Share

Bab 9 Setelah Kepergiannya

Tangisan Omah Rani dan Naysila pecah di kamar itu. Aku dan Ijah yang masih berdiri di ambang pintu turut sendu dan meluruhkan air mata.

Sementara Fikri Kamali, pria yang selama ini kukenal kuat, kini terlihat rapuh. Air matanya yang mungkin sedari tadi susah payah dibendung, kini tampak membasahi wajahnya yang sendu. Pak Fikri terlihat hancur.

"Nabila..." lirih Omah Rani meluapkan kesedihan. Inginnya aku mendekati mereka, tapi saat kaki mulai melangkah, Naysila merentangkan tangannya.

"Pergi kamu dari sini," desis Naysila mengusirku. Dia mendorong tubuh ini dua langkah kebelakang. Aku menghargainya yang tengah bersedih. Tak boleh ada keributan di tengah kesenduan.

Raungan tangisan terdengar dari kamar Bu Nabila. Aku yang kini berada di ruang tengah sampai tak mampu menahan kesedihan.

Bagaimana tidak bersedih, Bu Nabila adalah wanita berhati peri. Dia selalu menolongku dalam kesusahan. Aku terduduk di atas sofa. Kaki ini rasanya lemas saat kesedihan menyelimuti diri.

Tiba-tiba lengan
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status