Share

Memulai

Author: HaluMutu
last update Last Updated: 2022-05-16 11:34:54

"Setiap insan menginginkan mencintai yang dicintai, tapi Allah lebih tahu siapa yang seharusnya dia cintai. Cinta karena Allah akan menjanjikan kebahagiaan, cinta karena nafsu cenderung celaka dihari kemudian.” 

~Novita_A12~

"Ya Allah, berarti aku telah salah mengharap surat yang dikirimkan Gus Aji adalah bentuk keseriusannya padaku, aku telah lama menyimpan perasaan yang seharusnya tidak aku miliki."

Selama ini aku telah berharap lebih pada Gus Aji, walau sebenarnya aku sadar seharusnya perasaan itu tidak pernah aku biarkan muncul. Dan saat ini aku harus memutuskan untuk mencintai orang yang bahkan aku belum pernah mencintai, ini adalah hal yang sama sekali belum pernah aku bayangkan. 

“ Jawabannya, kami serahkan pada Hanna, kami selaku orang tua pasti akan selalu mendukung keputusan anak kami,” ucap bapak sembari menoleh ke arahku. 

"Ya Allah, kenapa hati hamba menjadi tak karuan seperti ini"aku tak paham dengan persaanku, separuh aku senang, separuh lagi aku ragu. Ragu, akankah aku bisa sepenuhnya mengabdi pada Gus Ans, yang selama ini murni aku hanya menganggapnya guruku, tidak lebih. 

“Hanna, Gimana, Nak?” Ibu menepuk pundakku pelan, menyadarkanku dari lamunan. Aku pun gugup, dan hanya bisa menjawab dengan tersenyum. Tapi senyum itu, kurasa tidak setulus senyum harianku, ada hal yang masih membebani senyum itu. 

Tradisi di desaku, saat anak gadis dikhitbah, kemudian dia hanya diam dan tersenyum sudah dianggap cukup untuk menjawab khitbah itu. “Assukutu ‘Alamatur-ridha”(Diamnya berarti dia mengiyakan). Aku tidak berani melihat bagaimana ekspresi Gus Ans dengan jawabanku, aku hanya berharap Gus Ans benar-benar mencintaiku, bukan karena terpaksa menerima perjodohan ini. 

“Ya sudah, Hanna boleh untuk tidak langsung ikut ke pesantren, di rumah dulu. Besok kami akan datang kembali, membawa seserahan lamaran untuk pertunangan” 

Mendengar hal itu, aku senang berarti aku masih bisa lama bersama bapak dan ibu, tapi di sisi lain, hatiku terasa hampa, aku khawatir terlalu cepat memutuskan untuk mencintai, yang paling aku khawatirkan, jika aku mudah menjatuhkan hati kepada seseorang, maka aku akan mudah juga ditinggalkan, Na’udzubillah. 

***

Pov: Aji

"Hanna, aku yakin kamu berharap aku yang dijodohkan denganmu, sebab aku yakin kamu tidak melupakan isi suratku saat itu. Hanna, aku tulis surat itu dengan penuh harap kamu bisa menjadi istriku setelah lulus S2 ku nanti, aku tidak menyangka ternyata Umi sangat memperhatikanku sehingga ingin segera menjadikanmu bagian dari keluarga kami."

Aku hanya bisa bergumam dengan semua perkara yang telah terlanjur diputuskan, dan aku sudah tidak bisa berbuat apa-apa. Mas Ans memang belum mencintai Hanna, tapi aku yakin lambat laut Mas Ans akan mencintai Hanna.

Apa aku sanggup menjadikan orang yang aku cintai sebagai kakak iparku sendiri. ‘Ya Allah, maafkan hambamu jika telah salah mencintai, atau mencintai makhluk-Mu yang indah itu di waktu salah. Aku hanya berharap Engkau segera mempertemukan aku dengan hamba yang Engkau pilihkan untukku Ya Rabb.’

Malam ini begitu terasa hampa bagiku, kubaringkan badanku ingin sekali segera aku berlabuh dalam lautan mimpi, tapi kantuk itu tak kunjung menghampiri. “Mas Aji! Sudah tidur, Le?” Terdengar suara Umi, dengan segera aku menuju pintu. “Dhereng, Mi” 

*Dhereng: Belum

“Besok sore kamu ikut ya, untuk menyerahkan seserahan Mas mu”

Aku terbelalak, padahal aku tidak siap jika harus kembali bertemu dengan Hanna, aku berharap kemarin adalah terakhir aku bertemu Hanna sebelum aku bisa mencintai orang lain. Dengan terpaksa aku mengiyakan permintaan Umi, walau bagaimanapun aku juga harus membiasakan diri untuk bisa menerima Hanna sebagai kakak iparku. 

Aku kembali menutup pintu saat Umi sudah pergi, kulangkahkan kaki ini walau terasa berat menuju ranjang tidurku, aku berharap malam ini tidak ditambah dengan mimpi buruk yang akan mengganggu tidurku.

***

Pov: Ans

Jam sudah menujukkan pukul 23:30, dan aku tidak sama sekali merasakan kantuk, aku belum bisa menerima Hanna, aku khawatir tidak bisa membahagiakannya. Dan besok pagi, adalah waktu pertunanganku dengan Hanna, seharusnya malam hendak pertunangan setiap dua insan berbahagia, kenapa perasaanku menjadi tak karuan rupanya. 

Segera aku ambil wudlu’ biasanya manusia yang susah tidur, akan mudah merasakan kantuk jika dibawa mengaji. Maka aku ambil mushaf, memuraja’ah hafalan Qur’anku. Dan ternyata benar, baru setengah juz aku mulai muraja’ah, aku mulai menguap. Dan mata mulai merasakan sepat. 

Setelah 1 juz selesai, segera aku tutup mushafku segera aku baringkan badanku yang merasakan penat, padahal aku tidak bekerja kasar. Ku baca sholawat, pada pembacaan sholawat ke dua masih sadar, dan yang ke tiga sudah terasa di awang-awang hingga akhirnya aku tidak sadar di bawa kemana oleh mimpiku. 

***

Jam sudah menujukkan pukul 03:00, segera aku ambil handuk untuk mandi sebelum sholat tahajud, setelah membaca beberapa khasiat bangun malam, diantara jika ingin menjaga kesehatan maka hendaklah mandi sebelum subuh. 

Aku sholat dua rakaat, kemudian ku larutkan hati ini membaca istighfar, berharap kelancaran dan kebarakahan apa yang hendak aku kerjakan, Aku berharap aku tidak salah jalan, dan tidak salah memutuskan, lebih-lebih menerima perjodohan dengan Hanna, padahal aku belum bisa mencintainya. 

Adzan subuh berkumandang, segera aku ke masjid, untuk mengikuti sholat berjama’ah bersama Abah juga santri-santri di pesantren. 

Saat sudah berada di setapak, dekat dengan masjid tiba-tiba terdengar suara lantang Aji. “Mas Ans!” Aku langsung menoleh, menunggu langkahnya hingga menyelarasi dengan langkahku. Kami berjalan beriringan. 

“Gimana Mas? sudah bisa mencintai Hanna?” 

“Ji! Ini masih pagi lho, sudah maen nanya yang begituan,” elakku. 

Aji cuma membalas dengan tawa ringan. Dan tidak melanjutkan pertanyaannya sebab Abah sudah berdiri di depan masjid menunggu beberapa santri yang memiliki kebiasaan telat bangun, dan bagi santri yang sudah sangat terlambat, biasanya nanti ada pengurus yang memberikan denda, dendanya bisanya berupa hukuman bersih-bersih yang sudah disepakati bersama. 

Sedang Umi sholat berjama’ah bersama santriwati, dan biasanya ada beberapa hari tertentu langsung mengisi kajian kitab, sebab hari lain santriwati ikut kajian bersama santri putra melalui alat penghubung, shound sistem. 

Setelah sholat berjama’ah, aku dan Aji keluar terlebih dahulu, sebab Abah masih mengisi kajian Tafsirul jalalain. 

“Ji.” Aku memecah keheningan diperjalanan kami. 

“Enggeh, Mas?” Aji antusias. 

“Apa bisa aku menikah dengan tanpa cinta ya? Aku ragu Ji.” 

“Makanya Mas, sebaiknya Mas berusaha mencintai dari sekarang, sebab pertunangan ini tidak mungkin lama, dengan segera Mas akan segera menikah dengan Hanna. Tapi jika pun memang belum bisa, yaa tidak apa-apa Mas, seperti yang aku bilang kemarin, cinta itu bisa tumbuh seiring berjalannya waktu Mas, apalagi kalau sudah nikah, selain Mas selalu melihat Hanna, semua kebutuhan Mas, Hanna yang urus.” Aji mendadak bijak, tapi memang dalam hal perasaan, aku akui Aji memang lebih pandai. 

Hari ini terasa sedikit lebih ringan dari hari kemarin, walau nyatanya cinta itu belum berhasil aku tumbuhkan.

Bersambung...

Happy reading, guys. Jangan lupa vote and komen ya

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Dinikahi Putra Kiai   Senyummu Manis

    “Senyum itu mahal harganya, saat diberikan dari orang yang mencinta kepada yang dicinta.”~Novita_A12~Akhirnya aku sedikit lega, sebab bisa bernapas bebas di kamar, dan aku sendiri, sebab gus Ans lebih memilih istirahat di ruang tamu, padahal di sana ramai, aku yakin gus Ans tak akan betah beristirahat di tempat seperti itu. Tapi ada sedikit sedih, saat mengingat gus Ans bahkan tak tersenyum walau sedikit pun, tampak tidak ada pancaran bahagia dari wajahnya, akankah gus Ans menyesal telah menikah denganku. Tapi tidak ingin membicarakan hal ini kepadanya, aku khawatir saat dia capek seperti ini malah akan menimbulkan ke salah pahaman.“Hanna.” Tiba-tiba terdengar suara dari arah pintu. Segera aku berdiri, dan membukanya. Dan ternyata gus Ans, benar dugaanku, dia tidak mungkin bisa istirahat di tempat seperti itu, aku pun mempersilakan masuk, dengan pintu tidak aku tutup. Gus Ans membuka jaz hitam yang dia pakai, peci dia letakkan, terlihat ketampanan wajahnya semakin bertambah, sela

  • Dinikahi Putra Kiai   Cinta Sejati itu

    “Cinta sejati adalah cinta yang mampu mengikat dengan tali yang suci, tali pernikahan yang ikrarnya perlu pertanggung jawaban pada Sang Ilahi.”~Novita_A12~“Qabiltu Nikahaha watazwijaha bil mahril madzkuuri, Haaalan.”Air mata ini menetes mendengar ucapan yang Gus Ans ikrarkan. Kini aku berada di samping Umi, dengan gaun yang serba putih, dengan berbagai hiasan dan riasan di luar biasanya. Sontak gema sholawat memenuhi ruangan setelah Kiai membacakan do’a untuk kami berdua, aku pun langsung sungkem kepada Ibu dan Bu Nyai yang sedari tadi mendampingiku. Suasana ini tidak akan pernah aku lupakan, saat ikrar tadi diucap saat itu juga aku siap mengabdikan jiwa dan ragaku kepada suamiku, gus Asn. Aku berharap gus Ans menjadi perantaraku bisa meraih surga. Tiba-tiba teringat sebuah hadits yang pernah aku pelajari saat ibtida’ dulu, “Anna Ridhoz zauji huwa ridhollah wa ghadhobuz zauji huwa ghadhobullah(Sesungguhnya ridho suami adalah ridho Allah, dan murka suami adalah murka Allah.)”Akad

  • Dinikahi Putra Kiai   Bangunan Besar

    “Cinta itu kadang membingungkan, datang tak dengan tanda, hilang pun tiba-tiba.”~Tha~Kini hanya aku dan malam, kupandangi bintang, dengan rasa yang entah bagaimana yang tengah kurasakan, aku tiada bisa melukiskan, sedang dengan segera aku akan melaksanakan sebuah pernikahan, pernikahan yang kuanggap sakral dan sejak dulu aku membayangkan bahwa akan menikah dengan penuh gelimang rasa cinta. Namun, nyatanya tidak sesuai kenyataan. Aku menikah dengan tanpa ada rasa sama sekali, entah karena trauma masa lalu sehingga membuatku seakan hambar akan rasa cinta yang sebentar lagi akan mengikatku dengan ikatan pernikahan, dengan ikatan sakral yang suci berjanji kepada Ilahi rabbi.***Menikah menurutku bukan perihal yang main-main, aku hanya menginginkan menikah sekali seumur hidup, dan yang aku dambakan menikah dengan penuh rasa cinta sehingga menjadi perantara hidup bahagia, tetapi beda dengan yang saat ini kurasakan satu hari sebelum hari perniakahanku saja, rasa itu tak kunjung muncul di

  • Dinikahi Putra Kiai   Perasaan Tak Menentu

    “Patuh pada perintah orang tua adalah salah satu cara untuk kita menyicil dalam membalas jasanya, walau sejatinya sampai kapanpun jasanya tak akan sebanding dengan pengorbanannya.”~Novita_A12~Pov: Ans.Hari demi hari kulalui dengan perasaan yang kurasa hambar, ada senyuman tapi tak mewakili persaan, perasaan ini merasakan ada sebuah keterpaksaan, tapi aku merasa tetap harus melakukan. Hari pernikahanku semakin dekat, dan aku belum ada persiapan perasaan sama sekali, platform sudah Umi pesan, dan kemungkinan untuk di rumah Hanna sudah terpasang, kami yang membiayai dengan ada separuh bantuan dari keluarga Hanna, sebab pernikahan yang cukup meriah ini, Umi yang menginginkan dan mengaturnya aku hanya ikut keputusan Umi dan Abah saja. “Ans!” Terdengar suara Umi memanggil dan langkah kaki itu semakin mendekat ke arahku. Aku yang masih asik dengan pemandangan di luar sana menjawab dengan singkat saja. “Enggeh, Mi?” Aku tidak keluar kamar sebab pintuku memang terbuka dan langkah Umi me

  • Dinikahi Putra Kiai   Pra-Nikah

    “Menikah adalah sakral, maka untuk menikah harus dipersiapkan sebelumnya, sebab semua insan pasti menginginkan satu kali saja seumur hidup melakukan pernikahan.”~Novita_A12~Daun pacar itu kecil, tapi bukan berarti tidak bermanfaat, maka tidak ada alasan bagi seseorang meremehkan pada seorang yang lain hanya karena hal kecil, sebab hal sekecil apapun saat dicipta pasti sudah disiapkan beserta manfaatnya. Daun pacar memang tidak bisa di makan, tapi memiliki fungsi untuk menghias tangan. “Hanna, ada gunting?”tanya Zuhra.“Ada, buat apa?”jawabku yang masih berdiri meletakkan buku yang kubaca tadi. “Buat memotong daun-daun pacar ini, tentunya, Hanna.”Zuhra memang sedikit mudah kesal tapi kesalnya bukan berarti dia mudah marah, dia hanya menggerutu dengan sedikit nada meninggi, kesal. “Hehe, oke. Iya, nih.” Kuserahkan gunting itu padanya. “Oiya, apa perlu aku panggilkan mbak-mbak yang lain guna membantu kamu?”tanyaku pada Zuhra, sebab kasihan jika dia harus mengerjakan sendirian. Aku

  • Dinikahi Putra Kiai   Hanna dan Henna

    “Cinta boleh saja seperti Henna, melekat di tangan berfungsi menghias pemandangan, tapi kekuatan cinta tidak bisa di ukur dengan lekatnya henna pada tangan sebab cinta sejati tak akan pernah luntur sekalipun dipaksa menjauhi.”~Novita_A12~Cuaca hari ini lebih indah dari kemarin, bunga-bunga yang kuncup kini mulai bermekaran, berwarna kuning, pink, juga putih menghias taman, embun pagi masih bermanja-manja dengan dedaunan, mushaf pink yang kupegang, tak ubahnya bunga-bunga tadi, menghiasi hati ini, indah saat kupandang menggoda hati untuk segera bermanja-manja dengan isi di dalamnya. Dengan Al-qur’an hati ini bisa tenang, hati yang sempit menjadi lapang, suasana hati tenteram menentramkan suasana sekitar sebab diikuti jernihnya pikiran. Mukenah putih yang kupakai menutup seluruh tubuhku, hingga angin saja tak dapat melihat, tubuh ini hangat dengan belaian lembut mukenah panjang. Aku tetap ingin menikmati masa-masa sebelum aku mengubah status santriku menjadi seorang istri, yang seb

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status