Ilona menatap Reinhard dengan sorot tak mengerti selama beberapa saat. Setelah memahami maksud perkataan lelaki itu sebenarnya, ia spontan mendorong Reinhard menjauh dari tubuhnya. Lelaki itu tampak begitu terkejut dan kesempatan tersebut langsung Ilona gunakan untuk melepaskan diri.
Ilona berdecak kesal dengan kedua tangan berada di pinggang. “Kamu memang selalu menyebalkan! Kalau tidak ikhlas juga tidak apa-apa! Memangnya kapan aku meminta hadiah seperti ini padamu! Aku ingin tidur, jangan ganggu aku!”Tanpa memedulikan Reinhard yang masih terkaget-kaget, Ilona langsung melenggang pergi sembari menjulurkan lidahnya. “Lain kali, cobalah untuk ikhlas saat memberi sesuatu pada orang lain. Jangan mengharapkan imbalan terus!”Ilona mengatakan itu dengan suara cukup nyaring sebelum berbelok menuju ruang tengah. Wanita itu tertawa terbahak-bahak, Reinhard pasti sangat kesal sekarang, tetapi ia tidak peduli. Meskipun Ilona sangat menyukai kalung ini, bukan berIlona semakin panik ketika lift tempat dirinya berada tiba-tiba terhenti. Sedangkan saat ini ia masih berada di lantai tiga. Ilona berusaha menekan tombol untuk membuka pintu lift, namun hasilnya nihil. Pintu lift tersebut tidak bisa terbuka. “Tolong! Aku terjebak di sini!” seru Ilona sembari menggedor pintu lift. Tangannya sampai berubah memerah karena ia terus menggedor pintu tersebut tanpa henti. Otaknya berpikir cepat bagaimana caranya agar bisa keluar dari sini secepat mungkin. Wanita itu pun langsung menekan-nekan tombol bergambar alarm berwarna merah berulang kali. Berharap ada respon dari bagian keamanan mall ini yang bisa membantunya. “Siapa pun, tolong aku! Aku terjebak di dalam lift, pintunya tidak bisa dibuka dan aku masih berada di lantai tiga!” ucap Ilona cepat begitu terdengar sambungan dari seberang sana. Ia tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan yang ada. Tut... Tut... Tut...“Hei! Apa kalian mendengarku?! Siapa pun to
“Baiklah, kalau itu yang kamu inginkan,” jawab Reinhard dengan suara pelan, bak seseorang yang sedang putus asa. “Sekarang waktunya kamu makan. Atau kamu ingin makanan yang lain? Katakan saja, mungkin aku bisa mencari makanan itu di luar?”Ilona cukup terkejut mendengar jawaban Reinhard. Biasanya lelaki itu selalu berusaha mencari pembelaan atau apa pun. Namun, saat ini Reinhard langsung menerima permintaan yang dirinya lontarkan begitu saja. Ilona memejamkan matanya sejenak, tidak apa-apa, malah bagus karena memang seperti inilah yang dirinya inginkan. Toh, memang seharusnya seperti itu juga. Kalau bukan karena janin dalam kandungannya ini, mereka tidak mungkin kembali bersama seperti sekarang. “Tidak perlu, aku makan itu saja,” jawab Ilona seraya menggeser tubuhnya dan menarik piring makanannya yang dibawakan oleh suster. Meskipun pasti rasanya aneh, tetapi tidak masalah. Ia juga tidak tahu ingin makan apa sekarang. Ilona masih terus teringat
Bukan hanya atensi Reinhard dan Akira yang teralih setelah mendengar suara itu. Ilona yang memegang nampan pun terkejut karena tak sengaja menjatuhkan kedua gelas yang dirinya bawa. Akibatnya, aksi menguping wanita itu ketahuan. Dengan mata memburam menahan air mata yang mendesak keluar, Ilona langsung membalikkan tubuhnya dan bersiap melangkah pergi dari sana. Namun, Reinhard bergerak lebih cepat dan tahu-tahu sudah menghampirinya dan menahannya. “Ilona, aku—”“Lepas!” bentak Ilona sembari menyentak cekalan Reinhard. Namun, ketika wanita itu hendak melangkah, tiba-tiba bagian bawah perutnya terasa sakit. Nyeri itu terus menjalar hingga membuatnya tak bisa lagi menahan bobot tubuhnya. Sekeras apa pun Ilona berusaha menahan nyeri itu, tetap saja ia tidak mampu menahannya. Wanita itu terisak bukan hanya karena nyeri yang semakin menjalari perutnya, hatinya jauh lebih sakit. Ilona tak menyangka Reinhard se tega itu pada keluarganya, bahkan ayahny
Tangan Ilona yang sedang memegang plastik khusus berisi darah itu gemetar. Sedangkan berkas yang seharusnya ia letakkan di brankas sudah berhamburan ke lantai. Seharusnya memang dirinya cukup fokus dengan apa yang semestinya ia lakukan. Namun, Ilona tidak mungkin mengabaikan apa yang dirinya temukan ini. Ilona tak menyangka kalau kotak yang ia pikir brankas yang Reinhard maksud malah berisi kantong darah. Bukan hanya satu, tetapi ada beberapa di dalamnya. Entah darah siapa ini, tidak ada keterangan apa pun pada kemasannya. Ilona menggeleng, mengenyahkan segala asumsi negatif yang tanpa tahu malu mulai menyusupi kepalanya. Reinhard memang jahat, kejam, bengis, dan segala sikap buruk lain yang melekat dalam diri lelaki itu. Tetapi, untuk apa lelaki itu mengumpulkan darah sebanyak ini? “Kenapa kamu malah membuka kotak ini?” Tiba-tiba suara bariton Reinhard terdengar di belakang Ilona. Lelaki itu langsung mengambil plastik pembungkus darah di tangan istriny
Ilona menyadari perubahan yang cukup signifikan terlihat dari wajah Reinhard setelah dirinya menanyakan tentang masalah mereka beberapa bulan lalu. Dan untuk pertama kalinya, lelaki itu sampai menghindari tatapannya, entah karena apa. Ilona yang sangat menunggu jawaban Reinhard dibuat tak mengerti saat Reinhard malah melepaskan tangannya yang melingkari tengkuk lelaki itu. Bukan hanya sampai di sana saja, Reinhard juga langsung melangkah mundur dan beranjak mendekati jendela besar yang tersedia di kamar mereka. Wanita itu tahu kalau pertanyaan ini sangat sensitif bagi mereka. Tetapi, sejak mengetahui kalau Reinhard berhasil menemukan fakta kebohongan Merisa di saat proses perceraian mereka masih berlangsung. Dan ia ingin tahu alasannya sekarang juga. “Kenapa kamu malah menghindar? Pertanyaan aku tidak butuh jawaban yang sulit, ‘kan?” desak Ilona yang masih berdiri di dekat pintu. Bagaimanapun caranya, Ilona ingin mendapatkan jawaban atas perta
Setelah menyakini jika dirinya yang berada di beberapa foto dalam album itu, Ilona langsung mengangkat kepalanya. Membalas tatapan Akira yang tampaknya masin menunggu apakah cara yang lelaki itu lakukan berhasil atau tidak untuk menggali ingatannya. Dan cara ini memang berhasil mengingatkan Ilona dengan satu momen yang sangat berharga dalam hidupnya. Masih melekat sangat jelas dalam ingatannya tentang kapan dan di mana foto tersebut diambil beberapa tahun silam. Bahkan, bisa dibilang foto tersebut juga menjadi kenang-kenangan terakhir bersama ayahnya. Dari banyaknya foto yang ada di dalam album tersebut, fokus Ilona hanya mengarah pada satu gambar saja. Di sana, ada fotonya bersama sang ayah dan dokter yang sempat menangani ayahnya selama beberapa bulan. Dan jika tidak salah menebak, satu orang lagi yang juga ikut berfoto di sana adalah lelaki di sampingnya ini. “Itu aku dan ayahku. Apa kamu masih tidak ingat juga padaku? Hatiku benar-benar sakit kalau