Setelah melakukan visum, Adiba menyarankan untuk sekalian tes darah. Memeriksa apa aku terjangkit penyakit yang sekarang menggerogoti tubuh Mayang dan Ardiaz.
Sekitar satu jam lebih kami menunggu dan bersyukur hasilnya sangat melegakan. Ternyata meski Mas Fagan sangat mencintai mantan tunangannya itu tapi dia masih bisa menjaga batasan yang tidak boleh dia langgar.Tidak seperti Ardiaz, sudah menjalin hubungan terlarang dengan calon kakak iparnya, adik iparku itu juga melanggar larangan agama. Menurut pengamatanku adik Mas Fagan itu memang agak bandel dan suka bikin onar.Aku mengenal Ardiaz saat kami membantu di acara pernikahan salah satu sepupu kami. Saat itu aku dan Ardiaz menjadi pasangan kembang mayang. Aku masih disekolah sedangkan Ardiaz baru memasuki bangku kuliah.Ardiaz sangat humble dan sangat ramah, berbeda dengan Mas Fagan yang cool dan sedikit bicara. Awal-awal kenal aku agak menghindar. Ya, bisa dikatakan aku seperti Mas Fagan. Hanya dengan orang tertentu saja aku bisa akrab dan banyak bicara.Namun setiap ada pertemuan dengan keluarga besar Eyang selalu memintaku untuk bersikap ceria dan penurut supaya Papa tidak membawaku pergi dari rumah Eyang.Berteman dengan Ardiaz adalah salah satu siasat yang di buat Eyang agar aku terlihat ceria dan ramah.Aku masih ingat ancaman Papa saat terakhir kalinya aku membuat masalah, "Aku tidak akan mentolerir lagi kesalahan kamu di masa depan. Sekali lagi kamu membuat onar aku akan mengirim kamu jauh dari kota ini. Kalau perlu keluar dari negara ini. Kali ini aku tidak akan kecolongan lagi seperti Mamamu dulu."Bukan karena takut aku menurut, lebih karena Eyang yang tak ingin jauh dariku. Demi Eyang.... Hanya demi Eyang aku mencoba untuk bertahan. Menikahi Mas Fagan pun demi Eyang."Mbak, Jangan ngelamun!" Adiba menepuk tanganku."Apa?" Kulihat gadis berambut sebahu itu menoleh sebentar lalu kembali fokus pada jalanan di depannya."Sekarang Mbak mau ke mana?""Anterin aku ke rumah temanku saja.""Siapa?""Zaskia. Dia baru pulang kemarin dari luar kota."Zaskia adalah temanku semasa sekolah. Kami sangat akrab dan kompak. Tidak hanya Zaskia, aku juga kenal baik dengan ayah ibu dan kakaknya.Kemarin Zaskia menghubungiku, dia sedang libur semester dan memintaku untuk berkunjung ke rumahnya. Rencananya besok aku akan menemuinya sekalian pulang ke rumah Eyang."Rumah sahabat Mbak itu bukannya satu kota sama Eyang Farida?""Hemm .... dari sini, hanya sekitar satu setengah jam. Kalau kamu capek. Aku naik taksi online saja.""Aku antar saja Mbak. Aku gak tega Mbak berangkat sendirian.""Tapi ini sudah malam, kamu gak papa?"Adiba tersenyum, "Gak papa, tadi aku sudah pamit sama Mama. Aku bilang kalau mau menginap di apartemen teman kuliahku,"Seandainya aku belum menikah, mungkin aku juga sering menginap bersama teman-temanku. Terkadang mendengar cerita Adiba, aku jadi sedih dan iri.Sekitar dua jam kami sampai di rumah Zaskia. Sahabatku itu langsung membawaku ke kamarnya begitu aku sampai. Tak menunggu lama dia langsung memberondongku dengan banyak pertanyaan ketika melihat kondisiku yang cukup mengenaskan.Sudah dua hari ini Mama dan papanya sedang di luar kota karena itu dia memintaku datang sejak kemarin."Jangan sampai ada yang tahu kondisiku sekarang. Aku takut Eyang shock jika tahu keadaanku sekarang." Aku meminta Zaskia untuk merahasiakan keadaanku."Iya, aku akan diam kali ini. Jadi jangan biarkan laki-laki itu melukaimu lagi. Atau aku akan mendatanginya untuk membuat perhitungan." Sahabatku ini sedikit barbar dan gampang marah. "Ikut aku saja,,, kamu bisa berkerja sambil kuliah. Kamu pintar pasti bisa dapat beasiswa.""Mbak Zaskia benar. Sebaiknya Mbak pergi saja." Adiba mendukung pendapat Zaskia."Untuk sekarang aku butuh waktu untuk menenangkan diri dulu. Aku akan pikirkan lagi nanti." Aku bukan tidak ingin berpisah dengan Mas Fagan tapi aku harus memikirkan Eyang juga."Jangan bilang kamu mencintai laki-laki itu?" Zaskia memicingkan matanya.Aku mengembuskan nafas kasar, benar aku mencintainya. Wanita mana yang tidak akan baper jika setiap hari mendapat perlakuan manis dan penuh perhatian dari pria tampan seperti Mas Fagan."Bukan itu, aku harus memikirkan perasaan Eyang juga." Aku berbohong untuk menyembunyikan perasaanku. "Aku tidak mau jika kepergiaanku menjadi beban pikiran Eyang," tambahku beralasan."Baiklah, untuk sementara kamu tinggal di sini saja. Mama sama Papa keluar kota selama seminggu. Tenangkan pikiran dan ambil keputusan yang menurutmu terbaik." Zaskia memberi semangat."Hemm,,, makasih untuk kalian berdua. Sahabat terbaikku dan saudara terhebatku." Aku memeluk dua wanita di depanku itu.Kita lihat Mas, apa lagi yang akan kamu lakukan setelah ini. Aku tak segan pergi jika itu jalan satu-satunya yang bisa aku pilih.🍂🍂🍂"Sudah dua hari ini Meizura tinggal di rumah Zaskia. Ponselnya tak berhenti berdering sejak semalam. Hanya ketika ponselnya itu kehabisan daya baru panggilan masuk dari nomor Fagan berhenti. Semalaman Fagan menelpon dan mengirim pesan berisi ancaman jika Meizura tidak segera pulang. Pri itu sepertinya mengira jika Meizura akan pergi menyusul Ardiaz ke luar negeri. [Pulang! Kamu masih istriku. Patuhlah atau kamu tahu apa yang bisa aku lakukan.][Pulang!!! Lihat apa yang aku lakukan!] Pesan Fagan kini disertai foto sebuah paspor dibakar. [Cepat pulang! Jangan menguji kesabaranku!]Beberapa isi pesan yang Fagan kirim ke ponsel Meizura. Namun, tak sedikit pun wanita berambut panjang itu ingin membalasnya. Saat ini yang dia inginkan hanya ketenangan. "Pria itu gak capek apa telponin kamu mulu?" Zaskia mengambil duduk di sebelah Meizura. "Dendam sudah menutup matanya sampai membuatnya tak memliki rasa lelah dan bosan," jawab Meizura masih dengan menatap layar televisi. "Lalu apa renca
Ucapan Meizura langsung membuat empat orang itu melebarkan matanya kaget. Terlebih Fagan, pria itu langsung berdiri dengan tangan mengepal kuat. Dia tidak menyangka ancamannya kemarin tidak sedikitpun membuat istrinya itu takut. "Tidak. Aku tidak akan menceraikan kamu," tegas Fagan. "Aku sama sekali tidak peduli. Yang pasti aku tidak ingin hidup dengan pria munafik seperti kamu," ujar Meizura dengan tatapan menantang. Perlahan tangannya membenarkan syal di lehernya untuk memberi isyarat pada Fagan jika dirinya masih memiliki satu senjata untuk melawan pria itu"Zura!!!" bentak Furqon. "Jaga ucapan dan sikapmu. Fagan itu suamimu kamu harus menghormatinya." Wajah Furqon sudah memerah karena marah. Tangannya mengepal kuat sampai membuat kuku-kuku jarinya memutih. Sarah yang duduk di samping Furqon tak melepaskan tangannya dari lengan pria itu. Wanita itu takut jika suaminya akan lepas kontrol dan memukul anak tirinya itu. "Pa, biar aku bicara dulu sama Zura. Dia pasti punya alasan.
Pov Meizura. "Khemm.... Aku lapar.... Kita mampir dulu cari makan," ucap Mas Fagan tiba-tiba."Kamu mau makan apa?" tanyanya tapi tak kuhiraukan, aku tetap membisu dan mengarahkan pandanganku ke luar jendela."Aku bertanya sama kamu. Kamu gak tuli kan?" Mas Fagan menghentikan mobilnya di pinggir jalan. "Aku tuli." Aku menoleh, "Telingaku tidak bisa mendengar suara orang yang bermuka dua," Seketika rahang Mas Fagan mengeras dan matanya melotot tajam padaku. Kuangkat satu sudut bibirku, puas sekali aku melihat ekspresi kemarahannya."Kamu......" geramnya."Aku tak peduli." Aku kembali mengarahkan tatapanku keluar jendela. Terdengar Mas Fagan menghembuskan nafas kasar beberapa kali. Mungkin dia sedang berusaha menghilangkan emosinya yang sempat tersulut karena ucapanku. Ini baru awal, mulai sekarang kamu akan tahu seperti apa aslinya Zenia Meizura Humayra itu. "Tadi kamu sudah lihat sendiri, bahkan papamu saja tidak membelamu. Jadi, bersikap baiklah atau kamu akan benar-benar kehila
"Nyonya..... Nyonya sudah sadar?" Bik Minah.... Dialah orang pertama yang aku lihat begitu membuka mata. Wanita paruh baya itu berdiri di sisi ranjang. Ada aroma disinfektan dan obat-obatan yang menyengat memasuki indera penciumanku. Sepertinya aku berada di rumah sakit. "Alhamdulillah..... Nyonya sudah sadar," ucap Bik Minah bersyukur sembari mengelus kepalaku pelan."Sekarang Nyonya berada di rumah sakit. Kata Tuan Fagan semalam Nyonya jatuh dari tangga," beritahu nya tanpa kuminta. Aku memejamkan mata berusaha mengingat apa yang terjadi. Deghh...... Tiba-tiba jantungku terasa di remas-remas mengingat kejadian semalam. Ya aku terjatuh dari tangga dan itu karena Mas Fagan yang mendorongku. "Kepala Nyonya luka karena terbentur lantai. Kakinya juga, kata Tuan harus di perban untuk beberapa hari sampai otot dan tulang kembali normal," sambungnya menjelaskan keadaanku sekarang. Lalu dimana pria itu sekarang? Kualihkan pandanganku ke sekeliling. Harusnya dia berada disini? Pria itu
"Coba tebak, apa yang ingin aku lakukan?" ucapnya dengan senyum mesum yang menghiasi bibirnya. Jangan-jangan.....?"Sudah lima hari kita tidak tidur satu ranjang. Dan malam ini......" Apa dia sudah gila? Ini di rumah sakit, apa dia tidak melihat kepala dan kakiku yang masih di perban? Setidaknya dia harus punya rasa malu kalau sampai ada dokter jaga yang datang untuk memeriksa keadaanku. "Aku ingin meminta hakku sebagai suamimu." Mataku membulat saat dia melempar kemejanya lalu beralih membuka ikat pinggangnya. "Apa kamu sudah gila? Sekarang kita di rumah sakit." Aku beranjak bangun. "Lagi pula kamu tidak lagi punya hak setelah apa yang kamu lakukan padaku.""Selama kamu masih berstatus sebagai istriku, aku tetap satu-satunya orang yang berhak menyentuhmu," kekehnya tak bisa di bantah. Ya Tuhan...... dia benar-benar melucuti semua pakaian yang melekat di tubuhnya. Satu-satunya kelemahan Mas Fagan adalah tidak bisa menahan nafsunya. Jika di luar ia terlihat dingin akan tatapi seb
Ceklek... "Meizura...." Terdengar suara seseorang bersamaan dengan pintu terbuka. "Hah.." Dengan cepat Meizura memutar tubuhnya. "Astaga..." pekik Meizura sambil mendengus kasar. ""Kenapa?" tanya Zaskia kebingungan sambil menoleh ke kanan kiri. "Ya Alloh.... kamu ngagetin aja! Hampir saja jantungku copot," gerutunya sambil mengelus dadanya. "Maaf... maaf, tadi aku pikir salah kamar." Buru-buru Zaskia menjelaskan. "Ya Alloh kepala dan kaki kamu kenapa di perban?" tanyanya dengan mata berkaca-kaca sambil memeriksa keadaan sahabatnya itu. Baru juga dua hari mereka tidak bertemu dan kini keadaan sahabatnya itu lebih buruk dari saat mereka bertemu beberapa hari sebelumnya. "Ceritanya panjang. Tolong bantu aku jalan, kita harus cepat pergi dari sini sebelum Bi Minah kembali." Meizura mengulurkan tangannya. "Sebentar, aku bawa kursi roda." Zaskia berlari keluar untuk mengambil kursi roda yang ia letakkan di depan kamar. Dengan hati-hati Zaskia membatu Meizura untuk duduk di atas kur
"Bisa buka masker kalian!" Fagan beralih ke depan Meizura. Meizura spontan menutup matanya, menahan kesal bercampur panik. Insting pria itu memang sangat kuat, hanya dengan melihat gerakan tubuh orang ia bisa mendeteksi sesuatu yang tidak wajar. 'Pasti Zaskia melihat matanya,' batinnya menebak.Perlahan ia mengangkat kepalanya, tanpa berani menatap wajah pria itu. "Untuk apa? Apa kamu pegawai rumah sakit?" sahut Zaskia ketus."Bukan, saya bukan pegawai rumah sakit. Hanya saja saya merasa seperti pernah bertemu kalian sebelum," jawab Fagan tanpa mengalihkan tatapannya pada wanita yang sejak tadi tak berani menatapnya.Sikap wanita ini lebih membuatnya curiga ketimbang gadis yang yang mencuri pandang padanya secara langsung. "Apa kamu tidak tahu jika di rumah sakit itu banyak virus penyakit? Jadi, wajar dong kami pakai masker," tambahnya memberi alasan. "Saya hanya ingin memastikan, apa kalian benar orang yang saya kenal atau bukan?" Fagan mengangkat satu alisnya merasa curiga pada
[Kata satpam Zura di rumah sakit, kenapa kamu gak ngasih tahu kami?][Kenapa kamu diam? Kalian di rumah sakit mana? Biar Mama sama Eyang Farida menyusul.] Kembali suara Kinanti terdengar memaksa, membuat Fagan semakin bingung. [Gak.... perlu Mah, tunggu di rumah saja. Nanti aku jelasin di rumah.] Tanpa menunggu jawaban dari Mamanya, Fagan langsung memutus sambungan telpon sepihak. Kesal, Fagan memukul stir mobilnya. "Zura.... Lihat apa yang akan aku lakukan padamu saat aku sudah menemukanmu," desisnya dengan nafas memburu. Fagan tidak pernah menyangka jika istrinya yang terlihat polos dan penurut itu berani kabur. Pasti ada yang membantunya, pikir Fagan. "Hampir saja lupa," gumam Fagan lantas kembali menghubungi seseorang."Halo Bi, hari ini jangan datang ke rumah saya. Dari rumah sakit langsung pulang saja, besok pagi baru Bibi datang sekalian bawa barang-barang istri saya," perintah Fagan pada Bi Minah melalui sambungan telpon.Sekitar tiga puluh menit Fagan sudah sampai di kedia