Akhirnya acara ijab qobul dimulai. Rafka dan Sabrina kini sudah sah menjadi suami istri meskipun mereka belum siap dan masih tidak percaya hal ini bisa terjadi.Sabrina tak pernah mengira jika ia akan menikahi mantan adik iparnya yang usianya jauh dibawahnya.Memang benar, Sabrina baru tahu arti maut pada ipar. Mereka bisa merusak dan menghancurkan kehidupan rumah tangganya karena itu sangat disarankan saat sudah menikah lebih baik pisah rumah meskipun hanya ngontrak.Setelah acara selesai. Semua pamit pulang meninggalkan Rafka dan Sabrina berdua dalam kecanggungan.Rafka terus saja salah tingkah, ia bingung harus berbuat apa dan apa yang akan ia bicarakan karena memang mereka tidak dekat sebelumnya."Aku mengantuk," ucap Sabrina memecahkan keheningan dan kecanggungan diantara mereka berdua."Ya." Hanya itu yang bisa Rafka ucapkan.Sabrina tidak bicara lagi. Ia memilih segera masuk ke kamarnya yang mungkin sekarang lebih tepatnya kamar mereka.Rafka sendiri masih terdiam di ruang teng
Semua datang ke rumah sakit saat mendapatkan kabar dari Wati. Mereka juga terkejut mendengar kronologi kejadian yang dialami oleh Rafka.Surti sendiri terus saja menangis tak berdaya di kursi rodanya. Ia merasa telah gagal menjadi seorang ibu setelah mendengar cerita dari Wati.Tidak hanya keluarga Rafka yang hadir, Sabrina juga datang bersama orangtuanya setelah mendapatkan kabar dari Ahmad tentang kecelakaan yang dialami oleh Rafka."Ayah, bagaimana kondisinya?" tanya Sabrina cemas. Ia tak mau kehilangan calon ayah dari anaknya."Kondisi Rafka kritis, semoga ia selamat," balas Ahmad yang tak sanggup menutupi rasa sedihnya sedih."Semua ini karena kamu!" Wati hendak menyerang Sabrina tapi Bram langsung menghalanginya."Ini rumah sakit, jangan buat keributan!" Bram menegur Wati supaya jaga sikap."Gara-gara dia, Rafka jadi sekarat. Bagaimana aku bisa tenang." Meski Wati tidak begitu akrab dengan Rafka tapi ia sebagai Kakak tetap merasa sedih."Ini bukan karena dia tapi karena Seno." B
Sebulan sudah berlalu ....Selama ini Sabrina yang merawat Rafka dengan penuh kesabaran dan berusaha untuk ikhlas sebagai ibadah saat Rafka dinyatakan keluar dari masa kritis dan boleh pulang."Mau makan apa?" tanya Sabrina saat melihat Rafka sudah bangun."Apa pun," jawab Rafka yang masih tidak berdaya berbaring di ranjang.Sudah seminggu setelah dinyatakan sembuh. Rafka minta langsung pulang ke rumah karena jenuh. Ia pulang dengan catatan wajib rawat jalan. Ia juga kasihan melihat Sabrina yang tidak nyaman tidur di rumah sakit demi menunggunya."Maaf, aku telah merepotkan kamu," ucap Rafka sebelum Sabrina pergi mengambil makanan. "Tidak perlu meminta maaf karena ini semua sudah menjadi kewajibanku.""Mendekatlah sedikit," pinta Rafka.Sabrina bingung tapi ia tetap mendekat ke arah Rafka.Rafka mengulurkan tangannya dan mengusap-usap perut Sabrina sambil tersenyum. Sekarang ia percaya jika itu adalah anaknya setelah mendengarkan cerita dari Wati tentang kejadian di rumah sakit saat
Sebulan setelah sembuh total. Rafka memilih untuk bekerja di bengkel motor milik temannya dulu saat masih aktif di club' motor. Ia tidak mau meminta bantuan terus menerus pada ayahnya meskipun ia yakin, ayahnya tidak akan keberatan untuk membantunya. Ia menolak bantuan ayahnya karena ia ingin berusaha untuk hidup mandiri dan bertanggung jawab kepada keluarganya dengan jeri payahnya sendiri. Hasilnya pasti tidak seberapa tapi Rafka tetap ingin berusaha sendiri."Raf, ini gaji pertama kamu." Roy memberikan amplop coklat berisi uang pada Rafka sebagai upah karena Rafka telah membantunya di bengkel."Terima kasih, Bang." Rafka tersenyum senang. Gaji ini adalah gaji pertamanya."Maaf ya, aku hanya bisa berikan kamu gaji segitu." Roy sebenarnya tidak enak memberikan Rafka gaji sedikit karena Rafka adalah anak orang kaya."Tidak masalah, Bang. Aku justru berterima kasih sama Abang karena bersedia menerima aku bekerja di sini.""Santai saja." Roy menepuk bahu Rafka. Ia bangga karena Rafka mas
Seno terus melakukan terapi atas bujukan dari ayahnya. Awalnya ia terus menolak. Namun semuanya berubah ketika ia ditangani oleh seorang dokter wanita bernama Aza.Dokter cantik itu mampu menggetarkan hati Seno yang hampir mati karena tak percaya diri. Ketelatenan dan kesabaran Dokter Aza membuat Seno jatuh cinta dan ia makin bersemangat untuk sembuh karena Dokter Aza menyambut cintanya.Dokter Aza berstatus janda beranak dua tapi Seno tidak mempermasalahkan itu. Ia sendiri sadar jika dirinya bukanlah pria yang sempurna. Ia takut jika nantinya ia tidak sembuh dan tidak bisa memberikan anak untuknya, setidaknya dia sudah punya anak yang akan merawatnya di hari tua nanti.Atas kejadian ini, Seno sudah sadar banyak hal. Selama ini ia terlalu sombong, mudah terhasut ucapan orang dan tidak bisa menjaga istrinya dengan baik serta telah berbuat keji dan tega menganiaya istrinya sendiri serta adiknya. Ia pikir mungkin Tuhan marah padanya hingga memberikan ia kenyataan sepahit ini dalam hidupn
Rafka mondar-mandir panik di depan ruang IGD karena Sabrina mengeluh kesakitan. Tak perlu berpikir panjang, ia langsung membawa Sabrina ke rumah sakit saat itu juga."Suami Nyonya Sabrina?" tanya salah seorang suster."Saya." Rafka langsung maju.Suster itu melihat tampilan Rafka dari atas sampai bawah seolah tengah menilai."Saya suaminya," ucap Rafka lagi untuk menginterupsi suster yang tengah menilai dirinya.Hal ini sudah sering terjadi, Rafka sudah terbiasa mendapatkan tatapan seperti itu. Mungkin mereka tak percaya karena ia terlihat madih sangat muda. Mereka tidak mengira jika dirinya adalah seorang suami dan akan menjadi ayah."Mari ikut saya, Nyonya Sabrina akan melahirkan," balas suster itu akhirnya.Rafka mengangguk dan mengikuti suster itu. Jantungnya berdetak lebih kencang dan juga makin panik. Ini adalah pengalaman pertama baginya melihat orang yang akan melahirkan.Hal ini tak pernah terbayangkan bagi Rafka sebelumnya. Ia tak pernah menyangka akan menjadi seorang ayah
Sabrina mengajak Rafka ke kamar tamu. Ia seharusnya sudah memberikan hal ini pada Rafka sejak dulu tapi ia belum memiliki keberanian serta keyakinan untuk melakukannya. Namun, malam ini ia akan menyerahkan diri sepenuhnya untuk Rafka."Ada apa?" Rafka bertanya dengan polosnya."Aku hanya tidak ingin mengganggu Sera yang sedang tidur.""Ada masalah?" Rafka mengajak Sabrina untuk duduk di ranjang. Ia merasa khawatir, kalau-kalau ada masalah serius yang akan menimbulkan pertengkaran diantara mereka berdua hingga harus menjauh dari Sera."Tidak ada masalah." Sabrina salah tingkah, ia tidak mungkin bicara terang-terangan apa yang ingin ia lakukan. "Lalu?" Rafka menatap Sabrina dengan tatapan bingung. "Lalu...." Sabrina tidak menyelesaikan ucapannya, ia langsung menarik kaos yang Rafka kenakan, supaya dia mendekat Lalu tanpa aba-aba ia kembali mencium Rafka seperti di dapur tadi.Rafka yang awalnya bingung, kini ia mulai paham. Ia membalas ciuman Sabrina dan ia juga memberanikan diri untu
Rafka terus tersenyum memandangi Sabrina yang tengah tertidur lelah setelah percintaan hebat mereka beberapa jam yang lalu. Ia tidak menyangka akan merasakan hal seindah ini."Aku sangat mencintaimu." Rafka berucap pelan sembari mengusap-usap rambut Sabrina yang lembut dan harum."Eh aku ketiduran, ya?" Sabrina membuka matanya meski merasa enggan. Ia sangat mengantuk dan sedikit lemas tapi ia tetap harus bangun dan berpindah kamar, takut terjadi apa-apa dengan Sera jika ditinggal tidur sendirian."Tidak apa-apa. Tidur saja lagi, pagi masih lama.""Kasihan Sera tidur sendirian. Aku takut dia haus atau jatuh."Sabrina hendak berdiri tapi kemudian ia duduk kembali dan menarik selimut yang entah sejak kapan ia memakainya. Ia tarik selimut itu hingga ke leher."Kenapa?" Rafka melihat Sabrina dengan tatapan bingung. "Sakit itunya? perlu aku gendong?""Ih apa sih." Wajah Sabrina bersemu merah ketika mendengar ucapan Rafka tapi bukan itu yang membuat ia tak jadi bangun."Aku hanya ingin memba