공유

Sabar akan Rasa

작가: HaluMutu
last update 최신 업데이트: 2022-05-16 11:35:40

“Saat memutuskan mencintai, maka saat itu pula kita harus siap dengan rasa sakit hati. Sejatinya bahagia dan duka sebab cinta, laksana telinga dengan mata yang hanya tersekat beberapa jarak saja.”

~Novita_A12~

Pov: Hanna

"Ya Allah... hari ini keluarga pesantren akan menyerahkan seserahan itu, dan saat seserahan itu sudah aku terima, tidak ada peluang aku membatalkannya, jikapun bisa maka akan banyak hati yang tersakiti. Apa iya aku harus membatalkannya?" Pagi ini aku larut dalam lamunan di atas meja belajar yang menghadap ke arah jendela, sengaja menghadap ke arah sana, agar saat belajar otak tetap fresh melihat pemandangan hijau dedaunan di depan sana. 

“Hanna!” ibu memanggilku, aku pun sadar dari lamunanku, aku terbelalak melihat buku catatanku penuh dengan coretan spiral. ‘Saat ini saja aku sudah pusing melihatnya, apalagi beberapa tahun setelah aku punya anak nanti.’ Pikiranku mulai ngawur entah ke arah mana. 

Aku tutup buku tersebut, dengan segera meluncur ke dapur. “Enggeh Bu?” Ibu kaget melihatku. Aku pun bingung, dan meneliti penampilanku dengan sangat teliti. “Itu kenapa pulpen kamu bawa ke dapur?” Ibu tertawa ringan sembari mengaduk-aduk makanan di bejana. 

“Hehe... Enggeh! Hanna kembali ke kamar lagi.” Aku pun bergegas ke kamar, tidak aku letakkan di dapur, sebab aku suka lupa dengan barang yang kubawa jika tidak aku letakkan kembali pada tempatnya. Bahkan jika aku tanya pada ibu mengenai apa yang aku bingungkan karena lupa tempat akhir aku meletakkan, pasti Ibu langsung menegurku. ‘Makanya, kalau naruh barang jangan menghadap ke belakang.’ 

Sesegera mungkin aku langsung kembali ke dapur, sebelum kembali larut dalam gegana(Gelisah, galau, merana). Langsung aku raih beberapa sayur yang harus dipotong hingga siap rebus. “Aduh” Pisau itu menyapaku dengan sedikit goresan luka. Tapi bukan salah pisaunya, lagi-lagi aku larut dalam lamunan. “Kenapa Han?” Ibu panik. “Hehe... Mboten nopo-nopo Bu.” Ibu pun menggeleng-gelengkan kepala. ‘Hanna! fokus dong, kenapa dari tadi tingkahmu aneh sih”gumamku sembari lanjut memotong sayur. 

*Mboten nopo-nopo: Tidak apa-apa

***

Pov: Aji

Perjalanan menuju butik sedikit jauh, membutuhkan sekitar satu jam setengah perjalanan, tapi demi Mas Ans juga kebahagiaan Hanna, aku harus menempuhnya. Saat ini aku yang mengendarai mobil, Mas Ans ada di sebelahku, Umi dibelakang dengan salah satu santriwati. 

“Mas!” panggilku pada lelaki yang duduk di sebelahku, rupanya dia sedang melamunkan sesuatu. 

Dan Mas Ans Cuma menolehkan pandangannya, kemudian kembali memandangan ke arah depan. “Mas Ans sudah ada planing mau belikan Hanna baju seperti apa?” Mas Ans rupanya kaget dan belum terpikir ke arah sana, sehingga dia tersedak dan segera meraih air minum di depannya. 

“Nanti Umi yang pilihkan, tentu dengan persetujuan Mas mu.” Aku hanya tersenyum. “Enggeh Mi.” 

Perjalanan pun kembali hening, hanya ramai dengan bunyi kendaraan yang berlalu lalang, juga suara mesin mobil yang nyaris tak terdengar suaranya. ‘Santriwati memang banyak, tapi aku pun tidak memahami kenapa hatiku harus condong pada Hanna, dan menurutku wajar jika hati ini memilih Hanna, Umi saja yang lebih kenal Hanna memilih Hanna menjadi menantunya, apalagi...Ah sudah Ji. Sebentar lagi Hanna akan menjadi kakak iparmu.” 

Kuhentikan laju mobil dekat butik bertuliskan Hanna’s Store. “Di sini Mi?” Aku menoleh saat laju mobil berhenti. “Iya. Ayo kita turun.” Mas Ans memang dari kecil selalu tidak terlalu banyak berbicara, tapi aku selalu berusaha mencairkan suasana saat bersamanya. 

Kami pun melangkah masuk, Mas Ans menghentikan langkahnya. “Ada apa Mas?” tanyaku. “Ini benar? Butiknya bernama Hanna’s Store ?” Mas Ans kaget, sedang Umi sudah lebih awal masuk butik. “Iya Mas, emang kenapa?” Mas Ans Cuma terdiam, kemudian melanjutkan kembali langkahnya. 

Aku yang masih tertinggal di belakang langkahnya, hanya menggeleng-geleng kepala, dan sedikit menahan tawa dengan tingkah Mas Ans. Aku berusaha mengubur rasa ini dengan setiap senyum pura-puraku di depan semua orang, aku berharap senyum pura-pura ini bisa menjadi nyata, tergantikan dengan hilangnya rasa dan senyum itu bisa kembali tulus menyapa. 

***

Beberapa Jam berputar-putar di butik, tidak terasa tiga jam kita habiskan di sana. Berangkat dari rumah memang agak pagi, karena berharap adan dzuhur sudah berada di rumah kembali, sehingga tidak perlu sholat di masjid dekat butik. 

Kami sudah berada di dalam mobil dan sipa untuk pulang, sebab setelah adzan asar mau langsung ke rumah Hanna. Aku ikut? iya, tentu aku ikut. Aku harus mengenyampingkan rasa perih ini, demi kebahagiaan Abah, Umi, juga Mas Ans. 

“Mas Ans!” panggil Umi. Sontak Mas Ans menjawab dengan menoleh ke arah Umi.

”Enggeh Mi” Tampak dari pantulan kaca depan mobil, Umi tersenyum penuh rona bahagia. 

“Sudah siap buat mengkhitbah Hanna kan?” Mas Ans hanya tersenyum, aku pun turut tersenyum, bergumam dalam hati semoga Mas Ans bisa mencintai Hanna dan memperlakukan dengan sebaik-baiknya. 

Umi sangat yakin bahwa Mas Ans akan mencintai Hanna, aku pernah menyampaikan apa yang pernah Mas Ans ceritakan padaku, tapi Umi tetap yakin Hanna bisa meluluhkan hati Mas Ans. Dan lambat laun Mas Ans bisa mencintai Hanna. Entah apa yang membuat Umi sangat yakin pada Hanna. 

Setelah beberapa jam perjalanan pulang, kami pun segera bersiap-siap sholat dzuhur. Kemudian masing-masing bersiap-siap menuju rumah Hanna. Aku memaksakan ikut, sebab sebentar lagi aku harus mengurus berkas kampus, aku khawatir tidak bisa hadir pada  pernikahan Mas Ans. Tapi aku akan berusaha hadir, untuk meyakinkan hati ini, bahwa Hanna yang pernah aku cintai kini menjadi kakak iparku sendiri. 

***

Saat sudah di rumah Hanna, seserahan juga sudah di terima oleh pihak Hanna, perbincangan hangat pun di mulai dengan suguhan beberapa kue basah khas rumahan. 

“Jadi dengan kedatangan kami kembali ke sini, kami hendak mengikat Hanna dengan putra kami Ans, kami berharap hal ini menjadi perantara semakin eratnya tali silaturrahmi di antara keluarga kita.” Abah memulai perbincangan. 

Pihak Hanna juga menanggapi dengan hangatnya, sekilas aku lihat Hanna tersenyum. Aku yakin Hanna bisa bahagia, dan mungkin saat ini Hanna sudah melupakan surat itu, atau surat itu memang tidak pernah Hanna simpan. 

Ayah Hanna pun tersenyum dengan ungkapan Abah. “Kami juga sangat berterima kasih dan sangat menggantungkan harap prosesi ini lancar hingga nanti ke pelaminan.” ucap Ayah Hanna, aku belum pernah tahu Hanna memanggil apa pada Ayahnya, selain aku lama di Jombang, aku juga belum pernah tau saat-saat Hanna dikirim sewaktu di pesantren. 

“Aamiin, dan kami berharap jeda pertunangan dengan pernikahan tidak terlalu jauh. Lagian Hanna sudah siap kan menjadi istri Ans?” Semua pandangan tertuju pada Hanna, dan lagi-lagi hatiku semakin rapuh melihat senyum Hanna, segera kupalingkan pandanganku, khawatir rasa ini bukan malah hilang tapi justru menjadi keegoisan. 

Aku putuskan untuk fokus pada tujuanku, dan tidak berani membuka hati sebelum aku benar-benar siap menghalalkan. Terima kasih atas pengalamannya, Hanna. 

Bersambung...

Thanks sudah mengikuti sampai sini, guys. Jangan lupa vote and komennya ya

이 책을 계속 무료로 읽어보세요.
QR 코드를 스캔하여 앱을 다운로드하세요

최신 챕터

  • Dinikahi Putra Kiai   Senyummu Manis

    “Senyum itu mahal harganya, saat diberikan dari orang yang mencinta kepada yang dicinta.”~Novita_A12~Akhirnya aku sedikit lega, sebab bisa bernapas bebas di kamar, dan aku sendiri, sebab gus Ans lebih memilih istirahat di ruang tamu, padahal di sana ramai, aku yakin gus Ans tak akan betah beristirahat di tempat seperti itu. Tapi ada sedikit sedih, saat mengingat gus Ans bahkan tak tersenyum walau sedikit pun, tampak tidak ada pancaran bahagia dari wajahnya, akankah gus Ans menyesal telah menikah denganku. Tapi tidak ingin membicarakan hal ini kepadanya, aku khawatir saat dia capek seperti ini malah akan menimbulkan ke salah pahaman.“Hanna.” Tiba-tiba terdengar suara dari arah pintu. Segera aku berdiri, dan membukanya. Dan ternyata gus Ans, benar dugaanku, dia tidak mungkin bisa istirahat di tempat seperti itu, aku pun mempersilakan masuk, dengan pintu tidak aku tutup. Gus Ans membuka jaz hitam yang dia pakai, peci dia letakkan, terlihat ketampanan wajahnya semakin bertambah, sela

  • Dinikahi Putra Kiai   Cinta Sejati itu

    “Cinta sejati adalah cinta yang mampu mengikat dengan tali yang suci, tali pernikahan yang ikrarnya perlu pertanggung jawaban pada Sang Ilahi.”~Novita_A12~“Qabiltu Nikahaha watazwijaha bil mahril madzkuuri, Haaalan.”Air mata ini menetes mendengar ucapan yang Gus Ans ikrarkan. Kini aku berada di samping Umi, dengan gaun yang serba putih, dengan berbagai hiasan dan riasan di luar biasanya. Sontak gema sholawat memenuhi ruangan setelah Kiai membacakan do’a untuk kami berdua, aku pun langsung sungkem kepada Ibu dan Bu Nyai yang sedari tadi mendampingiku. Suasana ini tidak akan pernah aku lupakan, saat ikrar tadi diucap saat itu juga aku siap mengabdikan jiwa dan ragaku kepada suamiku, gus Asn. Aku berharap gus Ans menjadi perantaraku bisa meraih surga. Tiba-tiba teringat sebuah hadits yang pernah aku pelajari saat ibtida’ dulu, “Anna Ridhoz zauji huwa ridhollah wa ghadhobuz zauji huwa ghadhobullah(Sesungguhnya ridho suami adalah ridho Allah, dan murka suami adalah murka Allah.)”Akad

  • Dinikahi Putra Kiai   Bangunan Besar

    “Cinta itu kadang membingungkan, datang tak dengan tanda, hilang pun tiba-tiba.”~Tha~Kini hanya aku dan malam, kupandangi bintang, dengan rasa yang entah bagaimana yang tengah kurasakan, aku tiada bisa melukiskan, sedang dengan segera aku akan melaksanakan sebuah pernikahan, pernikahan yang kuanggap sakral dan sejak dulu aku membayangkan bahwa akan menikah dengan penuh gelimang rasa cinta. Namun, nyatanya tidak sesuai kenyataan. Aku menikah dengan tanpa ada rasa sama sekali, entah karena trauma masa lalu sehingga membuatku seakan hambar akan rasa cinta yang sebentar lagi akan mengikatku dengan ikatan pernikahan, dengan ikatan sakral yang suci berjanji kepada Ilahi rabbi.***Menikah menurutku bukan perihal yang main-main, aku hanya menginginkan menikah sekali seumur hidup, dan yang aku dambakan menikah dengan penuh rasa cinta sehingga menjadi perantara hidup bahagia, tetapi beda dengan yang saat ini kurasakan satu hari sebelum hari perniakahanku saja, rasa itu tak kunjung muncul di

  • Dinikahi Putra Kiai   Perasaan Tak Menentu

    “Patuh pada perintah orang tua adalah salah satu cara untuk kita menyicil dalam membalas jasanya, walau sejatinya sampai kapanpun jasanya tak akan sebanding dengan pengorbanannya.”~Novita_A12~Pov: Ans.Hari demi hari kulalui dengan perasaan yang kurasa hambar, ada senyuman tapi tak mewakili persaan, perasaan ini merasakan ada sebuah keterpaksaan, tapi aku merasa tetap harus melakukan. Hari pernikahanku semakin dekat, dan aku belum ada persiapan perasaan sama sekali, platform sudah Umi pesan, dan kemungkinan untuk di rumah Hanna sudah terpasang, kami yang membiayai dengan ada separuh bantuan dari keluarga Hanna, sebab pernikahan yang cukup meriah ini, Umi yang menginginkan dan mengaturnya aku hanya ikut keputusan Umi dan Abah saja. “Ans!” Terdengar suara Umi memanggil dan langkah kaki itu semakin mendekat ke arahku. Aku yang masih asik dengan pemandangan di luar sana menjawab dengan singkat saja. “Enggeh, Mi?” Aku tidak keluar kamar sebab pintuku memang terbuka dan langkah Umi me

  • Dinikahi Putra Kiai   Pra-Nikah

    “Menikah adalah sakral, maka untuk menikah harus dipersiapkan sebelumnya, sebab semua insan pasti menginginkan satu kali saja seumur hidup melakukan pernikahan.”~Novita_A12~Daun pacar itu kecil, tapi bukan berarti tidak bermanfaat, maka tidak ada alasan bagi seseorang meremehkan pada seorang yang lain hanya karena hal kecil, sebab hal sekecil apapun saat dicipta pasti sudah disiapkan beserta manfaatnya. Daun pacar memang tidak bisa di makan, tapi memiliki fungsi untuk menghias tangan. “Hanna, ada gunting?”tanya Zuhra.“Ada, buat apa?”jawabku yang masih berdiri meletakkan buku yang kubaca tadi. “Buat memotong daun-daun pacar ini, tentunya, Hanna.”Zuhra memang sedikit mudah kesal tapi kesalnya bukan berarti dia mudah marah, dia hanya menggerutu dengan sedikit nada meninggi, kesal. “Hehe, oke. Iya, nih.” Kuserahkan gunting itu padanya. “Oiya, apa perlu aku panggilkan mbak-mbak yang lain guna membantu kamu?”tanyaku pada Zuhra, sebab kasihan jika dia harus mengerjakan sendirian. Aku

  • Dinikahi Putra Kiai   Hanna dan Henna

    “Cinta boleh saja seperti Henna, melekat di tangan berfungsi menghias pemandangan, tapi kekuatan cinta tidak bisa di ukur dengan lekatnya henna pada tangan sebab cinta sejati tak akan pernah luntur sekalipun dipaksa menjauhi.”~Novita_A12~Cuaca hari ini lebih indah dari kemarin, bunga-bunga yang kuncup kini mulai bermekaran, berwarna kuning, pink, juga putih menghias taman, embun pagi masih bermanja-manja dengan dedaunan, mushaf pink yang kupegang, tak ubahnya bunga-bunga tadi, menghiasi hati ini, indah saat kupandang menggoda hati untuk segera bermanja-manja dengan isi di dalamnya. Dengan Al-qur’an hati ini bisa tenang, hati yang sempit menjadi lapang, suasana hati tenteram menentramkan suasana sekitar sebab diikuti jernihnya pikiran. Mukenah putih yang kupakai menutup seluruh tubuhku, hingga angin saja tak dapat melihat, tubuh ini hangat dengan belaian lembut mukenah panjang. Aku tetap ingin menikmati masa-masa sebelum aku mengubah status santriku menjadi seorang istri, yang seb

더보기
좋은 소설을 무료로 찾아 읽어보세요
GoodNovel 앱에서 수많은 인기 소설을 무료로 즐기세요! 마음에 드는 책을 다운로드하고, 언제 어디서나 편하게 읽을 수 있습니다
앱에서 책을 무료로 읽어보세요
앱에서 읽으려면 QR 코드를 스캔하세요.
DMCA.com Protection Status