Ilona yang semula masih menebak-nebak makam siapa yang akan Reinhard kunjungi langsung menyadari sesuatu. Nama yang tertampang pada pusara tersebut adalah Amora Rodriguez. Yang kemungkinan besar adalah nama adik kandung Reinhard jika di lihat dari tanggal lahir dan tanggal kematiannya.
Nama itu juga cukup familiar. Ilona ingat Reinhard pernah beberapa kali menyebut nama itu saat mereka masih bersama. Namun, Ilona memang belum pernah bertemu dengan adik kandung Reinhard itu hingga mereka akhirnya berpisah.Kabar kematian Amora juga hanya Ilona ketahui dari tayangan televisi. Saat itu, hubungannya dengan Reinhard sudah berakhir. Sehingga Ilona pun tak berani mengunjungi kediaman Reinhard hanya untuk melakukan belasungkawa. Ia tahu kehadirannya tidak akan diinginkan.“Sepertinya aku—”Bukannya melanjutkan kalimat yang keluar dari bibirnya sampai selesai, Ilona mendadak bungkam seribu bahasa. Wanita itu mengikuti langkah Reinhard yang memimpin jala“Kenapa dia ada di sini?” gumam Ilona tanpa sadar. Sosok lelaki yang sedang sangat ia hindari itu malah baru keluar dari minimarket di ujung gang. Bersama asisten pribadi lelaki itu yang begitu setia menemani ke mana pun sang tuan melangkah. Dan mereka tak boleh melihat keberadaannya dengan Ruby di sini. Sebelum kedua lelaki itu menyadari keberadaannya, Ilona bergegas berjalan mundur. Jika salah satu mereka mereka melihatnya, maka habislah dirinya. Reinhard pasti sudah mengetahui rencana Anindya dan lelaki itu pasti mengambil Ruby darinya. Sepertinya orang-orang Anindya telah menyadari jika dirinya membawa kabur Ruby. Oleh karena itu, Anindya pasti menghubungi Reinhard dan mendesak lelaki itu agar segera kembali. Dan entah bagaimana caranya, dari banyak tempat yang ada, Reinhard malah berada di dekat sini. “Ya-yah!” gumam Ruby cukup nyaring. Ia sudah terlanjur melihat Reinhard. Ilona spontan membungkam mulut putrinya seraya berbisik,
“Dia membawa kabur Ruby? Ck! Dia benar-benar tidak bisa dipercaya!” umpat Anindya dengan ekspresi murka. Mengabaikan tuduhan Reinhard padanya, Anindya malah lebih fokus dengan kenyataan jika Ilona telah pergi, namun bersama Ruby. Padahal ia telah memberi ultimatum pada menantu yang tak pernah diakuinya itu untuk meninggalkan cucunya. Anindya memang tidak menyukai Ilona. Apalagi setelah mengetahui jika kakak wanita itu adalah mantan kekasih putrinya. Semakin pekat lah kebenciannya pada sang menantu. Namun, biar bagaimanapun Ruby adalah cucunya. Dan, ia tidak akan membiarkan cucunya terlantar. Anindya dan Reinhard sudah tidak berada di pintu utama lagi. Anindya sengaja menarik putranya masuk. Di luar terlalu ramai dan pembicaraan mereka tak perlu menjadi konsumsi para karyawannya. Sudah lama Reinhard tidak datang kemari. Sayangnya, putranya mampir tanpa pemberitahuan hingga Anindya tak bisa menyiapkan apa pun. Dan kenyataan jika Reinhard datang
Malam ini, Reinhard melewatkan waktu tidurnya. Bahkan, selama dalam perjalanan di pesawat pun lelaki itu tetap terjaga. Cuaca buruk membuat beberapa pesawat delay entah sampai kapan. Dan Reinhard bukanlah orang yang sabar menunggu. Apalagi dalam keadaan genting seperti ini. Oleh karena itu, Reinhard lebih memilih menggunakan pesawat pribadinya. Tak peduli dengan cuaca buruk yang tak kunjung membaik, ia tetap mengambil risiko untuk pulang. Dan tentunya, tidak ada yang bisa menghalangi keinginannya. Raut tak bersahabat terus terpampang di wajahnya di sepanjang perjalanan. Belum ada kabar lagi dari orang-orang rumah yang tengah berupaya mencari istri dan anaknya. Reinhard kembali mengumpat. Perjalanan yang ia tempuh terasa sangat lama. Reinhard sengaja membatalkan seluruh agenda dinas luarnya. Sedangkan untuk beberapa hal yang bisa diwakilkan oleh sekretarisnya, ia limpahkan pada sang sektretaris. Ia tidak akan bisa fokus dengan pekerjaannya jika Ilona dan
“Kamu yakin mau tinggal di sini saja? Aku bisa menyewakan apartemen atau rumah yang lebih layak untuk kalian,” ucap Gerald yang lebih dulu melangkah ke rumah kontrakan pilihan Ilona. Rumah ini sangat kecil. Bahkan, jika dibandingkan dengan kamar Reinhard maupun kamar Ilona di kediaman lelaki itu, tentu saja sangat jauh. Namun, sekarang Ilona hanya tunggal berdua dengan putrinya saja dan kontrakan ini sudah lebih dari cukup. Jalan di sekitar rumah ini cukup sempit. Sehingga Ilona dan Gerald harus turun di ujung persimpangan jalan dan berjalan kaki. Jalanan yang mereka lalui becek dan agak licin. Hujan mengguyur cukup deras sejak matahari tenggelam. Namun, untungnya saat aksi yang Ilona lakukan, hujan telah reda. Ilona tak meminta Gerald ikut turun dari taksi. Sebab, sekarang sudah terlalu malam. Lelaki itu juga perlu istirahat mengingat keesokan harinya memiliki segudang aktivitas seperti suaminya. Namun, Gerald memaksa ingin ikut turun dan membantu memb
Ilona tahu ibu mertuanya menginginkan perpisahannya dengan Reinhard. Segera. Namun, ia tidak memperkirakan jika Anindya telah mempersiapkan surat gugatan cerai. Tubuh Ilona mendadak oleng, untungnya ia dapat kembali menguasai diri dengan cepat. Berkas yang Anindya bawa telah wanita paruh baya itu buka. Ternyata nama Ilona dan Reinhard. Belum ada tandatangan yang tertera di sana. Ada kemungkinan Reinhard memang belum tahu. Atau lelaki itu sengaja ingin dirinya yang lebih dulu membubuhkan tandatangan. “Ayo tandatangan! Kenapa diam?” Anindya kembali mencerca Ilona. Wanita paruh baya itu sudah siap dengan bolpointnya. Ia ingin sang menantu segera menandatangi berkas tersebut. “Kamu mengkhawatirkan harta gono gini? Tenang saja. Saya bisa memberikan berapa pun yang kamu inginkan. Asalkan kamu tandatangani berkas ini dan segera angkat kaki dari sini,” ucap Anindya dengan nada merendahkan khasnya. Hati Ilona terasa seperti diremas. Seandainya dulu aya
Setelah kedatangan Anindya yang begitu mendadak, Ilona seperti kehilangan separuh jiwanya. Ia memang tidak terlibat bahkan tak tahu apa-apa. Namun, tetap saja dirinya merasa bersalah. Andai ia lebih berani menyatakan kejujuran itu sejak awal. Mungkin, rasa bersalahnya tak akan sebesar ini. Kemuraman itu tak hanya berlangsung satu hari. Hari-hari berikutnya pun tak jauh berbeda. Suasana hati Ilona tak kunjung membaik. Situasi yang terjadi benar-benar membuatnya serba salah. Dan hingga berhari-hari kemudian, Ilona tidak tahu harus melakukan apa. “Aku harus pergi ke Makassar selama beberapa hari. Siang ini aku berangkat,” tutur Reinhard yang sedang memasang dasi di depan cermin. Sedari tadi, Ilona memperhatikan suaminya dari belakang. Sedangkan dirinya masih duduk di pinggir ranjang. Ia tak berani mendekat dan membantu lelaki itu. Meskipun mungkin saja Reinhard tak akan menolak. Namun, keberaniannya tak sebesar itu. Setela