“Aku mau merawat mama. Kalau perlu, kita bisa pindah untuk sementara waktu,” ucap Ilona mengutarakan keinginannya.
Ilona bukan sedang mencari muka. Pada dasarnya, ia tidak mahir melakukan hal-hal seperti itu. Keinginan ini tulus dari hatinya. Meskipun Anindya selalu mempersulitnya, melihat keadaan wanita paruh baya itu yang sekarang membuatnya tak tega membiarkan sang mertua sendirian.Anindya memang tidak benar-benar sendirian. Ada banyak pekerja yang ada di sekelilingnya. Reinhard juga menambah beberapa perawat yang khusus merawat wanita paruh baya itu. Namun, di balik itu semua, sang mertua tetap sendirian. Orang-orang yang bekerja di sana tidak bisa dianggap keluarga.“Mama sering menyakuti kamu. Untuk apa kamu repot-repot melakukannya? Aku bisa membayar banyak perawat untuk mengurus mama,” jawab Reinhard datar sebelum kembali berkutat dengan komputer di hadapannya.Tak ingin menyerah dengan mudah, Ilona pun langsung masuk ke ruang kerja Re“Milikmu?” beo Reinhard sembari menatap sang istri dengan sorot penuh makna. “Itu kalungku yang hilang. Sudah lama sekali aku mencarinya. Ternyata, kamu yang menyimpan kalungku?” Ilona spontan mendekati Reinhard dan menelisik kalung tersebut. Kalung itu memang miliknya. Kalung pemberian ayahnya, satu-satunya harta yang paling berharganya yang tersisa. Ilona telah mencari kalung tersebut sejak lama, namun tak pernah menemukannya. Sebenarnya, Ilona tidak pernah memakai kalung tersebut karena takut hilang. Namun, ia selalu menyimpan kalung tersebut di dompetnya. Namun, suatu hati saat Ilona mencari kalung tersebut, kalungnya telah menghilang entah ke mana. Ilona tidak tahu sejak kapan kalungnya menghilang. Ia sempat mengira kalungnya jatuh di jalan tanpa dirinya sadari. Hingga akhirnya, ia tak mencari-cari kalung itu lagi. Terlebih, kala itu kehidupannya sedang semrawut, dan banyak hal yang lebih penting yang perlu diurus. “Berarti kamu yang mendonorkan darah untukku saya aku k
Penyesalan selalu datang belakangan. Meskipun sudah berulang kali diingatkan, tetap saja akan dianggap angin lalu. Kecuali, jika sudah ada sesuatu yang terjadi. Menampar sanubari. Barulah, penyesalan itu datang, membelenggu hati entah sampai kapan. Reinhard merasakannya sekarang. Penyesalan tersebut tampak sangat jelas dan lelaki itu tak berusaha menutupinya. Awalnya, Reinhard yang bersikeras tak ingin berlama-lama tinggal di kediaman orang tuanya. Dan sekarang lelaki itu malah tampak tak mau pergi. Dua minggu telah berlalu sejak kepergian Anindya yang begitu mendadak. Reinhard memilih mengambil cuti tahunan secara tiba-tiba. Membatalkan seluruh agenda yang tersusun rapi. Dan lebih banyak mendekam di kamar bekas mendiang orang tua lelaki itu. Reinhard memang tak pernah berbicara macam-macam. Lelaki itu lebih banyak diam. Hanya berbicara jika ditanya dan menjawab seadanya. Namun, Ilona tahu kesedihan yang lelaki itu rasakan sangat dalam. Ia pernah merasa
“Panggil saya ‘mama’.”“Saya ingin minta maaf atas semua yang pernah saya lakukan. Saya selalu menilai kamu dari sisi negatif. Tapi, saya tidak pernah berusaha mengenal kamu lebih jauh.” Suara Anindya terdengar bergetar. Matanya pun sudah berkaca-kaca. Ilona yang masih berdiri di pintu membeku selama beberapa saat. Ia mendengar ucapan sang mertua, sangat jelas. Ia menatap sang mertua dengan sorot campur aduk. Tak menyangka Anindya yang begitu angkuh akan mengatakan ini padanya dengan ekspresi penuh penyesalan. Bukan lagi sorot dan ekspresi dingin yang biasanya selalu Anindya tampilkan setiap kali berbicara dengannya. Ditambah lagi dengan nada sinis dan ketus dalam setiap ucap yang wanita paruh baya itu sampaikan. Kini, Anindya tampak benar-benar menyesal. Ilona masih belum bereaksi. Lebih tepatnya, ia tak tahu harus bereaksi seperti apa. Ilona tidak menganggap ibu mertuanya sedang berakting. Hanya saja, terlalu sulit dipercaya jika Anindya meng
“Aku mau merawat mama. Kalau perlu, kita bisa pindah untuk sementara waktu,” ucap Ilona mengutarakan keinginannya.Ilona bukan sedang mencari muka. Pada dasarnya, ia tidak mahir melakukan hal-hal seperti itu. Keinginan ini tulus dari hatinya. Meskipun Anindya selalu mempersulitnya, melihat keadaan wanita paruh baya itu yang sekarang membuatnya tak tega membiarkan sang mertua sendirian. Anindya memang tidak benar-benar sendirian. Ada banyak pekerja yang ada di sekelilingnya. Reinhard juga menambah beberapa perawat yang khusus merawat wanita paruh baya itu. Namun, di balik itu semua, sang mertua tetap sendirian. Orang-orang yang bekerja di sana tidak bisa dianggap keluarga. “Mama sering menyakuti kamu. Untuk apa kamu repot-repot melakukannya? Aku bisa membayar banyak perawat untuk mengurus mama,” jawab Reinhard datar sebelum kembali berkutat dengan komputer di hadapannya. Tak ingin menyerah dengan mudah, Ilona pun langsung masuk ke ruang kerja Re
Reinhard melewati Ilona dan Ruby begitu saja. Tampaknya, lelaki itu tak menyadari keberadaan istri dan anaknya. Reinhard membawa Anindya ke mobilnya dan mengendarai kendaraan beroda empat itu seperti orang kesetanan. Se benci apa pun Reinhard pada Anindya tetap tak akan benar-benar mengubur kepeduliannya. Ilona bergegas meminta sopir yang barusan mengantarnya untuk kembali mengejar mobil Reinhard. Ia hanya terlambat beberapa menit saja dan Anindya sudah terluka. Ilona berharap itu bukan imbas dari pertengkaran Reinhard dan Anindya. “Kita doakan supaya oma baik-baik saja ya?” bisik Ilona pada putrinya. Ilona menghapus sisa lelehan air mata Ruby menggunakan tisu. Putrinya sudah tidak menangis lagi sejak dalam perjalanan menuju kemari tadi. Ilona merengkuh putrinya lebih erat untuk menyalurkan kecemasan yang membelenggu dadanya. Jarak rumah orang tua Reinhard dengan rumah sakit tidak terlalu jauh. Tak butuh waktu lama untuk sampai ke sana. Ilona
“Kamu dapat cek ini darimana?” tanya Reinhard saat menemukan selembar cek yang jatuh dari tas Ilona saat ia hendak memindahkan tas tersebut. Cek tersebut berasal dari perusahaan milik keluarganya. Namun, tampak sudah usang dan logo yang tertera pun logo lama, ketika ayahnya masih ada. Ia merasa tak pernah memberi Ilona cek. Apalagi di zaman tersebut. Reinhard lebih suka langsung mentransfer ke rekening Ilona jika ingin memberi uang. Anehnya, cek tersebut juga kosong. Tak ada nominal yang tertera. Sepersekian detik kemudian, Reinhard menyadari sesuatu. Cek ini pasti pemberian ibunya. Ya. Ketika mengancam Ilona agar wanita itu meninggalkannya saat dirinya koma. Seperti yang Gerald katakan tempo hari. Ketika Reinhard sudah mulai tersulut, Ilona masih asyik tertawa renyah bersama sang putri. Ilona yang sedang asyik bermain dengan Ruby di sudut kamar tidak mendengar pertanyaan Reinhard. Sehingga saat Reinhard menghampirinya, ia tak berpikir macam-macam.