  • Dinikahi Majikan Jutek   Bab 32 Kehangatannya

    Terpaksa membuka pintu. Aku menghampiri Mama Fira yang baru saja masuk ke dalam rumah."Al, bagaimana kabarmu?" Mama Fira yang selalu baik, menyapu dengan suara ramah.Aku segera meraih dan mencium punggung tangan wanita paruh itu. "Kabar saya sehat, Ma. Bagaimana dengan kabar, Mama?" balasku berbalik tanya padanya."Baik kok. Mama dengar kamu sakit. Maaf ya Mama tak sempat menengok ke rumah sakit. Baru pulang dari luar kota makanya baru sempat datang ke sini," cerita Mama."Tidak apa-apa kok, Ma. Saya sehat. Kemarin memang asam lambung kumat. Tapi sekarang sudah membaik, Ma," terangku.Wanita paruh baya yang sangat baik itu membelai rambut ini dengan lembut membuat aku merasa diperhatikan."Al, jaga kesehatan ya. Asam lambung jangan disepelekan. Itu berbahaya." Mama Fira menyarankan."Iya, Ma. Makasi ya. Mama selalu baik pada saya," balasku semakin terharu."Mama akan masak buat kamu. Kamu sudah makan?" Aku menggelengkan kepala. Aku memang malas makan karena kesal pada Pak Fikri."Y

  • Dinikahi Majikan Jutek   Bab 31 Berani

    Pagi menjelang siang ini, kami bertiga sudah duduk di kursi ruang makan. Tak ada sepatah kata pun keluar dari mulut ini. Hanya Ibuku dan Pak Fikri saja yang berbicara memperlihatkan keakraban. Aku tak perduli dengan topik pembicaraan mereka. Jiwa ini terasa rusak."Al, hari ini Ibu akan pergi ke mall diajak Fikri jalan-jalan. Kamu mau ikut gak?" Tiba-tiba Ibu bertanya disela-sela lamunanku. Aku menoleh pada wanita paruh baya itu. Wanita yang sangat aku hormati. Bahkan diri ini rela hancur hanya untuk kebahagiaannya."Ibu pergi berdua saja. Aku sedang malas kemana-mana, Bu. Rasanya lemas," jawabku dengan pelan. Lagi pula selangkangan ini masih terasa perih."Hmm Ibu percaya deh. Kamu pasti kecapean ya." Ibu malah menggodaku.Terserah Ibu saja mau berpikir apa pun. Aku hanya mengulum senyum saja saat Ibu menggodaku. Seakan mengiyakan tebakan Ibu."Baiklah, Ibu pergi dulu ya," pamit Ibu setelah aku mengiyakan.Tak lama setelah Ibu berlalu keluar, nampak Pak Fikri menghampiriku."Al, Ibu

  • Dinikahi Majikan Jutek   Bab 30 Akibat Kenakalannya Malam Tadi

    Ibu malah tersenyum mendengar pertanyaan dariku. Padahal aku bertanya cukup serius padanya."Ibu kok malah senyum-senyum sih. Aku serius nanya sama Ibu. Semalam itu minuman apa?" tanyaku lagi kian penasaran saja."Memangnya apa yang kamu rasasakan semalam?" Lagi-lagi Ibu malah berbalik tanya."Ada yang berbeda dari biasanya, Bu," jawabku."Beda bagaimana?" Ibu bertanya lagi membuatku semakin merasa aneh saja."Sudah dong, Bu. Jangan berbalik tanya lagi. Aku serius nanya sama Ibu, minuman apa yang semalam Ibu berikan padaku dan Pak Fikri?" Dengan kembali nanar aku bertanya pada Ibu.Akhirnya Ibu menyudahi senyumannya. "Minuman semalam adalah jamu penyubur rahim sekaligus menambah stamina agar kalian sering berusaha untuk mendapatkan momongan," jawab Ibu yang membuat bola mataku membulat sempurna.Ya ampun Ibu. Bisa-bisanya Ibu telah menghipnotis aku dan Pak Fikri semalam. Aku jadi semakin yakin kalau ketidak sadaran semalam adalah pengaruh dari jamu yang diberikan Ibu.Dadaku terasa pa

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status