Share

Dinikahi Pria Seumuran Ayahku
Dinikahi Pria Seumuran Ayahku
Author: Diganti Mawaddah

1. Kakak Tiri

last update Last Updated: 2025-09-26 12:00:53

"Apa maksud kamu senyum sama Kevin? Kamu mau cari perhatian dari pacarku, hah?!" desis Yasmin agar suaranya tidak didengar oleh sang Pacar yang berada di ruang tamu.

"B-bukan, Kak. Itu tadi s-saya maksudnya menyapa," jawab Zeta sambil menunduk. Ia merasakan pedih di bagian kening karena Yasmin mendorong terlalu keras, hingga keningnya terbentur tembok.

Gadis berusia dua puluh tahun itu tidak berani mengangkat wajah jika kakaknya sedang marah seperti ini karena bisa-bisa sebuah tamvaran mendarat di pipinya yang berjerawat. Cukuplah kepala yang benjol, jangan sampai pipi ikut membiru juga. Sabar adalah makananya sehari-hari.

"Gak usah disapa! Kamu kerjakan aja tugas kamu di sini, jangan ikut campur urusanku, apalagi sampai senyum-senyum sama Kevin! Jangan mimpi kamu, calon dokter bisa naksir sama kamu!" Yasmin menekan kening yang benjol tadi dengan kuat.

"Baik, Kak."

"Sudah sana masuk kamar!" Zeta masuk ke dalam kamarnya. Gadis itu memegang kening yang biru. Ia memandangi sekeliling kamar yang sepuluh tahun ini ia tinggali.

Kamar itu mungil dan amat sederhana. Terletak di sudut rumah yang agak jauh dari ruang utama. Dindingnya dicat putih, tapi sudah sedikit menguning di beberapa sisi karena usia. Sebuah ranjang kayu berukuran single berdiri menempel di tembok, ditutupi seprai bermotif bunga-bunga kecil yang mulai pudar warnanya. Di atas bantal, seekor boneka kelinci lusuh masih setia menemaninya sejak kecil.

Sejak almarhum ayahnya meninggal sepuluh tahun lalu, ia sudah tidak pernah membeli apapun. Jangankan membeli boneka atau pernak-pernik gadis remaja, pakaian yang ia kenakan pun adalah pakaian kakak tirinya.

Masih di kasih makan aja udah syukur. Jika Yasmin; kakak tirinya calon perawat. Maka dirinya, SMA pun tidak. Ibu tirinya lebih memprioritaskan Yasmin dibanding dirinya.

"Zeta, tolong kamu pergi ke warung Mak Ipah, belikan ayam setengah ekor yang udah diungkep!" seru ibu tirinya dari luar.

"Iya, Bu." Zeta membuka pintu kamar dengan tergesa-gesa.

"Jangan ditilep kembaliannya!" ujar wanita bernama Asri itu dengan ketus.

"Iya, Bu."

"Jangan jalan lewat depan, lewat samping aja!" Zeta kembali mengangguk.

Ia tidak boleh lewat jalan depan karena masih ada Kevin di sana. Pasti Yasmin yang melarangnya. Batin Zeta.

Zeta berjalan menuju warung mak Ipah, sambil sesekali mengusap keningnya yang benjol. Tadi belum sempat ia oleskan minyak gosok, sudah tiba-tiba disuruh ke warung.

"Mak, beli ayam setengah yang udah diungkep," ucap Zeta pada mak Ipah, tapi  wanita pemilik warung tidak ada. Hanya warungnya saja buka dan di samping Zeta ada seorang pria dewasa tetangganya.

"Mak Ipah lagi nukerin duit," ucap Amir. Zeta menoleh.

"Oh, iya, Pak. Saya tunggu saja. Makasih, Pak." Pria berusia empat puluh delapan tahun itu mengangguk, tapi tiba-tiba ia fokus pada kening Zeta.

"Kenapa itu kening kamu?" tanyanya.

"Dicium onta, Pak." Amir terkekeh.

"Onta yang berprofesi sebagai calon perawat itu? Apa induk ontanya?" sudah bukan rahasia umum lagi bila ibu tiri dan saudara tirinya memang kerap memberikan kekerasan padanya, tapi tetangga tidak ada yang berani membela terang-terangan karena tidak mau berurusan dengan saudara dari Asri yang seorang polisi.

"Kejedot kok, Pak." Amir menghela napas.

"Sering jadi korban kekerasan sama keluarga sendiri, kenapa gak lari saja? Kamu kan udah gede, masa digituin diem aja."

Zeta menghela napas.

"Seandainya, Pak. Nyali saya belum setinggi itu untuk kabur. Kecuali saya nikah."

"Dih, masih kecil udah mau nikah aja. Emang ada yang mau?"

"Kagak ada ha ha ha.... " Zeta terkikik geli.

"Eh, sesama pengangguran lagi akur nih!" sapa mak Ipah pada Zeta dan Amir. Keduanya hanya menyeringai saja. Ia masuk kembali ke dalam warung setelah menukar u4ng kembalian.

"Pak Amir nih, Mak Ipah, bisanya godain doang," adu Zeta.

"Oh, jadi kamu mau dijadiin aja sama Pak Amir! Bukan cuma digodain doang!" kelakar mak Ipah membuat Zeta tertawa. Amir hanya tersenyum sekilas.

"Emang kamu mau sama saya?" pertanyaan Amir membuat Zeta terdiam.

Bersambung

Halo, kembali dengan cerita baru saya. Semoga kalian suka ya

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Dinikahi Pria Seumuran Ayahku   10. Peluk

    "Gak usah dipikirkan ucapan mama tadi." Amir duduk di pinggir ranjang, saat bicara pada Zeta yang baru saja melipat mukenanya."Gak kok, Pak. Lagian saya masih kecil, masa punya anak kecil, he he... Bapak juga gak cinta saya kan? Masa gak cinta bisa punya anak! Gak perlu khawatir, Pak. Saya pun setuju."Ekspresi Amir berubah. "Maksud kamu gak mau punya anak dari aku karena aku miskin?" suara Amir terdengar seperti tidak terima. "Bapak waktu itu bilang, bahwa Bapak gak akan sentuh saya sampai nanti saya bisa mandiri dan ketemu sama pria lain. Bapak nikahin saya karena kasihan dengan saya yang terus jadi target kekerasan ibu tiri dan kakak tiri saya.""Oh, iya, benar sekali." Keheningan sejenak menyertai keduanya. Amir tidak tahu mau bicara apa, begitu juga Zeta. "Oh, iya, besok kita ke sekolah.""Eh, saya mau sekolah? Beneran? Paket C ya, Pak?" Amir mengangguk. Ia senang dengan ekspresi Zeta yang begitu semangat. "Besok pagi kita ke sekolah untuk daftar paket C." Zeta mengangguk.

  • Dinikahi Pria Seumuran Ayahku   9. Perhatian

    "Ibu tahu gak, aku tadi ketemu siapa di mall?" Yasmin melemparkan totte bag-nya di atas sofa ruang tamu. Asri yang tengah mengaduk adonan donat langsung menghentikan kegiatan tersebut. "Siapa? Temen kamu?""Bukan, tapi Zeta. Anak tiri Ibu itu." Kening Asri mengerut. "Kerja di sana?" "Mau nyopet baju mahal. Berani banget dia masuk tenant baju yang paling murah aja harganya satu juta delapan ratus ribu, Bu." "Hah, Zeta mau maling? Wah, udah terdesak berarti. Suaminya gak bisa kasih makan, makanya Zeta nyopet. Ya ampun, tepat kalau gitu Ibu jodohin sama Amir si Pengangguran tua itu." Asri tertawa puas. Yasmin malah menghela napas. "Loh, kenapa? Jangan bilang kamu kasihan sama Zeta.""Bukan, Bu. Tapi ada yang aneh. Ada nenek-nenek kayak nenek gaul gitu, masa bilang Zeta menantunya. Masa nenek itu orang tua pak Amir? Apa Ibu yakin kalau Pak Amir itu orang miskin?" Asri bukan terkejut, tapi malah semakin tertawa. "Kalau seperti itu, mereka adalah komplotan. Kalau berani ngepet di mall

  • Dinikahi Pria Seumuran Ayahku   8. Bertemu Yasmin

    Pagi itu aroma nasi goreng mengepul lembut dari dapur. Rena duduk di meja makan dengan senyum samar, memandangi Zeta yang sibuk mengaduk wajan. Amir hanya duduk di kursi, masih tampak setengah mengantuk.“Nasi goreng kamu enak sekali, Nak,” puji Rena begitu suapan pertama menyentuh lidahnya. “Bumbu sama matangnya pas. Mama sampai lupa kamu masih muda.”Zeta tersipu, matanya berbinar mendengar pujian itu. “Terima kasih, Ma. Saya cuma masak seadanya.”Amir ikut melirik, tersenyum tipis. “Dia memang rajin masak, Ma.”Selesai sarapan, Rena berdiri sambil menatap Zeta dari ujung kepala ke kaki. Pandangannya berhenti di pakaian yang dikenakan gadis itu—blus tipis yang warnanya sudah pudar, ada sedikit sobekan di bagian lengan. Alis Rena bertaut.“Zeta, kamu nggak punya baju lain yang lebih layak?” tanyanya serius.Zeta menggeleng cepat, malu. “Ini aja, Ma… yang ada.”Rena menghela napas. “Ayo ikut Mama ke mall. Kita belikan kamu pakaian yang pantas.”Zeta langsung gelagapan. “Jangan, Ma. Sa

  • Dinikahi Pria Seumuran Ayahku   7. Satu Kamar

    Amir turun dari ojek online dengan tergesa, begitu ditelepon Zeta, lima belas menit yang lalu. Nafasnya masih memburu ketika melihat mamanya berdiri di teras bersama Zeta. Raut wajahnya langsung menegang.“Mama…” ucap Amir pelan, suaranya parau.Wanita berusia tujuh puluh tahun itu menoleh tajam. Rambutnya yang seluruhnya putih ditata rapi, dan parfum mahalnya samar tercium.“Jadi benar kamu di sini, Mir?” suaranya datar, namun dinginnya begitu dalam. “Setelah bertahun-tahun nggak ada kabar, kamu muncul dengan kejutan seperti ini.”Amir melirik Zeta yang berdiri kikuk di samping pintu. Gadis itu menunduk, jemarinya meremas ujung dasternya yang lusuh. “Masuk dulu, Ma,” kata Amir hati-hati. Ia membuka pintu dan mempersilakan keduanya.Mereka duduk di ruang tamu sederhana yang cat dindingnya mulai pudar. Amir berusaha tampak tenang, tetapi peluh di pelipisnya menyingkapkan kegugupannya.“Jadi,” Mama membuka suara lagi, menatap Amir lurus, “kamu menikah diam-diam dengan… Zeta?” Tatapann

  • Dinikahi Pria Seumuran Ayahku   6. Minta Maaf

    Zeta menatap Amir dengan mata yang tiba-tiba basah. Ucapan lelaki itu barusan menusuk lebih dalam daripada yang ia kira. “Kenapa Bapak ngomong gitu?” suaranya bergetar, pelan namun tegas. “Saya cuma… saya cuma pengin jadi istri yang baik. Bukan mau gantiin siapa-siapa. Saya ketiduran dan.... " Zeta tak sanggup melanjutkan karena ia terlalu syok. Terbangun paksa dari tidur, lalu diteriaki. Amir terdiam, wajahnya masih dingin, tapi sorot matanya berubah sedikit. Namun Zeta sudah lebih dulu membuang pandang."Bapak egois!"Ia melangkah cepat menuju kamar, lalu membanting pintunya cukup keras hingga debu di kusen beterbangan.Di dalam kamar yang gelap, Zeta duduk di tepi ranjang dengan tangan terlipat di dada. Ia merasa seperti udara di paru-parunya ikut pecah. Kata-kata Amir terus berputar di kepalanya: “Kamu ini bukan Shafa!”Zeta memeluk bantal, menekan wajahnya agar tangisnya tak terdengar. Bukan berarti ia ingin melawan suaminya, hanya saja luka itu begitu mendadak. Selama ini ia su

  • Dinikahi Pria Seumuran Ayahku   5. Hidup Seperti Suami Istri Lainnya

    Pagi itu cahaya matahari masuk lewat celah jendela rumah Amir yang sudah lama jarang dibuka. Debu yang berterbangan di udara terlihat jelas, tapi suasana terasa lebih hidup dibanding semalam. Zeta sudah lebih dulu bangun. Dengan langkah pelan ia menyiapkan sarapan di dapur, meski Amir semalam bilang, “Kamu nggak usah repot, nanti aku masak sendiri.”Zeta tetap saja mengiris bawang, memotong sayur, lalu menyalakan kompor kecil yang bunyinya sedikit serak. Tangannya gemetar sedikit, bukan karena takut, melainkan karena belum terbiasa melakukan sesuatu di rumah yang bukan miliknya. Aroma tumisan bawang menyebar ke seluruh ruangan, mengusir bau debu yang melekat sejak rumah itu lama kosong.Tak lama kemudian Amir keluar dari kamar mandi. Ia berhenti di ambang dapur, menatap punggung Zeta yang sedang mengaduk wajan.“Aku kan sudah bilang, nggak usah repot,” ujarnya, nada suaranya kali ini lebih datar daripada semalam.Zeta menoleh, tersenyum kecil. “Saya cuma bikin yang sederhana aja, Pak.

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status