Share

Bab 7 Penerimaan

Sudah hampir seminggu, hubunganku dengan suamiku belum kembali seperti semula, aku yang kini berusaha menghangatkan kembali hubungan kami namun dia nampak masih acuh tak acuh padaku.

Aku mulai tak tahan, biarlah kini aku yang mengalah dan bersimpuh meminta maaf padanya, mungkin beberapa waktu lalu aku bersikap berlebihan dan menyakiti hatinya, dan jika bukan demi Syafia dan Yusuf mungkin aku pun akan tetap bertahan dengan keangkuhan dan egoku, tapi tadak.....aku tak ingin anak-anakku menjadi korban dalam perselisihan ini. Ikatan antara ibu dan anak benar adanya, beberapa hari terakhir ini si kecil Yusuf menjadi lebih rewel, sering menangis tanpa sebab dan tampak gelisah, begitu pun Syafia dia tampak agak murung tak seriang biasanya. Aku ingin kembali menghadirkan senyuman dan canda tawa dirumah ini, menjemput kembali sakinnah mawaddah warrahmah dalam kehidupan rumah tanggaku seperti sebelumnya. Ku coba melawan ego dan legowo untuk meminta maaf pada suamiku.

“Yang....maafin aku ya kalau kemarin-kemarin reaksiku berlebihan atau ada sikap dan perkataanku yang menyakiti hatimu,” aku merajuk sambil mencoba mendekati suamiku yang kurasa mulai menghindariku, ku coba untuk meraih tangannya dan menciumnya lalu menatap wajahnya,

“Hmmmm....,” jawabnya singkat dengan nada malas sambil memalingkan wajah nya dan menghindari tatapanku.

“Tolong jangan bersikap seperti ini sama aku, Aku sedang mencoba untuk melupakan semuanya dan mempertahankan rumah tangga kita,” ujarku dengan nada sedikit tegas, jujur aku masih diselimuti rasa kecewa terlebih dengan sikapnya belakangan ini yang seakan ingin menghukumku dengan sikap acuh nya.

Suamiku menoleh ke arahku dengan tatapan tajam, ada rasa kesal dan benci disana, tatapan yang belum pernah kulihat sebelumnya, tatapannya kali ini membuatku takut dan sedih, kemana kah gerangan suami sempurnaku yang mencintaiku? Yang selama ini hanya menatapku dengan lembut dan penuh cinta.

“Kenapa kamu bersikap seperti ini?aku sungguh ga mengerti,” kataku dengan suara gemetar menahan rasa sedih, takut dan kecewa.

Dia masih terdiam.

“Aku minta maaf, aku ingin kita kembali seperti dulu, jangan bersikap dingin seperti ini padaku,” pinta ku sambil bersimpuh dikaki nya, lututku mulai terasa lemas, tak ada kekuatan yang mampu menopangku, aku merasa seperti berada di ujung jurang dan di terpa angin yang sangat kencang sendirian.

Dia meraih tanganku yang mulai berlutut di hadapannya dan mencoba membuatku tegak berdiri dan membuatku duduk di tepi kasur.

“Aku minta baik-baik sama kamu, tapi kamu membuatku seolah-olah menjadi penjahat sampai mama dan Putri berada dipihakmu dan menasehatiku seolah aku sudah berbuat serong dibelakangmu,” ungkap suamiku.

“Bukankah itu benar? Bukankah kamu menjalin hubungan dengan Utari di kantor tanpa sepengetahuanku dan lalu tanpa berdosa memintaku merestui kalian menikah?” tanya ku dengan nada menahan emosi, aku tak ingin membangunkan Syafia dan Yusuf yang sedang tertidur pulas di larutnya malam ini meski mereka tidur dikamar sebelah.

Suamiku menggelengkan kepala dan tersenyum sinis.

“Jadi kamu menganggap aku punya hubungan dengan Utari? Hubungan kami hanya sebatas rekan kerja” jelasnya padaku.

“Mana mungkin rekan kerja tapi tiba-tiba ingin menikah? Pasti kalian sering berkomunikasi intens kan di kantor?” tanyaku tanpa ragu, aku tak ingin lagi mencoba menerka-nerka jawaban dari setiap pertanyaan yang muncul dibenakku.

“Gak kaya gitu Mi, Utari bahkan hanya sesekali berada di kantor karena dia pekerja freelance, kami jarang bertemu tidak seperti apa yang kamu bayangkan,” ungkap nya

“Lantas bagaimana dia bersedia jadi istri keduamu?” tanyaku lagi.

“Dia belum mau jika tanpa restu mu Mi,” tegas suamiku

“Ya, bagaimana kalian membicarakan ini? Kalian pasti sering bertemu atau mungkin via telepon atau pesan singkat kan?!” tebakku

“Tidak, ada seseorang yang memberitahuku bahwa Utari sedang mencari pendamping hidup, lalu aku berfikir untuk menikahinya karena aku ingin menjaga kehormatannya, aku iba pada kehidupannya yang berat lalu aku minta seseorang itu untuk menyampaikan niatku pada Utari,” ungkap suamiku panjang lebar.

“Oh ternyata ada Mak comblang di kantor kamu? Siapa orangnya?” tanyaku penasaran

“Kamu ga perlu tau, ini bukan salah dia, aku pun tak melakukan dosa disini, aku tidak menjalin hubungan seperti yang kamu tuduhkan dan aku tak pernah berdua-duaan atau telepon dan berkirim pesan mesra,” jelas nya.

“Mana handpone mu biar aku periksa,” pintaku

“Untuk apa?” tanya suamiku

“Untuk meyakinkan aku,” jawabku tegas sambil mencari keberadaan handphone nya dan ketika ku temukan langsung aku cek satu persatu pesan bahkan chat group.

Memang aku tak menemukan hal aneh seperti chat mesra dan yang lainnya, ataukah suamiku sudah menghapusnya? Aaaahhh.....sungguh aku tak tau kebenarannya.

“Coba sekarang tenangkan dirimu dan mulai berfikir jernih, sampai kapan kita akan berselisih seperti ini?” tanya suamiku dengan nada lembut

Aku menghela nafas, mencoba mengontrol emosi ku.

Aku mencoba untuk tenang, niatku membuka pembicaraan malam ini adalah untuk berdamai, bukan untuk memperpanjang dan memperburuk keadaan.

“Lalu sekarang apa?” tanyaku pada suamiku dengan mata memelas berharap dia akan merangkulku dan kami saling bermaafan lalu melupakan masalah ini dan melangkah maju mewujudkan mimpi menua berdua bersama selamanya itu.

“Sekarang aku minta kamu berfikir jernih, jangan cemburu buta, coba buka hatimu dan coba mengenal Utari, siapa tau kau pun tersentuh dan rela menjadikannya sebagai madu mu,” ungkap suamiku polos.

Apa?????setelah semua ini dia masih berusaha untuk mendapat ijin dan restuku??! Ku fikir suamiku sudah merelakan dan melupakan niatnya berpoligami, tapi ternyata tidak.

Ini tak akan berhasil, fikirku.

Jika aku hanya bertanya pada suamiku, aku tak akan menemukan jawaban-jawaban dari semua pertanyaan yang selalu mengganggu ku.

Aku harus bertemu mak comblang itu dan menanyakan sedetail-detailnya tentang kejadian ini. Atau aku harus mencari tahu secara langsung tentang hal ini, tentang kedekatan suamiku dengan Utari, ataukah aku harus bertemu dengan Utari dan menanyakannya secara langsung???Aku tak yakin kalau aku sanggup.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status