Kalian udah cek story igeh Na????
Mansion Arsen Indah dan Hera berada di kamar yang sama karena mereka memang sekamar. Malam itu saat Hera sudah bersiap beristirahat, Indah tiba-tiba duduk di tepian ranjang menatap padanya. “Tadi kamu pergi ke mana bersama Bibi Jess?” tanya Indah dengan tatapan menyelidik. “Belanja, seperti biasa memesan kebutuhan rumah dan yang lainnya ke toko langganan,” jawab Hera dengan tenang agar indah tidak curiga. Indah mengangguk-angguk kecil. “Ngomong-ngomong, bagaimana kabarnya setelah ponsel kita dicek ya, kenapa tidak ada info apa-apa?” tanya Indah. Hera mengedikkan kedua bahu. “Entahlah, aku juga tidak tahu.” “Apa mungkin Tuan Arsen mencurigai kita semua? Padahal kita bekerja sudah lama di sini dan setia,” ucap Indah lagi. Hera menatap pada Indah dengan rasa kesal di hati. “Kita tidak tahu bagaimana isi hati orang, jadi tidak tahu apa yang kita lihat benar atau tidak.” Indah mencebik, lalu dengan sengaja memainkan jemarinya di depan muka, untuk memperlihatkan cincin b
Arsen keluar dari kamar mandi dan kaget mendapati mertuanya sudah tidak berada di sana. Dia semakin terkejut saat melihat bayinya sudah berada di box lagi. Arsen berdiri cukup lama. Matanya hanya bisa melihat selimut yang menutupi tubuh bayi mungil itu. Dia membuang muka, terlihat jelas matanya berkaca-kaca. Arsen memilih melangkah keluar dari kamar rawat Lily. Hingga melihat Adhitama dan Risha sedang berada di luar. Adhitama dan Risha tampak kaget. Tak percaya Arsen memilih keluar. "Aku sudah beberapa hari tidak pulang, aku pamit pulang dulu, nanti aku ke sini lagi, tolong jaga Lily," ucap Arsen. Adhitama dan Risha hanya diam, tak bisa menjawab karena Arsen langsung pergi. Bahkan meski bayinya berada di dalam, Arsen hanya menitipkan Lily pada mereka. Risha tak menyangka hati Arsen akan sekeras itu. "Kenapa bisa Lily menikah dengan pria sedingin itu," ucap Risha. "Sha ... " Adhitama hanya bisa menyentuh tangan Risha untuk mengingatkan agar istrinya tak bicara s
Arsen segera menemui dokter di ruang ICU. Dia melihat Lily yang masih terbaring tak bergerak, lalu pandangannya beralih pada dokter yang siap bicara padanya. “Anda mau membicarakan apa, Dok?” tanya Arsen. “Saudari Lily bisa dipindah ke ruang inap biasa, tetapi tetap akan dilakukan pemantauan. Secara keseluruhan kondisinya stabil, tapi tetap butuh observasi kenapa pasien dalam kondisi vegetatif,” ujar dokter menjelaskan. “Lakukan saja apa yang terbaik untuknya,” balas Arsen tanpa berpikir panjang. Dokter mengangguk lalu meminta perawat untuk segera memproses pemindahan Lily ke ruang inap biasa. Saat sore hari. Lily benar-benar dipindah ke ruang inap VVIP. Arsen dan Adhitama menemani Lily dari ICU sampai dipindah ke ruang inap. Sekarang mereka berdiri di sisi kanan kiri ranjang Lily sambil menatap Lily yang benar-benar tak memberikan reaksi apa pun. Risha duduk sambil memandangi wajah Lily. Bibirnya tersenyum getir begitu pilu. “Dia seperti sedang tidur,” ucap Risha sambi
Bibi Jess dan Hera pulang ke Mansion. Sepanjang perjalanan, Bibi Jess hanya diam. Hera sesekali menoleh pada Bibi Jess tetapi tak mengucapkan sepatah kata pun. “Kalau yang lain tanya dari mana kita, jawab saja dari pergi untuk berbelanja,” ucap Bibi Jess sambil menoleh pada Hera. “Baik.” Hera langsung mengangguk. Begitu sampai di mansion. Bibi Jess langsung pergi ke kamarnya. Bibi Jess duduk di tepian ranjang seraya mengingat perbincangan dengan Arsen di rumah Jerry. Tangan Bibi Jess tiba-tiba meremat sprei dengan kuat, giginya bergemeletuk geram. ** Di rumah Jerry. Arsen masih duduk bersama Jerry dan Thomas. “Aku akan kembali ke rumah sakit,” ucap Arsen lalu helaan napas meluncur dari bibirnya. “Urus semua pekerjaanku di ARS, aku tidak mau diganggu apa pun alasannya” perintah Arsen dengan tatapan tertuju pada Thomas. “Jika ada yang bertanya, jawab saja kalau aku sibuk menjaga Lily yang baru saja melahirkan,” kata Arsen lagi. “Baik, Pak.” Thomas mengangguk patu
Asisten Arman hanya tersenyum miring. Dia menyandarkan punggung karena geli melihat tingkah Juna yang arogan.“Belum ada berita yang muncul soal Lily Mahesa, jadi terlalu cepat jika kamu meminta warisan itu sekarang,” ucap asisten Arman.Juna terkejut, tangannya mengepal di atas paha.“Baik, aku akan sabar menunggu, tapi jika berita itu sudah muncul jangan sampai kamu melanggar janji.”“Mana mungkin aku melanggar janji,” kata asisten Arman. ‘Harusnya kamu memastikan semuanya dulu sebelum kembali ke Jogja.’ Gumamnya di dalam hati.Asisten Arman kemudian berdiri dari duduknya. “Sepertinya sudah tidak ada lagi yang perlu kita bahas, kamu bisa kembali ke kosmu memakai taksi.”Juna hanya diam, dia memandang punggung Asisten Arman yang berjalan pergi meninggalkannya.Dia masih duduk beberapa saat di sana seolah tak memiliki kesalahan. Bahkan bisa menikmati makanan yang terhidang dengan santai. Setelah itu baru mengecek ponselnya.Juna tersenyum mencibir saat mendapati beberapa panggilan
Divisi pemasaran ARS Dini tampak duduk di meja kerja, kedua tangannya saling menggenggam erat. Pandangan gadis itu terpaku pada tempat sampah di samping meja kerjanya, di mana sebuah boneka beruang kecil tergeletak di antara kertas bekas dan bungkus makanan ringan. Dini refleks membuang boneka pemberian Juna itu beberapa menit yang lalu, setelah melihat titik merah dan bulatan menyerupai kamera tersembunyi di bagian tas punggung yang digendong boneka beruang kecil itu. Sekitar satu jam kemudian Thomas dan Jerry akhirnya datang dan masuk dengan langkah cepat ke divisi pemasaran.Wajah mereka menunjukkan kekhawatiran. “Apa kamu tidak apa-apa?” tanya Thomas sambil mendekat ke arah meja kerja Dini. Dini mengangguk pelan, meskipun wajahnya masih terlihat pucat karena takut. “Sa.... saya membuang bonekanya,” jawabnya lirih. “Ada di tempat sampah.” Jerry mengernyit. “Mengapa kamu membuangnya?” “Saya merasa dia mengawasi saya,” ucap Dini, suaranya gemetar. “Awalnya saya pikir it