Kukira aku adalah wanita paling beruntung di dunia ini. Suamiku tampan dan sangat mencintaiku. Sikapnya juga sangat lembut dan penuh perhatian, sehingga membuatku dan semua keluargaku menganggap Fagan Zio Rafiandra sebagai suami terbaik di dunia. Namun, semua berubah ketika seorang wanita dari masa lalunya membuka tabir masa lalu mereka, menguak alasannya menikahiku. Ternyata, aku telah tertipu. Semua perhatian dan kasih sayangnya hanya akting belaka. Pernikahan kami semata untuk balas dendam sakit hatinya pada adik kandungnya sendiri. Mampukah aku menjalankan pernikahan ini, sedangkan hatiku telah terlanjur kecewa?
View MoreDia mulai menyebut nama lain lagi. Ardiaz adalah adik iparku yang sudah lebih dulu akrab denganku sebelum aku menikahi kakaknya.
Sepertinya, wanita ini tidak pernah berubah meski kini keadaannya sudah sangat memprihatinkan. Namun tetap saja mulutnya suka menebar fitnah untuk membuat masalah dalam rumah tanggaku dan Mas Fagan.Adira Mayang Mahesti, mantan tunangan dan kekasih suamiku. Dua hari yang lalu seseorang perawat datang ke rumah dan menyampaikan pesan jika wanita itu ingin bertemu denganku.Mas Fagan langsung melarang ketika aku meminta izin. Dia tidak peduli meski wanita ini sedang sekarat. 'Jangan pernah menemuinya! Hidup dan matinya bukan urusan kita,' tegasnya kemarin malam.Sikapnya yang keras dan terkesan tak ingin aku bertemu mantan kekasihnya, malah membuatku penasaran. Dan di sinilah aku sekarang. Dengan ditemani Adiba sepupu Mas Fagan menemui wanita cantik yang sekarang menatapku dengan tatapan sendu bercampur sinis.Meski berusaha menutupi tapi aku tahu ada kebencian di dalam tatapannya kepadaku.Adiba yang sejak tadi diam mulai gerah dengan omong kosong wanita ini. Beberapa kali dia berdecak kesal dan mengajak pulang."Fagan pasti melarang kamu datang menemuiku kan?" tanyanya yang masih ku jawab dengan kebisuan."Itu karena dia takut aku menceritakan kebenarannya padamu."Spontan aku mengerutkan dahiku. Melihat eskpresiku wanita ini tersenyum tipis, sepertinya dia merasa menang karena sudah bisa memancing rasa penasaranku."Selama ini dia hanya berpura-pura mencintaimu supaya Ardiaz sakit hati dan pergi keluar negeri. Percaya atau tidak tapi Ardiaz sangat mencintaimu," ucapnya dengan nada sedikit meninggi. "Suamimu hanya menjadikan kamu sebagai alat untuk membalas Ardiaz yang telah berselingkuh denganku."Duar...... Bak petir yang menyambar tepat dia tas kepalaku mendengar pengakuan Mayang."Ya aku berselingkuh dengan Ardiaz dan anak yang aku kandung adalah anak Ardiaz Tapi mereka memaksaku untuk menggugurkannya."Aku melebarkan mataku tak percaya. Kutatap dalam-dalam setiap ekspresi yang diperlihatkan wanita di depanku ini. Matanya terlihat mengembun, seperti ada luka yang berusaha ia sembunyikan. Kurasa dia jujur."Aku tidak berbohong kali ini, tanyakan pada Adiba semua keluarga mereka juga tahu." Mayang mengarahkan tatapannya pada Adiba yang berdiri di sebelahku.Segera ku alihkan tatapanku pada gadis yang sejak tadi menggandeng tanganku.Adiba menatapku melas sambil mengangguk samar. "Kak Fagan melarang kami cerita sama Mbak," lirihnya yang bak petasan raksasa yang menggelegar di dadaku.Mereka membohongiku?Ibarat bom, hatiku seakan meledak dan hancur berkeping-keping. Namun aku masih tetap diam, kutahan air mata dengan sekuat tenaga. Aku tak ingin terlihat lemah di depan mantan kekasih suamiku ini."Apa kamu ingat kedatangan terakhirku ke rumah orang tua Fagan?" Kali ini aku mengangguk untuk menjawab pertanyaannya."Saat itu dia sengaja membiarkan aku mendorongmu untuk menyulut amarah Ardiaz. Dia juga sengaja membiarkan Ardiaz mengajakmu masuk agar aku melihat sikap lembut Ardiaz padamu. Saat kalian pergi Fagan berbisik, 'Ardiaz hanya akan bersikap lembut pada orang yang dicintainya pertama Mamanya, kedua Meizura Humayra, wanita yang tidak akan pernah dimiliki oleh Ardiaz seumur hidupnya'."Tes.... Cairan bening menerobos keluar dari mata kananku. Kulihat Mayang tersenyum puas."Mbak,," bisik Adiba mengeratkan genggaman tangannya.Tak terkendali air mataku mulai berduyun-duyun melintasi pipi dan membasahi kemeja merah maroon yang kukenakan. "Tak apa." Aku berusaha tetap tegar."Jika kamu tidak percaya, pulang dan tanyakan padanya! Aku mengatakan ini karena rasa bersalahku yang telah membuatmu masuk ke dalam lingkaran dendam atara aku, Ardiaz dan Fagan. Fagan sengaja memilihmu agar Ardiaz tidak bisa memilikimu.""Apa mereka tahu jika janin yang kamu kandung itu anak Ardiaz?" Aku penasaran mengapa mertuaku memaksanya untuk menggugurkan janinnya.Wanita itu menunduk sebentar lalu kembali menatapku datar. Kurasa dia sedang berusaha menyembunyikan perasaannya agar aku tak bisa membaca ekspresi wajahnya. "Mereka tahu tapi tidak percaya, menurut mereka janin itu adalah anak Raka," ucapnya tanpa berani membalas tatapanku.Raka? Wanita itu kembali menyebut nama lain lagi."Aditya Raka?" tanyaku yang di jawab anggukkan olehnya.Raka adalah teman sekaligus sepupu jauh Mas Fagan. Sebuah pertanyaan kembali muncul di kepalaku."Apa kamu juga selingkuh dengan Raka?" Aku menyipitkan mata, menelisik setiap kerutan dan ekspresi di wajahnya.Aku ingin menyakinkan hatiku, wanita di depanku ini jujur atau sedang membohongiku."Iya,," jawabnya seraya membuang muka kearah jendela kamar.Tanpa sadar aku menghela nafas, "Maaf, tapi pantas jika mereka tidak percaya padamu."Sontak Mayang menoleh kembali padaku. Aku cukup puas melihat ekspresi tak terima di wajah wanita yang mungkin hidupnya tidak akan lama lagi ini.Mungkin orang akan menganggap aku kejam tapi wanita ini juga tak menunjukkan rasa penyesalan atas semua perbuatannya. Meski mulutnya mengatakan, merasa bersalah tapi ekspresi wajahnya tetap saja angkuh dan sombong, bahkan terkesan menertawakan kebodohanku."Aku berselingkuh dari Fagan juga ada alasannya,"Aku tersenyum sinis. Naif sekali, membenarkan sebuah kesalahan dengan menyalahkan korbannya."Fagan terlalu sibuk dengan kuliah dan pekerjaan. Hampir setiap hari dia menghabiskan waktunya di kampus dan kantor. Mengangkat telfonku saja tidak sempat. Berbeda dengan Ardiaz, kapanpun aku minta dia pasti akan datang dan mengantarku kemanapun aku pergi."Alasan yang diutarakannya sama sekali tak merubah penilaianku. Aku membenci wanita ini. Wanita jahat yang mulutnya penuh bisa. Dia sudah salah jika ingin mencari simpati dariku. Sayang sekali aku bukan tipe wanita lemah lembut yang langsung percaya dengan wajah melas dan air mata palsu."Apa kamu sudah selesai bicara? Jika sudah, aku akan pergi. Semoga kamu cepat sembuh dan punya waktu untuk bertobat," pungkasku tanpa menunggu jawaban, langsung berbalik dan keluar dari ruang perawatan yang penuh dengan aroma obat dan disinfektan."Biar aku yang pesan taksi online," ujarku sambil berjalan cepat dan membuat Adiba sedikit berlari mengejarku.🍂🍂🍂Tak terasa kehamilanku sudah menginjak tujuh bulan. Dan hari ini akan diadakan tasyakuran tujuh bulanan calon anak kami. Aku begitu bahagia juga berdebar-debar menunggu hari kelahiran anak kami yang tinggal dua bulan lagi. Bukan tanpa alasan aku merasakan kegelisahan ini, dua kehamilanku sebelumnya tidak pernah sampai menginjak bulan ke tujuh. Mas Fagan yang nampak tenang pun sempat takut dan overprotective begitu Kehamilanku menginjak bulan kelima. Bulan dimana dua calon anak kami gugur dan kembali ke pangkuan ilahi tanpa sempat kami dekap. "Hati-hati jalannya, Sayang, jangan buru-buru! Tamunya juga gak akan pergi kok," tegur Mas Fagan saat aku buru-buru ke depan saat mendengar kedatangan Zaskia. "Iya, Mas, ini jalanya sudah pelan kok." Aku Memperlambat jalanku. Disamping karena teguran Mas Fagan juga karena tanganku yang di pegangnya. Pelan tapi pasti hubungan Papa dengan Papa mertuaku pun membaik. Di hari yang kaya orang Jawa di sebut tingkepan ini, keluarga besar kami benar-b
Hari-hari berlalu dengan sangat cepat. Perlahan zemuanya mulai membaik. Hari- hariku terasa penuh warna. Tidka lagi monoton dan penuh sandiwara.Hpir setiap pagi aku terbangun oleh suara Mas Fagan yang sedang muntah-muntah di dalam kamar mandi. Suara cukup keras sampai membuat seisi rumah terbangun tepat jam tiga pagi Ya, diambil baiknya saja, mungkin calon anak kami ingin orang tuanya beribadah di sepertiga malam. Dan anehnya, mual Mas Fagan akan hilang setelah kami berdua mengambil air wudhu untuk sholat sunah.Dan mualnya akan kembali setelah selesai sholat shubuh. Bukanlah itu pertanda. Anak kami pasti akan jadi anak sholeh nantinya.Meski begitu tersiksa dengan mual dan nyidam yang tiba-tiba saja dirasakannya. Namun tak sekalipun suamiku itu mengeluh atau menyalahkan kehamilanku. Mas Fagan begitu sabar dan ikhlas menjalani perannya. Ia bahkan selalu mengunci kamar mandi setiap kali muntah, takut aku menyusul masuk ke dalam katanya. "Sudah di atas ranjang saja, jangan ikut masu
Malamnya suster Erina langsung datang ke rumah bersama seorang bidan setelah siangnya mendapatkan telpon dari Mas Fagan. Perempuan berwajah tegas itu datang dengan membawa alat-alat medis yang tidak semuanya aku tahu namanya. Suster Erina dan dua orang perawat laki-laki menata alat-alat medis atas intruksi snag Bidan. Ya Alloh.... kenapa aku merasa akan menjadi pasien di rumahku sendiri. Aku hanya sedang hamil bukan habis kecelakaan dan sedang koma. Saat ini aku duduk bersandar di atas ranjang dengan Mas Fagan yang setia menemani sambil menggenggam satu tanganku. "Zenia, dengerin Sus, beliau ini teman Sus, namanya Bidan Hana. Dia akan memeriksa kondisimu. Jangan menolak!" Belum apa-apa Suster Erina sudah memberiku peringatan. Meski nadanya dibuat lembut tapi tatapannya itu tatapan tak ingin dibantah. Wanita ini bahkan lebih tegas dari Papa dan Mas Fagan. Aku mengangguk penuh kepasrahan. Sepatah kata penolakan dariku akan berbuntut panjang dan membuatku harus menjalani terapi len
Kurang lebih tiga puluh menit perjalanan kami sudah sampai di pelataran sebuah klinik terdekat dari rumah. Dengan dipegangi pak sopir di sisi kanan Mas Fagan dan aku di sisi kirinya. Kami turun dan menuju kursi tunggu. Sedangkan Bi Sarti lebih dulu turun dan langsung mendaftar di tempat pendaftaran. Di siang hari yang terik seperti saat ini suasana klinik yang nampak lengang, mungkin orang-orang lebih memilih datang di sore hari saat udara lebih sejuk. Hanya ada dua orang pasien yang menunggu antrian. Setelah menunggu sekitar dua puluh menit akhirnya namaku di panggil. Aku sedikit bingung, yang sakit Mas Fagan kenapa Bibi mendaftarkan namaku. "Sayang.... ini klinik bersalin tentu saja nama kamu yang di daftarkan Bibi." ujar Mas Fagan merangkulku lalu mengelus lembut lenganku.Lama-lama Mas Fagan sudah seperti Suster Erina yang bisa membaca isi hatiku. Dan sikapnya lembutnya selalu sukses membuat hatiku bergetar dan semakin merasa bergantung padanya. Kami pun akhirnya masuk dengan
Beberapa hari ini Mas Fagan kurang enak badan. Setiap pagi selepas sholat shubuh dia pasti akan muntah-muntah. padahal perutnya msih kosong. aku pikir itu asam lambung, aku mengajaknya ke dokter untuk periksa tapi bukan Mas Fagan jika tidak keras kepala. Laki-laki itu tegas menolak dan mengatakan akan segera membaik jika aku memanjakannya. Ada-ada saja suamiku ini. Memang ada penyakit yang sembuh hanya dengan dimanjakan? Pagi ini kondisinya semakin membuatku khawatir. Sejak pagi intensitas muntahnya makin sering sampai-sampai membuat tubuh kekarnya itu lemas.Dan sekarang hanya bisa berbaring di atas tempat tidur sambil memelukku. Tak sedetikpun aku di izinkan jauh darinya. Bahkan untuk sarapan aku sampai merepotkan Bi Sarti untuk mengantar ke kamar. Tak berhenti berdrama, sarapan pun aku harus membujuknya seperti anak kecil. Ya Alloh...... Mas. Melihatnya seperti ini membuatku teringat kondisiku ketika aku hamil anak pertama kami dulu. Saat itu aku begitu manja dan malas untuk
Pov Meizura. Setelah hari ke tujuh kematian Ardiaz, aku dan Mas Fagan kembali pulang ke rumah Eyang. Jakarta kota yang panas dan sangat bising membuatku tidak betah berlama-lama di sana. Bunda dan Mbak Zahra sangat sedih ketika kami memutuskan untuk pulang kembali ke rumah Eyang. Bunda berusaha membujukku untuk tetap tinggal namun aku menolak. Rasanya masih belum nyaman untuk bertemu dengan orang-orang yang berhubungan dengan masa laluku dan Mas Fagan. Dua hari yang lalu kami pulang dengan diantar Bunda. Beliau menginap satu hari sebelum kembali pulang karena harus mengurus Azqiara yang masih sekolah. Adik sambungku itu masih butuh pengawasan di usia peralihan dari anak-anak menuju dewasa. Bunda dan Papa tidak oleh teledor mengingat pergaulan sekarang yang yang begitu bebas. Malam ini kulihat Mas Fagan nampak gelisah. Sejak tadi dia banyak melamun. Sama seperti saat ini, dengan bertelanjang dada, duduk melamun dengan laptop di pangkuannya.Setelah satu jam yang lalu pria jangkung
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments