Share

Tamparan pertama.

Mas Fagan berdiri dengan kemeja biru muda yang tadi pagi kusiapkan. Namun, kemeja itu sekarang terlihat sedikit kusut dengan lengan bajunya di tarik ke atas sampai siku dan jas abu-abunya juga entah kemana.

Dengan sorot mata tajam dan dingin dia berjalan kearahku. Spontan aku mengerutkan dahi melihat tatapan tajamnya yang selama ini tak pernah aku lihat sebelumnya.

"Dari mana kamu?" bentaknya "Kamu menemui wanita itu?" sambungnya dengan nada yang tak kalah dingin dengan tatapannya.

"Meizura, jawab pertanyaanku!! Apa kamu menemui wanita itu?" sentaknya yang membuatku berjingkat kaget.

"Iya."

Seketika wajah dan telinganya memerah. "Bukankah aku sudah melarangmu? Beraninya kamu melanggar laranganku!" geramnya dengan suara tertahan.

Ini kali kedua aku melihatnya semarah ini. Pertama ketika dia sedang bertengkar dengan salah satu sepupunya yang istrinya menggosipkan aku sebagai perebut Mas Fagan dari mantan kekasihnya dan inilah yang kedua.

"Kenapa kamu tidak ingin aku bertemu dengannya?" tanyaku dengan ekspresi tak kalah dingin.

Seketika matanya memindai wajah dan reaksiku yang mungkin membuatnya bingung. Istri yang penurut dan ceria adalah topeng yang selama ini aku pasang di depannya dan semua orang.

"Kamu?" bentaknya keras, "perbaiki panggilanmu juga tatapanmu padaku."

Sontak saja aku menutup mata karena kaget. Setengah mati aku tahan getaran di tangan dan kakiku karena menahan emosi yang juga ingin meledak di dadaku. Sebisa mungkin aku berusaha untuk tenang.

Masih dengan posisi duduk, aku mendongak menantangnya dengan tatapan tatapan tajamku. "Kenapa?"

Mas Fagan terlihat kaget, pria itu terdiam dan tatapannya melunak. Perlahan tangannya terulur ke depan wajahku.

"Tidak aku izinkan kamu menyentuhku lagi!! Dan jawab kenapa kamu tidak ingin aku bertemu Mayang? Dia mantan kekasihmu yang ketahuan hamil satu hari sebelum pernikahan kalian kan?" ucapku berani, "Karena dia, aku terseret dalam arus cinta segitiga kalian."

Tangan Mas Fagan masih mengambang di depan wajahku. Matanya melebar kaget. "Apa yang dia katakan?"

"Apa yang kamu sembunyikan?" sahutku cepat.

Satu alisnya terangkat. "Katakan!" ucapnya sambil menarik kembali tangannya.

Kuhela nafas panjang, "Mantan kekasihmu yang sekarang lagi sekarat karena penyakit HIV itu, memintaku datang untuk pengakuan dosanya. Apa kamu juga tidak mau melakukan pengakuan dosa? Katakan sekarang mungkin aku masih bisa memaafkanmu," ucapku masih dengan tatapan dingin.

Mas Fagan tersenyum remeh, "Aku tak punya dosa padamu."

Sontak rasa panas menjalar memenuhi setiap relung di dalam dadaku, hingga membuatku tak bisa lagi menahannya. Aku berdiri, kuambil satu gelas yang tadi pagi aku tata di tengah meja makan.

Pyarr.....

Kubanting benda yang yang terbuat dari kaca itu hingga hancur berkeping-keping. Lantas kumiringkan kepalaku menatapnya. Seketika ekspresi kaget kembali muncul di wajah Mas Fagan.

"A pa yang ka....." Pria itu mendadak gagap.

"Kamu sengaja mendaftarkan pernikahan siri kita karena ingin menyakiti Ardiaz, kan? Kamu menjadikan aku istri untuk membalas dendam pada adikmu itu? Apa salahku harus terjebak dalam perseteruan KALIAN!!!" teriakku di akhir kalimat.

Mas Fagan terperanga, matanya melebar dan tubuhnya terhuyung ke belakang.

"Anak yang dikandung mayang itu anak Ardiaz, tapi karena malu, keluarga kalian memaksanya untuk aborsi." Aku tersenyum sinis. "Tak kusangka, keluarga terhormat seperti kalian punya borok busuk yang sengaja kalian tutupi dengan mengorbankan aku. Memalukan," cibirku.

Plak......

Brughhh.....

Tiba-tiba rasa pening bercampur panas menjalar di sebagian wajahku. Telapak tangan besar Mas Fagan mendarat tepat di sebelah kiri wajahku, hingga membuatku tersungkur di lantai. Untuk pertama kalinya, dia menamparku.

Rasa pusing dan kebas mulai terasa di satu sisi wajahku. Lalu diikuti rasa perih di telapak tangan dan lututku karena terkena pecahan kaca.

"Jangan asal bicara jika kamu tidak tahu apa-apa?" Suaranya terdengar dingin dan bergetar. "Renungkan kesalahanmu!" pungkasnya sebelum pergi tanpa berniat membantuku bangun.

Sakit.... hatiku sangat sakit.

Kini aku mendengar pintu tertutup dengan kasar.

"Ishh...." Aku mendesis merasakan perih di telapak tangan, siku serta lututku.

Aku terjatuh tepat di atas pecahan gelas yang aku banting. Darah segar mengalir cukup banyak dari telapak tanganku.

Segera aku bangun dan mengambil sapu, kubersihkan dulu bekas pecahan itu sebelum naik ke kamarku di lantai atas. Aku memutuskan untuk mandi.

Selesai mandi, kusimpan kemeja yang tadi aku pakai. Aku rasa bekas robekan dan darah di kemeja maroon ini, nantinya bisa membantuku. Aku menyimpannya di dalam koper milikku yang ada di sebelah almari pojok kamar.

"Mas Fagan tidak akan memeriksa koper," lirihku meyakinkan diri sendiri.

Setelah selesai mengobati luka di tangan dan lutut, aku pun memutuskan tidur sejenak untuk memulihkan tenaga jika nanti harus kembali berdebat dengan Mas Fagan setelah laki-laki itu pulang.

🍂🍂🍂

Aku tertidur nyenyak sampai sebuah usapan diiringi kecupan benda kenyal mengusik tidurku.

Rasanya seperti ada sebuah benda keras dan kekar sedang menindihku. Perlahan kubuka mataku dan aku cukup kaget melihat siapa yang sekarang mengukung dan menciumiku.

Mas Fagan, laki-laki yang baru saja menampar dan membuat beberapa tubuhku terluka.

"A--apa yang sedang kamu lakukan?"

Komen (3)
goodnovel comment avatar
jess
aku kok gak nemukan alasan meizura hrs marah2. Adira perempuan tukang selingkuh kenapa mesti dipercaya. Apa iya masih pantas dicintai ?
goodnovel comment avatar
Rania Humaira
klu masih bertahan dg suami kayak gitu berarti kamu wanita g waras. udah tau keluarga suami bobrok koq msh bertahan. semoga jgn jadi istri tolol dan menye2
goodnovel comment avatar
ahmad shaifu
hehe .... luka nyata dan kedukaan wanita perlu diubati
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status