Share

Bab 6 Penerimaan

Setelah kunjungan Ibu mertua dan Putri kemarin, suamiku menjadi lebih pendiam. Sebelumnya dia memang pendiam, tapi kali ini dia sungguh lebih diam.

Apakah dia merasa bersalah? Apakah dia menyadari keinginannya untuk menikahi Utari sangat menyakiti hatiku? Apakah kini dia tak akan memaksaku untuk merestui niat nya berpoligami?

Aku memutuskan untuk berusaha bangkit dan melupakan pertengkaran kami kemarin, aku berusaha kembali menjadi seperti sebelumnya, menjadi istri yang melayani segala keperluan suamiku, menjadi ibu yang merawat kedua anak-anakku dan mengurus rumah demi Syafia dan Yusuf.

Suamiku mulai berangkat bekerja lagi, tapi dia tak menyentuh sedikitpun kopi dan sarapan yang telah kusediakan.

“Bi, kopinya ga diminum?” tanyaku

“Nanti aja,” jawabnya singkat sambil melangkah menuju pintu. Aku mengejarnya untuk meraih tangannya dan ku cium.

Biasanya sebelum pergi bekerja, Aku mengantar suamiku ke depan pintu, mencium tangannya dan dia balas dengan mencium keningku, lalu ku hantarkan doa untuknya agar dimudahkan segala urusannya dan memintanya segera kembali pulang kerumah jika pekerjaannya telah selesai. Dia pun menyambut dengan senyuman hangat dan memintaku selalu menjaga anak-anak dengan baik. Aaaahhh....hati merasa tenang dan ringan kala itu, tapi hari ini semuanya sirna, dia berlalu begitu saja, bukan kecupan di kening yang kudapat melainkan sikap dingin dan ada getar-getar amarah kurasa.

Apa ini??? Aku yang disakiti, Aku yang berusaha memaafkan dan melupakan semua yang terjadi, tapi aku yang dihukum dan dibenci???

Malam pun tiba, tak seperti biasa suamiku belum pulang juga, Dia pun tak memberi kabar lewat telepon maupun pesan singkat. Ada rasa khawatir dan kecewa kurasa. Hingga tak ku sadari aku terlelap dan mendapati suamiku sudah tertidur pula disampingku tanpa ku sadari kapan Dia pulang tadi.

Keesokan harinya suamiku masih bersikap dingin padaku, baru kali ini aku melihatnya seperti itu, Dia tak pernah marah atau memendam emosi nya selama ini, Dia selalu mengalah dan tak pernah mengacuhkan ku sebelumnya.

“Kamu kenapa?” tanyaku saat kulihat suamiku sudah siap beranjak dari pintu tanpa menyentuh lagi kopi dan sarapan paginya.

“Aku berangkat ke kantor dulu, Assalamualaikum,” jawabnya sambil melangkah pergi menghindari pertanyaanku.

Apa kesalahanku hingga Dia bersikp acuh dan dingin padaku?

Apa karena dia tidak mendapatkan apa yang dia inginkan?

Atau karena dia lebih memilih dekat dengan Utari di kantor dibanding bercengkrama lagi denganku dirumah?

Dalam lamunanku tiba-tiba kudengar suara ketukan pintu, ternyata kali ini Ibuku dan Ayah sambungku mengunjungi rumahku.

“Assalamualaikum,” sapa Ibuku dari balik pintu sambil mengetuk nya.

“Waalaikumsalam Ma, eh ada Ayah juga....masuk yuk,” ajakku sambil membukakan pintu dan mencium tangan Mama dan Ayah sambungku.

“Eh cucu Enin sayang, apa kabar? Enin kangen deh,” ucap Mama ku setelah melihat Syafia dan Yusuf yang tengah asyik menonton tv di ruang tamu.

“Yeay Enin dan Kakek dateng,” ungkap Syafia kegirangan.

“Bentar ya Ma, Aku bikin minum dulu,” ucapku dengan nada sayu tak mampu menyembunyikan pikiran kalutku.

Mama menghampiriku ke dapur sementara Ayah sambungku bermain bersama Syafia dan Yusuf.

“Kamu kenapa sih? Koq kaya ga seneng Mama datang sama Ayah,” tanya Mama blak-blakan

“Eh enggak koq Ma, Aku senenglah Mama sama Ayah kesini,” ucapku berusaha menutupi keadaan.

Setelah bercengkrama beberapa waktu, Aku tak mampu lagi menyembunyikan rasa kalutku, Mama juga selalu bertanya kenapa, apa aku harus menceritakan semuanya dan meminta saran mama?

Ya sepertinya aku harus meminta saran dan doanya juga agar rumah tanggaku baik-baik saja.

“Gini Ma, sebenernya hubunganku sama Abi nya Syafia lagi gak baik-baik saja,” ucapku mengawali curahan hatiku

“Suamiku minta poligami Ma,” sambungku to the point.

“APAAAA???” ekspresi kaget Mama sungguh terlihat nyata, suara nya hampir terdengar sampai ruang tamu sehingga Ayah sambung dan Syafia menoleh ke arah kami.

“Ke kamarku yuk Ma,” ajakku kepada Mama agar aku bisa mencurahkan perasaanku tanpa diketahui Ayah dan anak-anak.  

Mama nampak tak sabar mendengar cerita dan penjelasan dariku.

“Apa magsud kamu? Gimana ceritanya sih?” tanya Mama dengan nada penasaran dan seakan tak percaya mantu kesayangannya berani meminta hal yang dibencinya.

“Iya Ma, jadi beberapa hari terakhir ini suamiku memintaku untuk merestuinya menikahi Utari, janda muda yang bekerja dikantornya,” kataku memulai cerita

Aku pun bercerita panjang lebar dan memberitahu Mama bahwa mertuaku sudah tau dan tak setuju, mertuaku pun sudah menasehati suamiku tapi kini sikap suamiku berubah dingin padaku.

“Duuhh.....sabar ya Sayang, Mama doakan keluargamu utuh, dijauhkan dari janda genit penggoda,” ucapan Mama dengan mata berkaca dan emosi yang coba dia tahan.

“Kamu udah ketemu langsung sama si Utari Utari itu? Mama temuin ya, mau mama labrak,” geram mama.

“Gk usahlah Ma, yang ada hubungan aku sama suamiku makin berantakan,” ujarku meredakan emosi mama. Aku berusaha keras supaya tidak menangis didepan mama, aku khawatir tangisanku akan membuat mama semakin geram dan emosi yang malah akan memperburuk hubunganku dengan suamiku.

“Kamu kalau ada apa-apa ngomong sama mama ya, jangan diem aja!!” ucap mamaku tegas.

“Iya Ma, jangan khawatir aku baik-baik aja” jawabku meyakinkan mama.

“Kamu harus pastiin kalo suamimu ga akan berbuat yang macem-macem, kamu harus jauhkan suamimu dari wanita lain, pecat saja kalo bisa pecat semua karyawati di kantor suamimu itu biar dia ga bisa macem-macem sama perempuan lain manapun!” kata mama dengan nada penuh emosi yang meluap-luap.

“Ya ga bisa gitu juga Ma, ga bisa main pecat aja, semua kan ada SOP nya, Standar Operational nya ga bisa main pecat karyawan, udah sekarang mama tenang aja, lebih baik doakan aku, itu yang paling aku butuhkan saat ini Ma” jawabku.

Tiba-tiba ayah sambungku datang menghampiri kami

“Ma, pulang yuk!temen ayah mau mampir kerumah kita katanya udah dijalan dia” ajak ayah sambungku kepada mamaku.

“Maaf ya bukan nya ayah gak mau lama-lama disini, tapi ini temen ayah tiba-tiba menghubunginya” kata ayah sambil memandang ke arahku.

“Iya gak apa-apa koq yah, hati-hati dijalan ya, mau pesan taxi online apa gimana?” tanyaku

“Gak usah deh, di depan kan ada angkutan umum, maafin mama ya gak bisa lama-lama disini” kata mama sambil merangkulku.

“Jangan lupa kabarin mama terus ya kalo ada apa-apa” bisik mama sebelum melangkah pulang.

Aku bersyukur mama dan ayah pulang sebelum suamiku tiba dirumah, entah apa yang akan mama lakukan kepada suamiku jika mereka bertemu, aku khawatir mama tidak bisa menahan emosi nya dan berkata buruk pada suamiku, seburuk apapun suamiku aku masih menyimpan rasa sayang dan hormat padanya, tak ingin dia mendapat penghinaan dari siapapun termasuk dari ibu kandung ku sendiri.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status