“Aku mau tidur di sini,” ucap Reinhard lirih sebelum membaringkan kepalanya di pangkuan Ilona dan kembali memejamkan mata.
Ilona yang terkejut bukan main masih terdiam kaku. Ia tak mendengar suara pintu terbuka atau langkah Reinhard. Namun, tiba-tiba lelaki itu sudah sampai di kamarnya. Entah sejak kapan dan entah mendengar obrolannya dengan Adrian atau tidak.Ilona menatap Reinhard yang kini berbaring di pangkuannya sembari memeluk pinggangnya. Tangannya terulur untuk mengelus rambut hitam legam lelaki itu. Demam Reinhard sudah agak turun, namun suhu tubuh lelaki itu masih belum mencapai normal.Ilona spontan mengakhiri panggilan tersebut sembari terus menatap Reinhard. Memastikan jika lelaki itu tidak mengetahui apa yang dirinya lakukan. Untungnya, kakaknya sudah tidak berbicara lagi. Setelah itu, ia langsung meletakkan ponselnya di atas nakas.“Kenapa pindah ke sini?” bisik Ilona sembari mengelus rambut suaminya itu. “Aku sengaja membawa RubPertanyaan yang Anindya lontarkan membuat Ilona nyaris terhuyung. Wajahnya kontan memucat dengan napas memburu. Tanpa bisa dicegah, pening mulai menyergap kepalanya. Jika Anindya sudah tahu, maka Reinhard pun sama. Rupanya feelingnya belakangan ini benar. Reinhard memang telah mengetahui rahasianya. Rahasia besar yang berusaha dirinya simpan rapat-rapat. Namun, lelaki itu memilih diam, seolah tak tahu apa-apa. Entah untuk menunggu apa hingga lelaki itu memilih berpura-pura tidak tahu. Sebenarnya Ilona tak benar-benar ingin menyembunyikan kenyataan itu selamanya. Ia hanya ingin mencari waktu yang tepat untuk berbicara pelan-pelan pada Reinhard. Dan seharusnya tidak secepat ini. Apalagi hubungannya dengan lelaki itu baru membaik. “Ma, ini urusan kami. Aku yang akan menyelesaikannya,” ucap Reinhard sembari menatap mamanya yang tampak sangat berapi-api. Reinhard sudah merangsek maju, sengaja menghalangi Anindya agar tidak menghampiri Ilona. Namun,
“Aku mau tidur di sini,” ucap Reinhard lirih sebelum membaringkan kepalanya di pangkuan Ilona dan kembali memejamkan mata. Ilona yang terkejut bukan main masih terdiam kaku. Ia tak mendengar suara pintu terbuka atau langkah Reinhard. Namun, tiba-tiba lelaki itu sudah sampai di kamarnya. Entah sejak kapan dan entah mendengar obrolannya dengan Adrian atau tidak.Ilona menatap Reinhard yang kini berbaring di pangkuannya sembari memeluk pinggangnya. Tangannya terulur untuk mengelus rambut hitam legam lelaki itu. Demam Reinhard sudah agak turun, namun suhu tubuh lelaki itu masih belum mencapai normal. Ilona spontan mengakhiri panggilan tersebut sembari terus menatap Reinhard. Memastikan jika lelaki itu tidak mengetahui apa yang dirinya lakukan. Untungnya, kakaknya sudah tidak berbicara lagi. Setelah itu, ia langsung meletakkan ponselnya di atas nakas. “Kenapa pindah ke sini?” bisik Ilona sembari mengelus rambut suaminya itu. “Aku sengaja membawa Rub
“Ada yang kamu sembunyikan dariku?”Pertanyaan itu bukan meluncur dari bibir Ilona. Sebaliknya, malah Reinhard yang menanyakannya. Ilona yang sedang membaca keterangan pada obat-obatan Reinhard lantas menegang. Posisinya saat ini Reinhard yang membohonginya. Namun, malah lelaki itu yang lebih dulu mencercanya. Reinhard memang tidak bertanya dengan nada sinis ataupun mengintimidasi. Bahkan, lelaki itu masih menatap Ilona dengan sorot hangat di matanya yang sayu. Namun, pertanyaan tersebut sudah berhasil membuat jantung Ilona berdebar dua kali lebih cepat. Ilona membawa serta obat-obatan milik Reinhard ke hadapan lelaki itu. Ia menetralkan ekspresinya, mencoba tak terpengaruh dengan tatapan Reinhard yang semakin lama terasa kian mengintimidasi. Padahal lelaki itu tak mengubah tatapannya. “Aku buatkan bubur ya? Kamu harus minum obat,” tutur Ilona yang masih menatap obat-obatan di tangannya. “Kamu belum menjawab pertanyaanku.” Reinhard ta
Reinhard pun terkejut atas perbuatannya sendiri. “Maaf. Ada yang sakit?” Reinhard spontan menarik Ilona ke rengkuhannya. Lelaki itu hanya ingin menghindari sentuhan wanita itu. Namun, malah tak sengaja mendorong Ilona. Ada beberapa hal yang perlu dirinya selesaikan dan ia tak ingin keputusannya goyah. Ilona tak kalah terkejut. Matanya mengerjap berulang kali. Dorongan itu memang tidak sakit. Namun, sangat mengejutkan dan menyentil dadanya. Ia merasa tindakannya tidak kurang ajar hingga Reinhard harus mendorongnya. Lelaki itu bisa menolak baik-baik. “Kamu marah?” Ilona mengulang pertanyaannya dengan sorot penasaran. Ia kembali menegakkan tubuhnya. Reinhard tidak pernah seperti ini sebelumnya. Ketika lelaki itu masih menaruh dendam padanya saja, dia tak pernah mengabaikannya. Reinhard malah menggunakan segala cara untuk menarik perhatian Ilona dan membuat wanita itu meradang. Namun, belakangan ini Reinhard selalu menghindarinya. Entah
“Rey, kamu mau makan siang apa? Aku bingung. Ada rekomendasi? Mungkin aku akan terlambat, tapi—”[“Kalau begitu, tidak usah datang.”] Jawaban Reinhard tiba-tiba memotong ucapan Ilona. Ilona terdiam selama beberapa saat mendengar respon yang cukup mengejutkan itu. Matanya mengerjap beberapa kali. Ia sampai menjauhkan ponselnya dari telinga untuk memastikan jika dirinya tidak salah menghubungi orang. Dan nomor itu memang milik Reinhard. Biasanya, Reinhard yang memaksanya datang ke kantor meskipun dirinya sudah beralasan malas. Bahkan, jika dirinya tidak memasak pun, biasanya Reinhard akan menawari untuk reservasi restoran atau memesan makanan via delivery. Yang terpenting Ilona dan Ruby tetap datang ke kantor lelaki itu. Begitu pun tadi pagi. Reinhard sudah mengingatkan dirinya agar tidak lupa datang ke kantor. Tadi pagi Ilona memang tidak menanyakan menu yang Reinhard inginkan. Namun, biasanya juga Reinhard baru mengirim list menu makanan yang d
“Kamu masih ingat? Ayo turun!” ajak Reinhard yang lebih dulu turun dari mobil dan melangkah memutar untuk membukakan pintu di samping Ilona. Ilona yang masih mengerjap bingung langsung keluar dari mobil setelah Reinhard membukakan pintu untuknya. Lelaki itu mengambil alih Ruby seperti biasa. Reinhard seakan tak membiarkannya menggendong Ruby di tempat umum, kecuali jika lelaki itu yang membawa belanjaan. Reinhard memimpin langkah memasuki cafe yang penuh kenangan mereka itu. Sedangkan Ilona yang memilih berjalan di belakang mulai menelisik bangunan di hadapannya. Tak banyak yang berubah sejak terakhir kali dirinya menginjakkan kaki di cafe ini. City Light Cafe. Tempat Ilona dan Reinhard bertemu pertama kali. Kala itu Ilona mampir bersama teman-temannya dan pesanan Caramel Macchiato less sugar-nya wanita itu tertukar dengan pesanan customer di meja lain. Dan yang mengantar pesanannya adalah sang barista sendiri, Reinhard. City Light Cafe memang