Akang membuka surat itu dan kami berdua memutuskan untuk membacanya."Barokallah Husein, kamu ingat tidak gambar di kue ini? Kue ini adalah imitasi dari kue ulang tahun yang bapak berikan padamu saat ulang tahun pertamamu. Pembuat kuenya agak kesusahan, tapi akhirnya berhasil juga. Kalau kamu membaca surat ini, artinya kamu sudah menerimanya. Dimakan sama istrimu ya, tapi jangan lupa kasih ibumu juga."Belum apa-apa, masih kalimat pembuka aja sudah bikin aku dan Akang terisak, sepertinya surat dari bapak bakalan berhasil bikin kita berdua nangis kejerrr."Akting bapak bagaimana, keren kan? Bapak berusaha tidak pernah memperlihatkan kesakitan ini kepada semua orang, karena bapak tidak mau membuat orang-orang hanya fokus pada kesehatan bapak. Bapak mau kalian melanjutkan hidup seperti biasanya, terutama kamu Sein."Akang sudah gemetar memegang surat itu."Kalau kamu tahu bapak sakit, kamu tidak akan memiliki kesempatan untuk meluluhkan istri kamu. Kamu hanya akan mengantarkan bapak bero
"Udah biasa disuntik ya, jadi udah gak meringis lagi, hehehe." Dia sih ngajak bercanda, tapi entah kenapa aku menanggapinya justru sedikit panik.Dibalik aku yang gak meringis itu, tersimpan kebohongan lain. Tapi ingsyallah jika Akang tahu, dia pasti akan bahagia."Begitu ya, hehe." Aku menimpalinya dengan singkat.Akan aku umumkan ketika kita sudah kumpul semua di rumah. Gak lupa, Clara dan Nadine juga harus tahu, ingsyallah aku mau menyiapkan pesta kecil-kecilan untuk mereka.Begitu sampai di pondok sekitar habis ashar, ternyata kita berdua lihat orang-orang ramai sekali di rumah ibu, seperti kedatangan tamu."Siapa ya?" tanya Akang.Akang menggandeng tanganku dan berjalan menuju rumah ibu, rupanya ada pakan Muhlil di sana."Assalamualaikum, walah ada paman toh," ucap Akang dan menyalami tangan pamannya itu, disusul denganku juga."Dari mana kalian? Kebetulan ada kamu, sini paman mau diskusi sesuatu dulu."Adudu, ada apa ini? Kenapa perasaanku sedikit gak enak ya?"Ada apa paman?"
Kedua matanya kelihatan terbuka lebar pas aku kasihkan gambar USG hitam itu padanya.Ya Allah, matanya amat berbinar menatap lekat-lekat foto buah hatinya itu."Ini? Ini serius s-sayang? Tapi kan kamu?" Ia keburu ingat kalau aku dalam masa program penundaan kehamilan, tapi aku jelaskan yang sebenarnya."Bulan ketika Akang gak bisa antar aku, aku pergi sama Clara. Tapi, di klinik terdekat dan aku memang niat KB tapi sambil minta USG untuk memeriksa bagaimana keadaan rahim aku sekarang. Apa sudah bagus atau belum, karena terakhir kali aku kuret."Itu memang kejadian yang sebenarnya tanpa ada yang aku tutup-tutupi."Tiba-tiba hari itu, aku sedikit terenyuh saat melihat foto bayi dalam pangkuan ibunya. Air mataku menetes, dan aku ingin seperti di foto itu, jadi saat bidan mau menyuntikkan itu, aku menolak dan bilang bahwa aku akan berhenti KB. Bidan gak bisa berbuat banyak selain mengikuti apa kata pasiennya. Tapi aku tetap merahasiakan ini dari Akang."Air matanya satu persatu menetes sa
Kecewa? Tentu saja, karena kita gak punya planning lain lagi.Aku gak tahu ke depannya Akang akan mengambil keputusan apa, apakah dia bakalan jadi ke Kairo atau tidak.Kenapa harus Kairo? Akang adalah lulusan terbaik waktu di sana, dan dia diberikan beasiswa full jika ingin melanjutkan s2 dalam rentan waktu 10 tahun ke depan, ketentuannya seperti itu.Karena baru lima tahun, otomatis beasiswa itu masih berlaku kan? Sayang sekali untuk disia-siakan jika memilih s2 di Indonesia. Bukan tidak ada universitas baik, tetapi kalau di sana, Akang bisa sekalian belajar memperdalam ilmu tafsir yang menjadi prodi utama Al-Azhar.Kualitasnya sudah terjamin, gitu lah bahasa gampangnya.Jadi, kalau mau meneruskan kuliah alangkah baiknya tetap memilih Al-Azhar, Kairo.Kita berdua udah sampai di rumah dalam keadaan yang bener-bener lesu dan gak semangat sama sekali.Dalam benakku, aku tidak mau berpisah karena aku sedang hamil, aku tentu perlu suamiku ada dan memperhatikan setiap perkembangan janinny
"Ibuuu, lagi sibuk?" panggil Akang ketika kita berdua mendatangi ibu di rumahnya. Sepeninggal bapak, ibu lebih sering beraktivitas di rumah. Mengajar anak-anak kecil mengaji iqro, setelah itu istirahat di kamar.Mungkin beliau masih sedih dan membutuhkan waktu lebih lama untuk move on setelah kehilangan Bapak, berbeda dari yang lainnya."Tidak sih. Kalian sudah makan malam? Mau ibu masakin?""Enggak Bu, Husein mau memberikan kabar baik buat ibu."Akang, dan ibu serta aku sudah duduk di ruang keluarga segera untuk berdiskusi."Ada apa nak?""Ini Bu, semoga ibu sedikit bahagia setelah melihat ini." Akang menyerahkan foto hasil USG pada ibu."MasyaAllah ini apa Sein? Istrimu sedang mengandung lagi?"Akang mengangguk cepat, "alhamdulilah ibu. Pelipur lara untuk kita semua di saat bapak pergi. Mereka kembar, langsung dua dari Allah."Ibu menangis, air matanya turun tanpa bisa dibendung. MasyaAllah, akhirnya ibu bisa tersenyum setelah sekian hari tampak murung."Alhamdulillah ya Allah, teri
Dua hari ini, aku kehilangan Akang. Iya maksudnya dia lebih sering itikaf di masjid, sampai larut malam. Kadang dini hari baru pulang, setelah itu tidur tanpa bisa aku ganggu.Sebelumnya dia sudah bilang kalau dia mau mencari jawaban yang terbaik, tolong kasih saya waktu.Tapi melihatnya berpikir sendirian itu menyakitkan sekali, sepertinya dia gak kunjung mencari jawaban? Bagaimana kalau akhirnya kita menghabiskan waktu seperti ini terus kalau pada akhirnya Akang tetap pergi?Seperti kata ibu, aku harus berkorban kalau mau mendapatkan sesuatu yang lebih besar, toh Akang juga bukan untuk bersenang-senang. Aku harus membantunya berpikir bahwa meninggalkan aku adalah pilihan yang terbaik.Ini sudah hampir jam enam pagi, setelah sholat subuh dia belum juga kembali ke kamar. Aku juga udah selesai sholat subuh, dan mengheningkan cipta di sisi kasur. Sedih awalnya, tapi aku gak boleh egois. Akang memang ditakdirkan pergi untuk kemaslahatan umat kenapa aku tahan-tahan?Pintu sedikit terbuka
Keputusan terakhir sudah dibuat, dan tiket pesawat Jakarta-Mesir juga sudah dipesan, dan ini dua hari menjelang keberangkatannya. Hari-hari kami yang kami lalui kemarin kerasa hambar banget, dihabiskan hanya untuk menjalani rutinitas sebagaimana layaknya pasangan suami istri. Aku pun sudah tidak masuk kelas mengajarnya karena kondisi kehamilanku ini. Aku sudah gak boleh banyak beraktivitas, hanya boleh tidur di tempat tidur, ke kamar mandi, sholat, terus tidur lagi. Gak boleh lama-lama berdiri, karena sekarang aku gampang kena kram. "Akang, Rey mau somay yang di depan pondok itu. Mau jus alpukat juga!" Well, mumpung Akang masih ada di sini, aku manfaatkan untuk bersikap manja padanya. Dia harus merasakan jadi sosok suami dan calon ayah yang mengurus masa ngidam istrinya.Tapi sejujurnya, banyak banget kekhawatiran yang ada di pikiran aku kalau membayangkan bagaimana kehidupan Akang di Kairo nanti. Apakah dia akan ketemu teman dekat seperti Aisyah lagi, atau tidak.Tapi aku selalu
Akhirnya, waktu terberat untuk kita berdua datang juga, hari ini Akang akan berangkat ke Kairo, Mesir. Dia mengambil penerbangan sore, jadi paginya kita masih punya waktu bersama, aku juga masih pengen menyiapkan sarapan terakhir kalinya sebelum kita LDR 3 tahun. Sedihnya, kenapa dari bangun tidur sampai jam delapan begini, gak ada percakapan yang berarti di antara kita berdua, kita lebih cendrung diam seperti dua orang asing yang kebetulan ada di satu ruangan bersama.Ibu juga lagi dalam perjalanan ke Jakarta, dan kita akan bertemu di bandara nanti. Aku sudah bilang semua ke Ayah dan Ibu tentang keputusan ini, dan mereka setuju. Sementara ibu di sini dulu, sampai waktunya aku melahirkan. Sedangkan Ayah tetap di Batam lalu akan mengajukan cuti nantinya.Perbedaan waktu sekitar enam jam seperti menjadi bukti nyata bahwa hubungan jarak jauh yang kami akan jalani terasa amat berat. Aku mencoba bertingkah sebiasa mungkin untuk menyiapkan teh hangat pagi miliknya kayak waktu dia mau pergi