Mas Fagan berdiri dengan kemeja biru muda yang tadi pagi kusiapkan. Namun, kemeja itu sekarang terlihat sedikit kusut dengan lengan bajunya di tarik ke atas sampai siku dan jas abu-abunya juga entah kemana.
Dengan sorot mata tajam dan dingin dia berjalan kearahku. Spontan aku mengerutkan dahi melihat tatapan tajamnya yang selama ini tak pernah aku lihat sebelumnya."Dari mana kamu?" bentaknya "Kamu menemui wanita itu?" sambungnya dengan nada yang tak kalah dingin dengan tatapannya."Meizura, jawab pertanyaanku!! Apa kamu menemui wanita itu?" sentaknya yang membuatku berjingkat kaget."Iya."Seketika wajah dan telinganya memerah. "Bukankah aku sudah melarangmu? Beraninya kamu melanggar laranganku!" geramnya dengan suara tertahan.Ini kali kedua aku melihatnya semarah ini. Pertama ketika dia sedang bertengkar dengan salah satu sepupunya yang istrinya menggosipkan aku sebagai perebut Mas Fagan dari mantan kekasihnya dan inilah yang kedua."Kenapa kamu tidak ingin aku bertemu dengannya?" tanyaku dengan ekspresi tak kalah dingin.Seketika matanya memindai wajah dan reaksiku yang mungkin membuatnya bingung. Istri yang penurut dan ceria adalah topeng yang selama ini aku pasang di depannya dan semua orang."Kamu?" bentaknya keras, "perbaiki panggilanmu juga tatapanmu padaku."Sontak saja aku menutup mata karena kaget. Setengah mati aku tahan getaran di tangan dan kakiku karena menahan emosi yang juga ingin meledak di dadaku. Sebisa mungkin aku berusaha untuk tenang.Masih dengan posisi duduk, aku mendongak menantangnya dengan tatapan tatapan tajamku. "Kenapa?"Mas Fagan terlihat kaget, pria itu terdiam dan tatapannya melunak. Perlahan tangannya terulur ke depan wajahku."Tidak aku izinkan kamu menyentuhku lagi!! Dan jawab kenapa kamu tidak ingin aku bertemu Mayang? Dia mantan kekasihmu yang ketahuan hamil satu hari sebelum pernikahan kalian kan?" ucapku berani, "Karena dia, aku terseret dalam arus cinta segitiga kalian."Tangan Mas Fagan masih mengambang di depan wajahku. Matanya melebar kaget. "Apa yang dia katakan?""Apa yang kamu sembunyikan?" sahutku cepat.Satu alisnya terangkat. "Katakan!" ucapnya sambil menarik kembali tangannya.Kuhela nafas panjang, "Mantan kekasihmu yang sekarang lagi sekarat karena penyakit HIV itu, memintaku datang untuk pengakuan dosanya. Apa kamu juga tidak mau melakukan pengakuan dosa? Katakan sekarang mungkin aku masih bisa memaafkanmu," ucapku masih dengan tatapan dingin.Mas Fagan tersenyum remeh, "Aku tak punya dosa padamu."Sontak rasa panas menjalar memenuhi setiap relung di dalam dadaku, hingga membuatku tak bisa lagi menahannya. Aku berdiri, kuambil satu gelas yang tadi pagi aku tata di tengah meja makan.Pyarr.....Kubanting benda yang yang terbuat dari kaca itu hingga hancur berkeping-keping. Lantas kumiringkan kepalaku menatapnya. Seketika ekspresi kaget kembali muncul di wajah Mas Fagan."A pa yang ka....." Pria itu mendadak gagap."Kamu sengaja mendaftarkan pernikahan siri kita karena ingin menyakiti Ardiaz, kan? Kamu menjadikan aku istri untuk membalas dendam pada adikmu itu? Apa salahku harus terjebak dalam perseteruan KALIAN!!!" teriakku di akhir kalimat.Mas Fagan terperanga, matanya melebar dan tubuhnya terhuyung ke belakang."Anak yang dikandung mayang itu anak Ardiaz, tapi karena malu, keluarga kalian memaksanya untuk aborsi." Aku tersenyum sinis. "Tak kusangka, keluarga terhormat seperti kalian punya borok busuk yang sengaja kalian tutupi dengan mengorbankan aku. Memalukan," cibirku.Plak......Brughhh.....Tiba-tiba rasa pening bercampur panas menjalar di sebagian wajahku. Telapak tangan besar Mas Fagan mendarat tepat di sebelah kiri wajahku, hingga membuatku tersungkur di lantai. Untuk pertama kalinya, dia menamparku.Rasa pusing dan kebas mulai terasa di satu sisi wajahku. Lalu diikuti rasa perih di telapak tangan dan lututku karena terkena pecahan kaca."Jangan asal bicara jika kamu tidak tahu apa-apa?" Suaranya terdengar dingin dan bergetar. "Renungkan kesalahanmu!" pungkasnya sebelum pergi tanpa berniat membantuku bangun.Sakit.... hatiku sangat sakit.Kini aku mendengar pintu tertutup dengan kasar."Ishh...." Aku mendesis merasakan perih di telapak tangan, siku serta lututku.Aku terjatuh tepat di atas pecahan gelas yang aku banting. Darah segar mengalir cukup banyak dari telapak tanganku.Segera aku bangun dan mengambil sapu, kubersihkan dulu bekas pecahan itu sebelum naik ke kamarku di lantai atas. Aku memutuskan untuk mandi.Selesai mandi, kusimpan kemeja yang tadi aku pakai. Aku rasa bekas robekan dan darah di kemeja maroon ini, nantinya bisa membantuku. Aku menyimpannya di dalam koper milikku yang ada di sebelah almari pojok kamar."Mas Fagan tidak akan memeriksa koper," lirihku meyakinkan diri sendiri.Setelah selesai mengobati luka di tangan dan lutut, aku pun memutuskan tidur sejenak untuk memulihkan tenaga jika nanti harus kembali berdebat dengan Mas Fagan setelah laki-laki itu pulang.🍂🍂🍂Aku tertidur nyenyak sampai sebuah usapan diiringi kecupan benda kenyal mengusik tidurku.Rasanya seperti ada sebuah benda keras dan kekar sedang menindihku. Perlahan kubuka mataku dan aku cukup kaget melihat siapa yang sekarang mengukung dan menciumiku.Mas Fagan, laki-laki yang baru saja menampar dan membuat beberapa tubuhku terluka."A--apa yang sedang kamu lakukan?"Mas Fagan kini menatapku dengan mata berkabut. "Maaf, sudah kasar padamu," bisiknya sembari membelai lembut sebelah pipiku. Lalu, ia mencium bibirku selanjutnya tangannya mulai bergerilya melepas kancing piyama yang aku pakai. Deg!Aku menepis tangannya dan kudorong kasar laki-laki itu sampai tersingkir dari atas tubuhku. "Jangan berani menyentuhku!!!" sentakku dengan nada dingin dan tatapan tajam. Sontak saja tatapan matanya berubah. Sayangnya, aku tak peduli. "Aku suamimu. Aku punya hak atas dirimu," jawabnya yang langsung kusambut dengan senyum remeh. "Untuk sekarang. Tapi, tunggu saja aku akan mengajukan gugatan ke pengadilan." Aku beranjak turun dari ranjang. Namun, baru satu kakiku mencapai lantai, dengan kasar Mas Fagan menarikku kembali ke atas ranjang. "Apa kamu berpikir untuk kembali bersama Ardiaz? Kamu pikir dia akan menerimamu setelah kita bercerai?" ujarnya kembali mengukung tubuhku dengan tubuhnya yang besar. Pertanyaannya seolah membenarkan semua tuduhan Mayan
"Astaga, Mbak!" pekiknya sambil berlari lalu menaiki ranjang. "Mbak ditampar Kak Fagan? Leher Mbak juga kenapa merah, berdarah lagi?" Adiba nampak shock melihat keadaanku. "Hemmm... bisa tolong ambilkan minum! Tenggorokanku rasanya sangat kering." Adiba langsung berlari keluar kamar, setelah lima menit ia kembali dengan sebotol air mineral. "Minum dulu, Mbak." Aku tersenyum. Sepupu Mas Fagan ini memang sangat baik dan sayang padaku. "Makasih," ucapku pelan."Aku tidak menyangka Mas Fagan tega melakukan ini sama kamu Mbak." Wajah Adiba kini terlihat sedih dengan mata yang sudah berair. Aku menggelengkan kepala. "Jangan menangis, atau aku juga akan menangis." Jujur, hatiku sangat sakit. Selama ini, aku mengorbankan cita-cita dan keinginanku demi menjadi seorang istri yang baik dan penurut untuknya. Namun, apa yang kini aku dapatkan? Rasa sakit. 'Tidak hanya hatiku, tubuhku pun kamu lukai, Mas.' batinku. "Aku tidak menangis, jadi Mbak juga jangan menangis." Adiba berucap sambil m
Setelah melakukan visum, Adiba menyarankan untuk sekalian tes darah. Memeriksa apa aku terjangkit penyakit yang sekarang menggerogoti tubuh Mayang dan Ardiaz. Sekitar satu jam lebih kami menunggu dan bersyukur hasilnya sangat melegakan. Ternyata meski Mas Fagan sangat mencintai mantan tunangannya itu tapi dia masih bisa menjaga batasan yang tidak boleh dia langgar. Tidak seperti Ardiaz, sudah menjalin hubungan terlarang dengan calon kakak iparnya, adik iparku itu juga melanggar larangan agama. Menurut pengamatanku adik Mas Fagan itu memang agak bandel dan suka bikin onar. Aku mengenal Ardiaz saat kami membantu di acara pernikahan salah satu sepupu kami. Saat itu aku dan Ardiaz menjadi pasangan kembang mayang. Aku masih disekolah sedangkan Ardiaz baru memasuki bangku kuliah. Ardiaz sangat humble dan sangat ramah, berbeda dengan Mas Fagan yang cool dan sedikit bicara. Awal-awal kenal aku agak menghindar. Ya, bisa dikatakan aku seperti Mas Fagan. Hanya dengan orang tertentu saja aku b
Sudah dua hari ini Meizura tinggal di rumah Zaskia. Ponselnya tak berhenti berdering sejak semalam. Hanya ketika ponselnya itu kehabisan daya baru panggilan masuk dari nomor Fagan berhenti. Semalaman Fagan menelpon dan mengirim pesan berisi ancaman jika Meizura tidak segera pulang. Pri itu sepertinya mengira jika Meizura akan pergi menyusul Ardiaz ke luar negeri. [Pulang! Kamu masih istriku. Patuhlah atau kamu tahu apa yang bisa aku lakukan.][Pulang!!! Lihat apa yang aku lakukan!] Pesan Fagan kini disertai foto sebuah paspor dibakar. [Cepat pulang! Jangan menguji kesabaranku!]Beberapa isi pesan yang Fagan kirim ke ponsel Meizura. Namun, tak sedikit pun wanita berambut panjang itu ingin membalasnya. Saat ini yang dia inginkan hanya ketenangan. "Pria itu gak capek apa telponin kamu mulu?" Zaskia mengambil duduk di sebelah Meizura. "Dendam sudah menutup matanya sampai membuatnya tak memliki rasa lelah dan bosan," jawab Meizura masih dengan menatap layar televisi. "Lalu apa renca
Ucapan Meizura langsung membuat empat orang itu melebarkan matanya kaget. Terlebih Fagan, pria itu langsung berdiri dengan tangan mengepal kuat. Dia tidak menyangka ancamannya kemarin tidak sedikitpun membuat istrinya itu takut. "Tidak. Aku tidak akan menceraikan kamu," tegas Fagan. "Aku sama sekali tidak peduli. Yang pasti aku tidak ingin hidup dengan pria munafik seperti kamu," ujar Meizura dengan tatapan menantang. Perlahan tangannya membenarkan syal di lehernya untuk memberi isyarat pada Fagan jika dirinya masih memiliki satu senjata untuk melawan pria itu"Zura!!!" bentak Furqon. "Jaga ucapan dan sikapmu. Fagan itu suamimu kamu harus menghormatinya." Wajah Furqon sudah memerah karena marah. Tangannya mengepal kuat sampai membuat kuku-kuku jarinya memutih. Sarah yang duduk di samping Furqon tak melepaskan tangannya dari lengan pria itu. Wanita itu takut jika suaminya akan lepas kontrol dan memukul anak tirinya itu. "Pa, biar aku bicara dulu sama Zura. Dia pasti punya alasan.
Pov Meizura. "Khemm.... Aku lapar.... Kita mampir dulu cari makan," ucap Mas Fagan tiba-tiba."Kamu mau makan apa?" tanyanya tapi tak kuhiraukan, aku tetap membisu dan mengarahkan pandanganku ke luar jendela."Aku bertanya sama kamu. Kamu gak tuli kan?" Mas Fagan menghentikan mobilnya di pinggir jalan. "Aku tuli." Aku menoleh, "Telingaku tidak bisa mendengar suara orang yang bermuka dua," Seketika rahang Mas Fagan mengeras dan matanya melotot tajam padaku. Kuangkat satu sudut bibirku, puas sekali aku melihat ekspresi kemarahannya."Kamu......" geramnya."Aku tak peduli." Aku kembali mengarahkan tatapanku keluar jendela. Terdengar Mas Fagan menghembuskan nafas kasar beberapa kali. Mungkin dia sedang berusaha menghilangkan emosinya yang sempat tersulut karena ucapanku. Ini baru awal, mulai sekarang kamu akan tahu seperti apa aslinya Zenia Meizura Humayra itu. "Tadi kamu sudah lihat sendiri, bahkan papamu saja tidak membelamu. Jadi, bersikap baiklah atau kamu akan benar-benar kehila
"Nyonya..... Nyonya sudah sadar?" Bik Minah.... Dialah orang pertama yang aku lihat begitu membuka mata. Wanita paruh baya itu berdiri di sisi ranjang. Ada aroma disinfektan dan obat-obatan yang menyengat memasuki indera penciumanku. Sepertinya aku berada di rumah sakit. "Alhamdulillah..... Nyonya sudah sadar," ucap Bik Minah bersyukur sembari mengelus kepalaku pelan."Sekarang Nyonya berada di rumah sakit. Kata Tuan Fagan semalam Nyonya jatuh dari tangga," beritahu nya tanpa kuminta. Aku memejamkan mata berusaha mengingat apa yang terjadi. Deghh...... Tiba-tiba jantungku terasa di remas-remas mengingat kejadian semalam. Ya aku terjatuh dari tangga dan itu karena Mas Fagan yang mendorongku. "Kepala Nyonya luka karena terbentur lantai. Kakinya juga, kata Tuan harus di perban untuk beberapa hari sampai otot dan tulang kembali normal," sambungnya menjelaskan keadaanku sekarang. Lalu dimana pria itu sekarang? Kualihkan pandanganku ke sekeliling. Harusnya dia berada disini? Pria itu
"Coba tebak, apa yang ingin aku lakukan?" ucapnya dengan senyum mesum yang menghiasi bibirnya. Jangan-jangan.....?"Sudah lima hari kita tidak tidur satu ranjang. Dan malam ini......" Apa dia sudah gila? Ini di rumah sakit, apa dia tidak melihat kepala dan kakiku yang masih di perban? Setidaknya dia harus punya rasa malu kalau sampai ada dokter jaga yang datang untuk memeriksa keadaanku. "Aku ingin meminta hakku sebagai suamimu." Mataku membulat saat dia melempar kemejanya lalu beralih membuka ikat pinggangnya. "Apa kamu sudah gila? Sekarang kita di rumah sakit." Aku beranjak bangun. "Lagi pula kamu tidak lagi punya hak setelah apa yang kamu lakukan padaku.""Selama kamu masih berstatus sebagai istriku, aku tetap satu-satunya orang yang berhak menyentuhmu," kekehnya tak bisa di bantah. Ya Tuhan...... dia benar-benar melucuti semua pakaian yang melekat di tubuhnya. Satu-satunya kelemahan Mas Fagan adalah tidak bisa menahan nafsunya. Jika di luar ia terlihat dingin akan tatapi seb