"Jadi untukku, Nya?" Azizah masih belum percaya dengan apa yang di dengarnya barusan.
"Betul. Semua baju itu untukmu," terang Anita. "Tapi, Nya, harganya sangat mahal. Saya tidak pantas menerimanya. bahkan gajiku satu bulan pun tidak akan cukup untuk membeli satu baju ini. Apalagi, aku belum ada bekerja sehari, Nya." "Anggap saja baju ini sebagai hadiah karena kamu sudah masak nasi goreng yang enak, dan sudah menemani saya jalan-jalan," bujuknya, karena melihat wajah Azizah yang cemas. "Itu kan sudah tugas saya, Nya." "Azizah.... Kamu gak perlu sungkan, sejak pertama saya melihat kamu, saya sudah menganggap kamu seperti keluarga sendiri. Jadi saya membelikan baju ini dengan sangat ikhlas. Kamu jangan menolak ya?" Azizah tidak kuasa lagi untuk menolak pemberian Anita. Dia tidak mau mengecewakan orang yang sudah memberinya dengan tulus. "Baiklah, Nyonya. Terima kasih atas semua pemberian Nyonya. Semoga Nyonya selalu dilimpahi rezeki dan umur yang panjang." "Aamiin," jawab Anita dengan senang hati. "Sekarang, kita makan siang dulu, ya.... Emm, berhubung Mall ini tidak jauh dari kantor Yanto, sebaiknya kita ajak Yanto sekalian." Azizah hanya mengangguk saja sambil tersenyum. Dia cukup sadar diri kalau dirinya hanya bisa menurut apa yang dikatakan Nyonyanya. Anita kemudian mengambil ponselnya dari dalam tas jinjing. Dia menghubungi salah satu nomor. Setelah nada panggil berhenti, terdengar suara mengucap salam dari ujung telepon. Anita menjawab salam anaknya dan berkata, "Nak.... Kamu sudah makan siang?" "Belum, Ma? Kenapa?" "Kalau begitu, kita makan siang bareng, ya? Mama di mall bintang sekarang." "Mama sama siapa ke sana?" "Sama Azizah." "Ok, Ma. Yanto berangkat sekarang." Anita mematikan layar ponselnya dan kemudian menyimpannya lagi. Setelah memasukkan kembali ponselnya ke dalam tas, Anita mengajak Azizah, "Ayo, Azizah. Kita cari tempat makan dulu." Sepanjang mereka berjalan menyusuri setiap keramaian di maal ini, Azizah selalu mencuri perhatian banyak orang dengan kecantikan yang dimilikinya dan pakaian yang dikenakannya. Ditambah lagi dengan polesan make up yang dipakainya dengan tidak terlalu mencolok. Tidak ada yang menyangka, bahwa dia hanyalah seorang pembantu. Dua orang wanita beda usia itu berjalan beriringan layaknya seorang ibu dan anaknya. Begitu mereka sampai di restoran siap saji yang mereka tuju, Anita memilih sebuah meja kelas ekslusif. Azizah ragu-ragu untuk duduk. Tapi Anita menarik sebuah bangku untuknya dan berkata, "duduklah, Azizah. Kamu tidak perlu sungkan, Ok?" "Hehe.... I-iya, Nyah." Tidak berapa lama mereka menunggu, terlihatlah seorang pemuda yang tampan dari kejauhan oleh Azizah. Dari jauh mata mereka saling bertemu. Yanto tidak yakin kalau wanita yang sedang menatapnya adalah Azizah, karena dia sangat berbeda dari Azizah yang baru bertemu dengannya tadi pagi. Tapi di depan Azizah ada mamanya, sedangkan mamanya bilang datang bersama Azizah, tentu saja dia Azizah. Yanto mengucek matanya beberapa kali. Begitu dia sampai di tempat mamanya, dia langsung memeluk mamanya. "Mama...." Yanto mencium pipi kiri dan kanan mamanya. "Ya, Sayang. Duduklah. Kita makan sama-sama," ucapnya. "Mama ke sini sama siapa?" Matanya melihat ke arah Azizah yang masih bengong. "Kan Mama sudah bilang, kalau Mama ke sini bersama Azizah.... Gimana sih kamu?!" Azizah segera menyadarkan dirinya dari lamunannya. "Hey.... Kamu? Kamu Azizah?" Azizah segera berdiri dari duduknya. Dia mengarahkan telunjuknya ke arah Yanto dengan mata yang membola. Namun di mata Yanto terlihat sangat imut. "I-iya.... Kamu kan yang hampir menabrak aku tadi?" "Hahaha.... Dan yang mengantarkan kamu juga ke rumahku," jawabnya setengah berbisik. Anita heran melihat Azizah yang kenal dengan anaknya dan tidak menyebutnya Tuan muda. Tapi kemudian wajahnya memancarkan senyum kebahagiaan seolah dia menemukan secercah cahaya dalam kegelapan. Ada rencana tersembunyi yang sedang ia jalankan. "Jadi kamu sudah kenal dengan anakku?" tanya Anita kemudian. Memang, setelah menyiapkan nasi goreng, Azizah disuruh oleh Mak Icun untuk membersihkan kamar Yanto. Tapi sebelum itu, dia disuruh mandi dulu. Sebab Yanto sangat alergi dengan bau keringat. Jika Azizah tidak steril masuk ke kamar Yanto, Mak Icun takut dialah nanti yang kena omel. Itu sebabnya Azizah belum bertemu secara langsung dengan Yanto dan Adi Bimantara. "Ja-jadi, dia ini Tuan muda Yanto?" Azizah semakin gelagapan. Dia malu sekali karena sok akrab dengan Tuan mudanya sendiri. "Haha.... Gak usah gugup Azizah. Dan gak usah juga panggil Tuan muda. Panggil saja Yanto," terangnya dengan senyum yang mempesona. "Rupanya kalian sudah saling kenal. Cantik gak Azizah Yan?" tanya Anita membuat Azizah salah tingkah karena dipandangi oleh pria tampan bermata indah. "Lumayan, Ma. Mama yang belikan dia baju?" bisiknya. "Iyalah...." "Sepertinya perempuan ini pandai mengambil hati mamaku. Belum sehari bekerja, sudah dibelikan banyak baju. Mama gak pernah seperti itu dengan sembarangan orang," batinnya. "Kalau begitu, nanti setelah makan, kamu antarkan Azizah pulang ya, Nak? Mama ada janji mendadak sama teman-teman Mama. Dia kan belum tahu jalan pulang dari sini," perintahnya. Azizah dan Yanto saling melempar pandang. Azizah tidak berani menolak Nyonyanya walaupun dia merasa enggan untuk pulang bersama Yanto. "Yang benar saja, bagaimana bisa aku duduk berdua dengan laki-laki yang sembrono ini. Semoga saja dia yang menolak," ujarnya dalam hati. "Tapi, Ma...." "Mama gak mau ada tapi-tapian. Pokoknya Mama mau kamu antarkan Azizah sampai ke rumah dengan selamat." Dengan menggenggam tangan mamanya Yanto berusaha untuk menolak. " Aku masih ada pekerjaan di kantor, Ma." "Kalau begitu, ajak Azizah ke kantormu, karena Mama gak mungkin membawanya ke acara Mama. Nanti dia malah bosan di sana," ujarnya seraya berlalu sambil mengambil ponselnya, lalu pura-pura menelpon. "Kenapa aku selalu dibuat susah oleh wanita ini? Dia ini pembantu atau aku yang pengasuhnya," batin Yanto"Kesabaranku sudah habis. Aku pastikan kamu akan mendapatkan balasannya Azizah," gumam Rudi.Keesokkan harinya, Azizah terbangun di dalam mobil. Seingatnya dia semalam berada di sebuah kamar dengan suaminya Yanto setelah merayakan malam tahun baru."Aduh," ringisnya seraya memegang kepalanya yang terasa berat. Di luar mobil, dia melihat tiga orang laki-laki sedang berbicara, lebih tepatnya sedang bernegosiasi. Satu orang yang tidak dikenalnya, sementara yang dua orang lagi adalah orang yang dikenalnya. Mereka adalah Rudi dan Doni. Azizah kembali menajamkan penglihatannya. Ya, ternyata memang mereka berdua, tidak salah lagi. Azizah segera membuka pintu mobil untuk melarikan diri. Tapi ternyata pintunya terkunci dan tidak bisa dibuka.Ketiga orang itu sekarang masuk ke dalam mobil dan tersenyum sinis kepada Azizah."Dimana saya?! Kenapa saya ada di sini?! Ayah dan Rudi kenapa kalian juga ada di sini?!"Dengan sinis Rudi menjawab pertanyaan Azizah."Kami di sini untuk menjualmu! Uangnya
Hari-hari berlalu tanpa ada kegaduhan. Doni seperti menghilang ditelan badai semenjak dia melancarkan aksinya. Yuni sudah mulai tenang. Azizah juga tidak lagi mencemaskan adik-adiknya akan diculik oleh sang ayah.Malam ini adalah malam tahun baru. Mereka semua yang ada di rumah Yanto sedang bersiap-siap untuk merayakan tahun baru ke sebuah pantai.Setelah menempuh perjalanan beberapa jam, akhirnya mereka sampai di sebuah pantai yang indah."Ayo masuk, Sayang." Elena menuntun Azizah masuk ke sebuah villa yang sangat indah."Ini adalah villa kita." "Indah sekali, Ma." Azizah memandang takjub keindahan villa itu. "Kamu akan lebih kagum lagi jika melihat pemandangan laut dari balkon. Ayo mama tunukkan," ajak Anita kemudian.Sesampainya di balkon, Azizah benar-benar terpesona dengan pemandangan laut yang tampak dari sana.Elena mencoba memanfaatkan waktu untuk mendekati Yanto disaat Azizah sibuk dengan mertua, ibu dan adik-adiknya."Sayang. Sudah lama kita tidak ke sini, ya?" Elena meran
Tok. Tok. Tok.Suara ketukan pintu membuat perhatian Azizah teralihkan. Dia yang tadinya saling pandang dari balik kaca transparan bersama sang suami, kini menoleh ke arah pintu."Masuk," seru Azizah.Ternyata Rudi yang datang dengan membawa beberapa laporan."Setelah memeriksa sejenak, Azizah berucap dengan nada dingin."Kenapa laporannya jadi berbeda dengan aslinya?!""M_maksudnya?""Pak Dino sudah menyerahkan tentang laporan gaji karyawan yang banyak potongannya. Saya harap Pak Rudi segera menyelesaikannya dalam satu bulan. Laporan ini sangat tidak akan bagus jika sampai ke tangan Pak Yanto. Jadi tolong kerja samanya. Berhenti jadi orang culas, karena itu akan menyengsarakan dirimu sendiri. Atau... kamu mau mendekam di penjara?!"Yanto terperangah dan berkeringat dingin mendengar kata-kata Azizah. Dalam hatinya berkata, "Sombong sekali dia sekarang. Baru sehari menjadi bos sudah sok-sokan gayanya. Tapi aku ti
Rudi merasa bersyukur karena Azizah menolak menolong Pela secara halus. Karena dia tidak mau kebusukannya di perusahaan akan ketahuan oleh Pela. Mau ditaruh di mana mukanya jika dia ketahuan korupsi. Pela pasti akan membatalkan rencana pernikahan mereka. Rudi menyeka keringat yang ada di keningnya dan menghembuskan napas secara perlahan."Azizah benar, Sayang. Dan... menurutku, sebaiknya kamu tidak usah bekerja lagi. Kita kan mau menikah, jadi, biar aku saja yang bekerja.""Umm, so sweet...." Pela menggenggam tangan Rudi dengan mesra..Azizah sedikit merasa kecewa mendengar Rudi melarang Pela untuk bekerja. Apalagi melihat kemesraan yang mereka tunjukkan di depan Azizah. Dia bermonolog dalam diam."Ternyata Rudi memang sangat mencintai Pela. Jika tidak, dia tidak akan melarang Pela untuk bekerja. Pela memang sudah mengisi hatinya. Sedangkan aku hanya sekedar penjaga jodoh sepupuku. Nasibnya memang jauh lebih baik dariku. Walaupun sekarang aku sudah menikah, suamiku tetap milik perempu
Elena terperangah hingga matanya melotot mendengar ancaman dari Azizah. Tapi Azizah mengulang kembali ancamannya."Kalau kamu berani mempermalukan aku di depan para tamu, aku pastikan semua orang akan mengetahui tentang perselingkuhan mu dengan Nofer mantan pacarmu."Elena terperangah mendengar ancaman dari Azizah. Dia tidak menyangka gadis lugu seperti Azizah akan berani mengancamnya."S_siapa Nofer? Jangan mengada-ada, kamu! Beraninya kamu mengancamku dengan membuat kebohongan!"Mendengar Elena mengatakan itu, Azizah tertawa kecil. "Elena, Elena. Aku pernah melihatmu bermesraan dengan Nofer di Mall, seperti halnya yang mas Yanto lihat. Tadinya aku pikir, cuma aku yang lihat. Tapi ternyata, mas Yanto juga melihatnya. Yah aku kasihan melihatmu bertengkar dengan mas Yanto. Tapi jika kamu mempermalukan aku nanti, bukan cuma dengan mas Yanto, tetapi, kamu akan bertengkar dengan mama dan papa mertua juga. Sebagai bonusnya, kamu akan menjadi bahan perbincangan semua orang. Bagaimana, Elen
"Kurang ajar! Kenapa aku bisa ketahuan. Yang lebih parahnya lagi, paman juga terseret. Gara-gara dia, paman harus dirawat di rumah sakit."Selama ini aman-aman saja. Tidak ada pemeriksaan gaji karyawan atau pun tentang uang bahan baku. Rudi bekerja sama dengan pamannya untuk menilap uang perusahaan karena dilihatnya sang Presdir jarang masuk ke perusahaannya. Tapi semenjak dia menikah, dia jadi sangat rajin memeriksa segala sesuatunya. Keadaan jadi sangat buruk untuk Rudi dan pamannya.Walau terasa lama, tapi akhirnya waktu berlalu. Rudi masih menimbang-nimbang apakah ia akan datang menghadiri pesta yang diadakan oleh bosnya. Pesta untuk memperkenalkan istrinya.Tapi dia memang harus pergi ke pesta itu, karena Yanto sudah memberikan signal kepadanya dengan memberikan keputusan jangka waktu jatuh tempo pelunasan uang gaji karyawan yang ia korupsi.Dia segera menghubungi Pela. Pela sangat senang sekali karena Rudi mau mengajaknya ke pesta yang diadakan bosnya. Tapi sayangnya dia merasa
"Secara tidak sengaja, aku mendengar pertengkaran antara Mas dan Elena semalam." Azizah tersenyum hambar. "Tapi jangan khawati, Mas. Aku gak masalah, kok. Setidaknya, dengan menjadi istrimu, sudah mengangkat derajatku sebelumnya yang hanya sebagai seorang pembantu, menjadi seorang istri dari majikanku sampai aku diceraikan.""Apa? Kamu menguping pembicaraan kami?! Jangan biasakan hal seperti itu. Tidak baik.""Aku bukannya sengaja menguping. Makanya kalau mau bertengkar ataupun bercinta, pintu kamar ditutup rapat dulu! Biar kalau ada orang yang lewat gak bisa dengar!"Seketika muka Yanto memerah mendengar penjelasan Azizah. Badannya terasa ngilu karena malu. Yanto sama sekali tidak menyangka kalau Azizah ternyata pernah memergokinya sedang bercinta dengan Elena.Dia melepas pelukannya dari Azizah. Pura-pura marah untuk menutupi rasa malunya, "A_apa! Bercinta?! Siapa yang bercinta?! Jangan asal bicara Zah?! Kamu kan tahu kalau aku masih marah dan belum bisa menerima dia. Bagaimana mung
Dari luar pintu yang tidak rapat, Azizah mendengar pertengkaran Yanto dan Elena dengan sangat jelas. Air matanya menitik tanpa ia sadari.Bukan maksudnya sengaja untuk menguntit atau mencuri dengar pembicaraan mereka. Tetapi karena ia harus melewati pintu kamar Elena untuk menuju kamarnya. Tanpa sengaja langkahnya terhenti mendengar perdebatan mereka yang menyebut tentang dirinya dengan sebutan merendahkan."Ternyata aku hanya dinikahi untuk melahirkan anak untuk mereka," batin Azizah dari balik pintu yang sedikit terbuka.Azizah melangkahkan kakinya yang terasa berat ke kamarnya. Tidak ada gunanya ia mendengar lebih banyak lagi. Yang ada hanya akan menambah luka batinnya.Sesampai di dalam kamar, dia duduk di depan cermin. Ia tak kuasa menahan perihnya hati saat mendengar pertengkaran antara Yanto dan Elena. Perselingkuhan Elena dengan lelaki lain menjadi sumber dari pertengkaran mereka, tetapi dialah yang menjadi peran utama dalam permasalahan mereka.Tangisan tak dapat meredam per
Yanto menjalankan mobilnya dengan pikiran yang bercabang. Disatu sisi, dia ingin menghibur Azizah, tetapi sekarang bahkan dia tidak bisa tersenyum.Elena dan seorang laki-laki yang bergandeng tangan selalu menari di pelupuk matanya.Perjalanan yang tidak memakan waktu lama terasa sangat lama bagi Yanto.Sesampainya di rumah, Dia membiarkan Azizah beserta adik-adik dan ibunya turun dari mobil. Dia tetap memperlihatkan senyum bahagianya. Setelah dia tinggal sendiri di dalam mobil, dia kembali murung."Selama ini, aku sudah banyak berkorban buat dia. Tapi kenapa tega sekali dia menghianatiku. Aku bahkan menikahi Azizah demi dia. Apa dia sama sekali tidak melihat pengorbananku? Jika bukan karena ingin memiliki seorang anak, aku tidak akan menikahi perempuan lain seperti yang diinginkan mamaku. Tapi dia! Tega sekali dia bermain api di belakangku. Dia tidak mau merusak tubuhnya jika melahirkan seorang anak. Tetapi teganya dia mengobral tubuhnya untuk lelaki lain. Apa karena itu dia tidak ma