Share

2. Dilamar

last update Last Updated: 2025-09-26 12:02:03

"Zeta, sini!”

Zeta menyeka tangannya di kain lap dan melangkah hati-hati. Asri duduk bersilang kaki di sofa, wajahnya menyimpan sesuatu yang sulit ditebak. Yasmin berdiri di sampingnya, tampak seperti baru saja menikmati gosip hangat.

“Kamu udah gede, kan?” suara Asri pelan, tapi dingin. “Udah waktunya mikirin masa depan. Kamu nggak bisa terus-terusan numpang hidup di sini.”

Zeta terdiam. “Saya… bisa kerja, Bu. Di warung, atau jadi pembantu rumah tangga. Nanti kalau udah kumpul uang, saya—”

Asri mengangkat tangannya, menghentikan ucapan itu. “Kebetulan Ibu ada kenalan yang mau bantu kamu. Dia bilang siap menanggung hidupmu. Kamu nggak akan jadi beban lagi.”

Zeta mengerutkan dahi. “Kenalan?”

Yasmin menyeringai kecil. “Pak Amir, tetangga yang sering kamu lewati itu.”

"Wah, kamu memang cocok sama pengangguran tua itu, Ta. Kalian akan saling melengkapi. Satu gak makan, maka yang lain ikut gak makan, ha ha ha... " ledek Yasmin diikuti tawa menggelegar.

"Iya, mumpung dia kayaknya emang mau sama kamu. Kalau ngarepin ketemu jodoh kayak Kevin, pacarnya Yasmin jelas gak mungkin. Ketemu CEO apa lagi. Itu cuma cerita hayalan penulis skenario. Nyatanya, yang mis kin berjodoh dengan yang miskin juga."

"Kalau begitu, Alhamdulillah Kak Yasmin dapat yang beda ya, Bu."

"Jelaslah, aku calon perawat. Kamu? Makanya, Ta, berhubung Pak Amir mau sama kamu, ya, udah, gas aja ha ha ha... " Zeta menghela napas.

"Gak usah nunggu dia buka mulut, Bu. Langsung jawab aja iya! "

"Lumayan buat urusan kamu ngurusin tugas akhir kalau Pak Amir itu kasih uang seserahan."

"Emang dia mampu, Bu? Kayak gelandangan gitu kadang-kadang dandanannya."

"Makanya, biar ada yang urusin. Lagian, kalau dia mau, ya, itu keuntungan Zeta. Adik kamu ini bisa dapat yang setara."

"Ya  udah, Bu, gak papa. Saya mau."

Hari minggu pun tiba. Acara yang awal hanya lamaran saja, berubah menjadi akad nikah. Asri yang punya kerabat di kantor Urusan Agama, bisa dengan cepat dan mudah mengurus berkas nikah. Zeta pun hanya bisa pasrah dengan keinginan ibu tirinya. Di satu sisi, ia merasa dipaksa masuk ke dalam sumur tua dan sangat dalam, tapi di sisi lain, ia harus segera angkat kaki dari rumah ibu tirinya agar tidak gila.

"Jadi nikahnya di KUA saja, Bu?" tanya Zeta.

"Iya, emangnya mau di mana, di gedung? Kayak banyak duit aja laki tua kamu itu!" Zeta hanya bisa kembali terdiam.

"Berarti habis nikah, saya langsung ikut Pak Amir?"

"Iyalah, masa ikut kami lagi. Kamu ikut tinggal sama suami kamu."

Alhamdulillah, batin Zeta. Akhirnya, sebentar lagi ia akan terbebas dari keluarga toxic yang membencinya.

"Jangan tidur kemaleman, besok kamu nikah! Jangan sampai kesiangan bangun!" Zeta mengangguk. Ibu tiri dan kakak tirinya keluar dari kamarnya. Kamar yang sama sekali tidak ada hiasan seperti kamar pengantin. Hanya ada beberapa orang saudara ibu tirinya yang datang sebagai tamu. Besok tidak ada acara apapun di rumahnya.

Zeta mengambil ponsel jadulnya yang hanya bisa untuk WA saja. Sebuah pesan dari Amir.

Besok kita menikah.

Iya, siapa bilang besok kita perang!

Send

Pak Amir

Wkwkwkwkwk

Bapak gak mau mundur? Yakin mau nikah sama saya?

Send

Pak Amir

Ya, kalau saya mundur, bisa nabrak tembok. Saya yakin mau nikahin kamu, karena kalau nikahin Luna Maya gak mungkin.

"Zeta, gosokin baju aku sama ibu untuk besok. Gosok yang licin, jangan sampe masih kusut! Oh, iya, setelah itu sikat kamar mandi, takutnya besok ada saudara yang mau ke kamar mandi dan kotor. Ah, satu lagi, siap-siap jadi kaum duafa!" Zeta meremas tangannya dengan kuat. Semakin kakak dan ibu tirinya menghinanya, maka semakin bulat tekadnya segera keluar dari rumahnya. Meskipun rumah itu adalah rumah almarhum ayahnya, tapi Zeta sudah ikhlas. Sekarang yang penting ia selamat dari dua orang yang selalu menyiksanya.

Keesokan paginya, acara pernikahan sederhana berlangsung di KUA. Tidak banyak saudara dari Amir yang ikut menyaksikan. Hanya tiga orang wanita dan dua orang pria dewasa yang seumuran Amir. Tampilan mereka juga dari kalangan bawah, alias kampungan.

Zeta pun hanya bisa pasrah saat Amir dengan lantang mengucap ijab qabul. Hari ini, hari ia memulai hidup baru sebagai istri. Bebas lepas dari ibu tirinya.

Ucapan selamat pun datang dari para tetangga yang ikut menghadiri acara tersebut. Zeta terharu karena semua yang datang ikut tersenyum bahagia dengan pernikahannya. Mereka juga memberikan amplop padanya.

"Karena aku yang repot, uangnya buat aku sini!" Asri mengambil tumpukan amplop dari tas Zeta. Tentu saja setelah tamunya masuk ke dalam mobil angkot kembali, setelah memegang dua kantong plastik masing-masing. Makanan yang diminta oleh Asri pada Amir, agar pria itu yang menyiapkan.

"Bu, tapi ... "

"Kalau dihitung dari usia kamu sepuluh tahun, maka kamu gak akan bisa bayar biaya hidup kamu yang Ibu tanggung. Udah, sana ikut suami kamu!"

Zeta pun mengangguk. Di belakangnya sudah ada Amir yang menunggu di dalam mobil salah satu saudaranya.

"Zeta pamit, Bu." Suaranya bergetar. Asri memberikan punggung tangannya pada Zeta.

"Zeta pamit, Kak Yasmin." Yasmin pun melakukan hal yang sama.

Zeta malu-malu masuk ke dalam mobil di bagian belakang. Tepat di sebelah Amir.

"Mas, kita langsung ke hotel!" Seru Amir pada sopir mobil. Zeta mendelik.

"Ke hotel? Nga-ngapain, Pak?"

Bersambung

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Dinikahi Pria Seumuran Ayahku   10. Peluk

    "Gak usah dipikirkan ucapan mama tadi." Amir duduk di pinggir ranjang, saat bicara pada Zeta yang baru saja melipat mukenanya."Gak kok, Pak. Lagian saya masih kecil, masa punya anak kecil, he he... Bapak juga gak cinta saya kan? Masa gak cinta bisa punya anak! Gak perlu khawatir, Pak. Saya pun setuju."Ekspresi Amir berubah. "Maksud kamu gak mau punya anak dari aku karena aku miskin?" suara Amir terdengar seperti tidak terima. "Bapak waktu itu bilang, bahwa Bapak gak akan sentuh saya sampai nanti saya bisa mandiri dan ketemu sama pria lain. Bapak nikahin saya karena kasihan dengan saya yang terus jadi target kekerasan ibu tiri dan kakak tiri saya.""Oh, iya, benar sekali." Keheningan sejenak menyertai keduanya. Amir tidak tahu mau bicara apa, begitu juga Zeta. "Oh, iya, besok kita ke sekolah.""Eh, saya mau sekolah? Beneran? Paket C ya, Pak?" Amir mengangguk. Ia senang dengan ekspresi Zeta yang begitu semangat. "Besok pagi kita ke sekolah untuk daftar paket C." Zeta mengangguk.

  • Dinikahi Pria Seumuran Ayahku   9. Perhatian

    "Ibu tahu gak, aku tadi ketemu siapa di mall?" Yasmin melemparkan totte bag-nya di atas sofa ruang tamu. Asri yang tengah mengaduk adonan donat langsung menghentikan kegiatan tersebut. "Siapa? Temen kamu?""Bukan, tapi Zeta. Anak tiri Ibu itu." Kening Asri mengerut. "Kerja di sana?" "Mau nyopet baju mahal. Berani banget dia masuk tenant baju yang paling murah aja harganya satu juta delapan ratus ribu, Bu." "Hah, Zeta mau maling? Wah, udah terdesak berarti. Suaminya gak bisa kasih makan, makanya Zeta nyopet. Ya ampun, tepat kalau gitu Ibu jodohin sama Amir si Pengangguran tua itu." Asri tertawa puas. Yasmin malah menghela napas. "Loh, kenapa? Jangan bilang kamu kasihan sama Zeta.""Bukan, Bu. Tapi ada yang aneh. Ada nenek-nenek kayak nenek gaul gitu, masa bilang Zeta menantunya. Masa nenek itu orang tua pak Amir? Apa Ibu yakin kalau Pak Amir itu orang miskin?" Asri bukan terkejut, tapi malah semakin tertawa. "Kalau seperti itu, mereka adalah komplotan. Kalau berani ngepet di mall

  • Dinikahi Pria Seumuran Ayahku   8. Bertemu Yasmin

    Pagi itu aroma nasi goreng mengepul lembut dari dapur. Rena duduk di meja makan dengan senyum samar, memandangi Zeta yang sibuk mengaduk wajan. Amir hanya duduk di kursi, masih tampak setengah mengantuk.“Nasi goreng kamu enak sekali, Nak,” puji Rena begitu suapan pertama menyentuh lidahnya. “Bumbu sama matangnya pas. Mama sampai lupa kamu masih muda.”Zeta tersipu, matanya berbinar mendengar pujian itu. “Terima kasih, Ma. Saya cuma masak seadanya.”Amir ikut melirik, tersenyum tipis. “Dia memang rajin masak, Ma.”Selesai sarapan, Rena berdiri sambil menatap Zeta dari ujung kepala ke kaki. Pandangannya berhenti di pakaian yang dikenakan gadis itu—blus tipis yang warnanya sudah pudar, ada sedikit sobekan di bagian lengan. Alis Rena bertaut.“Zeta, kamu nggak punya baju lain yang lebih layak?” tanyanya serius.Zeta menggeleng cepat, malu. “Ini aja, Ma… yang ada.”Rena menghela napas. “Ayo ikut Mama ke mall. Kita belikan kamu pakaian yang pantas.”Zeta langsung gelagapan. “Jangan, Ma. Sa

  • Dinikahi Pria Seumuran Ayahku   7. Satu Kamar

    Amir turun dari ojek online dengan tergesa, begitu ditelepon Zeta, lima belas menit yang lalu. Nafasnya masih memburu ketika melihat mamanya berdiri di teras bersama Zeta. Raut wajahnya langsung menegang.“Mama…” ucap Amir pelan, suaranya parau.Wanita berusia tujuh puluh tahun itu menoleh tajam. Rambutnya yang seluruhnya putih ditata rapi, dan parfum mahalnya samar tercium.“Jadi benar kamu di sini, Mir?” suaranya datar, namun dinginnya begitu dalam. “Setelah bertahun-tahun nggak ada kabar, kamu muncul dengan kejutan seperti ini.”Amir melirik Zeta yang berdiri kikuk di samping pintu. Gadis itu menunduk, jemarinya meremas ujung dasternya yang lusuh. “Masuk dulu, Ma,” kata Amir hati-hati. Ia membuka pintu dan mempersilakan keduanya.Mereka duduk di ruang tamu sederhana yang cat dindingnya mulai pudar. Amir berusaha tampak tenang, tetapi peluh di pelipisnya menyingkapkan kegugupannya.“Jadi,” Mama membuka suara lagi, menatap Amir lurus, “kamu menikah diam-diam dengan… Zeta?” Tatapann

  • Dinikahi Pria Seumuran Ayahku   6. Minta Maaf

    Zeta menatap Amir dengan mata yang tiba-tiba basah. Ucapan lelaki itu barusan menusuk lebih dalam daripada yang ia kira. “Kenapa Bapak ngomong gitu?” suaranya bergetar, pelan namun tegas. “Saya cuma… saya cuma pengin jadi istri yang baik. Bukan mau gantiin siapa-siapa. Saya ketiduran dan.... " Zeta tak sanggup melanjutkan karena ia terlalu syok. Terbangun paksa dari tidur, lalu diteriaki. Amir terdiam, wajahnya masih dingin, tapi sorot matanya berubah sedikit. Namun Zeta sudah lebih dulu membuang pandang."Bapak egois!"Ia melangkah cepat menuju kamar, lalu membanting pintunya cukup keras hingga debu di kusen beterbangan.Di dalam kamar yang gelap, Zeta duduk di tepi ranjang dengan tangan terlipat di dada. Ia merasa seperti udara di paru-parunya ikut pecah. Kata-kata Amir terus berputar di kepalanya: “Kamu ini bukan Shafa!”Zeta memeluk bantal, menekan wajahnya agar tangisnya tak terdengar. Bukan berarti ia ingin melawan suaminya, hanya saja luka itu begitu mendadak. Selama ini ia su

  • Dinikahi Pria Seumuran Ayahku   5. Hidup Seperti Suami Istri Lainnya

    Pagi itu cahaya matahari masuk lewat celah jendela rumah Amir yang sudah lama jarang dibuka. Debu yang berterbangan di udara terlihat jelas, tapi suasana terasa lebih hidup dibanding semalam. Zeta sudah lebih dulu bangun. Dengan langkah pelan ia menyiapkan sarapan di dapur, meski Amir semalam bilang, “Kamu nggak usah repot, nanti aku masak sendiri.”Zeta tetap saja mengiris bawang, memotong sayur, lalu menyalakan kompor kecil yang bunyinya sedikit serak. Tangannya gemetar sedikit, bukan karena takut, melainkan karena belum terbiasa melakukan sesuatu di rumah yang bukan miliknya. Aroma tumisan bawang menyebar ke seluruh ruangan, mengusir bau debu yang melekat sejak rumah itu lama kosong.Tak lama kemudian Amir keluar dari kamar mandi. Ia berhenti di ambang dapur, menatap punggung Zeta yang sedang mengaduk wajan.“Aku kan sudah bilang, nggak usah repot,” ujarnya, nada suaranya kali ini lebih datar daripada semalam.Zeta menoleh, tersenyum kecil. “Saya cuma bikin yang sederhana aja, Pak.

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status