Share

Bab 62

Author: Tiffany
last update Huling Na-update: 2025-07-14 09:49:22

Seulas senyuman perlahan mengembang di wajah Sadewa, tatkala matanya tak lepas menatap sosok perempuan yang kini menggendong buah hati mereka. Alika, sang istri, duduk di atas ranjang rumah sakit dengan wajah yang masih sedikit pucat. Bekas peluh masih membasahi pelipisnya, dan pipinya terlihat polos tanpa balutan riasan apa pun. Namun, tidak ada yang bisa menandingi keindahan ekspresi penuh haru yang memancar dari matanya. Tatapan Alika jatuh pada bayi mungil yang baru saja berpindah ke pelukannya, dipindahkan oleh perawat setelah memastikan semuanya bersih dan aman. Dalam tatapan yang berkaca-kaca itu, tergambar kelegaan yang mendalam. Bahagia yang sulit dijelaskan dengan kata-kata.

Alika tak menyangka bahwa perjalanan panjang, melelahkan, dan penuh gejolak emosional yang mereka lalui selama sembilan bulan lebih ini, akhirnya membawa mereka pada momen sebesar ini—saat pertama kali ia memeluk anaknya, daging dari dagingnya, darah dari darahnya. Seakan semua luka dan keraguan yang per
Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App
Locked Chapter

Pinakabagong kabanata

  • Dinodai adiknya, dinikahi kakaknya   Bab 69

    Pagi itu, langit masih merona lembut, seperti baru saja menyentuh batas antara malam dan fajar. Sinarnya menyelinap pelan lewat celah tirai jendela, menguar cahaya keemasan yang jatuh tepat di atas wajah dua insan yang tengah tertidur dalam balutan kehangatan rumah tangga yang mulai terbentuk dengan sendirinya. Di antara cahaya itu, sepasang mata perlahan membuka, bening dan tajam, menatap ke arah satu wajah yang telah menjadi dunia barunya.Sadewa tidak langsung bangkit dari tempat tidur seperti kebiasaannya setiap pagi. Hari ini, entah kenapa, dia membiarkan tubuhnya tetap terbaring di sisi ranjang, nyaris tak bergerak, seolah takut mengganggu lukisan indah di hadapannya. Di sana, tepat di sampingnya, Alika masih tertidur dengan posisi menyamping, wajahnya menghadap ke arahnya. Wajah itu begitu tenang, damai, seakan tak tersentuh oleh keributan dunia luar. Ada kelembutan alami yang membuat siapa pun betah berlama-lama menatapnya.Lelaki itu tersenyum kecil. Bukan senyum yang dibuat-

  • Dinodai adiknya, dinikahi kakaknya   Bab 68

    Langit sore menyemburatkan rona keemasan yang hangat ke seluruh penjuru halaman belakang kediaman keluarga Baskoro. Angin semilir menerpa dedaunan yang menggantung manis di sisi pagar taman. Udara begitu tenang dan damai, seperti sedang merayakan kebahagiaan yang mulai tumbuh perlahan di rumah megah itu. Di salah satu sudut balkon lantai dua, dua sosok pria duduk berhadapan dalam diam. Hanya suara cangkir yang sesekali beradu dengan meja kayu jati, dan aroma kopi hitam pekat yang baru saja diseduh memenuhi ruang kecil itu."Untuk kambing aqiqah-nya, Papa akan minta Pak Agus yang carikan," ujar Tuan Baskoro membuka pembicaraan, suaranya tenang namun penuh wibawa. “Beliau orang yang sangat bisa diandalkan. Paman Alika itu pasti akan memilihkan yang terbaik untuk aqiqah cucu Papa.” Ia meneguk kopinya dengan tenang sebelum melanjutkan, "Sekalian saja, kan? Resepsi dan aqiqah langsung dirayakan bersamaan. Hemat waktu, tenaga, dan momen yang tepat pula."Nada bicaranya terdengar mantap, seo

  • Dinodai adiknya, dinikahi kakaknya   Bab 67

    Beberapa Bulan KemudianSenja turun perlahan, menyelimuti langit dengan semburat jingga yang hangat. Angin sore berhembus lembut, menyapu halaman belakang rumah keluarga Baskoro dengan semilir kesejukan yang menenangkan. Pepohonan bergoyang pelan, dan suara gemerisik dedaunan menjadi latar yang sempurna untuk sore itu.Di beranda lantai dua rumah besar itu, dua pria tengah duduk bersantai. Mereka menikmati secangkir kopi panas dan beberapa batang rokok yang masih mengepul perlahan. Aroma tembakau dan kopi menyatu, membentuk atmosfer maskulin yang penuh keakraban dan kehangatan. Tuan Baskoro duduk dengan tubuh sedikit bersandar ke kursi rotan besar, sementara Sadewa, putra sulungnya, duduk di seberangnya. Pandangan mata Sadewa menelusuri halaman di bawah, tertuju pada sosok perempuan yang sedang duduk bersila di atas rumput, menyodorkan mainan kecil ke tangan bayi mungil yang tertawa riang di pelukannya.Alika tampak begitu sabar, menatap bayi laki-laki mereka dengan penuh cinta. Langi

  • Dinodai adiknya, dinikahi kakaknya   Bab 66

    Dan Sadewa memencet ujung hidung Alika dengan lembut, sebuah tindakan kecil namun cukup untuk membuat Alika mengerutkan wajahnya, terkejut, lalu mengaduh pelan.“Sakit...” lirihnya, sambil mengangkat tangan kanannya, menyentuh hidung yang dipencet barusan. Jari-jarinya menyapu pelan, seolah ingin menghapus rasa geli dan perih kecil yang ditinggalkan oleh sentuhan iseng Sadewa.Sadewa hanya mengulum senyum. Tidak menjawab, tidak meminta maaf. Ia menatap wajah Alika yang tampak sedikit cemberut, namun justru dari sana muncul keteduhan. Wajah yang semula mungkin belum begitu dia kenal, kini sudah jadi bagian dari hidupnya. Wajah itu kini begitu akrab di hatinya—wajah seorang perempuan yang telah mempercayakan hidup dan tubuhnya padanya, perempuan yang kelak akan menjadi ibu dari anak mereka.Dia kemudian kembali ke aktivitasnya semula. Perlahan, dengan tangan hangat dan sabar, ia mulai membantu melepaskan pakaian Alika satu per satu. Tidak ada kata-kata yang terucap saat itu, hanya suara

  • Dinodai adiknya, dinikahi kakaknya   Bab 65

    Pada akhirnya mereka berada di rumah di kediaman mereka, setelah bergelut dalam perjuangan melahirkan buah hati Sadewa dan Alika. Tentu saja melahirkan tidak mudah dan perjuangannya pun jelas tidak mudah tapi syukurnya mereka mampu melewati segalanya. "Masih sakit?" Suara Sadewa terdengar pelan dan penuh kekhawatiran. Nada suaranya nyaris seperti bisikan, seolah tak ingin menyakiti perasaan Alika, atau mungkin karena hatinya sendiri yang terasa perih melihat istrinya masih kesakitan. Tatapan matanya tak pernah lepas dari wajah Alika yang pucat namun berusaha menampilkan senyuman terbaiknya.Mereka berada di kamar mandi saat ini di mana Sadewa mencoba untuk membantu Alika membersihkan dirinya.Alika hanya mengangguk pelan, kemudian tersenyum lirih, senyum yang dibentuk dari ketegaran. “Sudah cukup baik,” jawabnya, meski jelas sekali tubuhnya belum kembali pulih sepenuhnya. Ia masih sulit duduk dengan tegak, apalagi berdiri lama. Rasa nyeri di sekujur tubuh masih terasa, seperti luka

  • Dinodai adiknya, dinikahi kakaknya   Bab 64

    Pintu kamar terbuka perlahan, disertai suara langkah pelan yang tertahan di ambang pintu. Seorang wanita paruh baya muncul, mengenakan setelan rapi dengan tas kecil di lengannya. Senyum hangat langsung mengembang di wajahnya saat pandangannya jatuh pada sosok Alika yang tengah menggendong bayi mungil itu. Dan tidak ada teman bicara nya, wanita itu sendiri, sedangkan suara obrolan tadi, teman nya menghilang bak di telan bumi."Assalamu’alaikum... boleh tante masuk?" tanyanya lembut.Mak segera berdiri dan menjawab sambil tersenyum ramah. “Wa’alaikumussalam. Eh, Ibu Nirmala... masuk, masuk.”Alika ikut tersenyum kecil, meski ada rasa gugup yang tak sepenuhnya bisa ia sembunyikan. Ia mengenali wanita itu — Tante Nirmala, sepupu jauh dari mertuanya, salah satu kerabat yang tak terlalu sering mereka temui, namun dikenal luas sebagai orang yang ‘selalu tahu segalanya’. Ada reputasi yang melekat padanya: perhatian, tapi juga... tajam dan suka menyelidik."Tante." Alika menyalami wanita terse

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status