Share

Dipaksa Akrab dengan istrinya
Dipaksa Akrab dengan istrinya
Author: Ria Abdullah

poligami

Author: Ria Abdullah
last update Last Updated: 2022-08-17 14:29:29

Poligami memang diperbolehkan, tapi jujur, aku muak sekali. Bukannya mau jadi pendosa, tapi aku adalah korban yang sangat tersakiti dalam hal ini.

**

"Hari ini giliran Abi ke rumah Ummi Gibran," ucap suamiku dengan entengnya.

Suami keren yang menganggap dirinya keren karena punya dua rumah, dua ranjang dan dua dapur yang mengepul.

Setiap kali beliau mengatakan itu hatiku selalu terasa mencelos, napasku seakan ditahan di tenggorokan, hatiku seakan ditusuk duri dan berbagai perasaan lain yang tak tergambarkan betapa buruknya. Aku ingin mencegah tapi tak bisa.

Jujur saja, aku sedang terjebak poligami dan takdir yang memaksaku untuk terikat dalam pernikahan ini. Demi Allah, kalau bukan karena dua orang putri yang masih butuh ayah dan biaya, pasti aku sudah lenyap ke sudut bumi lain atau bahkan dimensi yang berbeda. Iya!

"Oh begitu ya ...?"

Hah? Pertanyaan macam apa yang baru meluncur dari bibirku, aku sebenarnya tak tahu harus bicara apa lagi tapi lidah ini hanya terarah begitu saja untuk bertanya dengan konyol.

"Iya, ini kan harinya Ummi Gibran,"jawab Mas Albi, suami yang akrab kami panggil Abi dalam keseharian.

Dia menikahiku dan wanita cantik bernama Filza, wanita yang sudah kuanggap 'perebut' --astagfirulllah-- dalam rumah tangga, pelakor syar'i dengan balutan nama agama dan atas kebaktian pada orang tua.

Sementara Mas Albi Pratama adalah Pria tampan dengan wajah dan aura bak purnama itu, siapa saja pasti akan terpukau dengan pesona, kesantunan dan tutur katanya di perjumpaan pertama. Belum lagi dia sangat mapan dan seorang pimpinan.

Sungguh, tidak terbantahkan, sumpah!

Secara fisik, Mas Albi punya mata coklat yang indah, perawakan sedang dengan dengan janggut halus dan bibir tipis membingkai senyum lebar yang kalau dipandang selalu sukses melelehkan hati, tapi itu dulu, sekarang sudah berbeda.

Sejak kehendak mertua yang ingin menjodohkan Abi dengan wanita baru, wanita yang konon katanya sholehah dan cocok jadi adik maduku itu, hubungan kami jadi berubah, kaku, dingin dan aneh, begitu setidaknya bagiku.

Tak ada lagi rasa yang menggebu atau rindu tak tertahankan ketika tak berjumpa dengannya. Pun dengan pelakor itu, aku tak pernah menatapnya sejak mereka menikah. Tak Sudi rasanya melihatnya, benci dan iri sekali memandangnya dengan senyum kemenangan yang berhasil merebut suami sholehku.

Ya, Mas Albi yang dulu terlihat Sholeh di mataku kini bagai pria durjana yang mengkhianati perasaan dan cinta ini padanya.

Cuih!

Bagaimana tidak, kucurahkan hidup dan hatiku hanya untuk dia, sementara dia membagi hatinya dengan Filza, Ummu Gibran, wanita cantik yang sukses melahirkan anak laki laki. Melangkahiku yang selalu berjuang agar segera hamil anak laki laki padahal sebelumnya sudah punya dua anak perempuan, Fatimah dan Fatin. Bagaimana aku tak benci, aku sangat benci, kecewa, hancur dan banyak lagi jenis perasaan terluka yang lelah aku deskripsikan dalam kata kata.

"Iya, kalau begitu salam untuknya," jawabku dingin.

"Akan Abi sampaikan salam ummi untuk adikmu," jawab suamiku sambil membelai pipi ini.

Sangat mesra sebenarnya tapi, andai dia hanya melakukan itu padaku, pasti aku sangat bahagia sekali, sayangnya dia lakukan hal sama untuk wanita lain, aku jadi sangat muak pada Mas Albi. Meski rumah tangga kami terlihat harmonis, agamis, mesra dengan sebutan Abi dan ummi, sebenarnya kami sedang mengalami titik rapuh yang sebentar lagi akan runtuh.

Dan ya, apa katanya tadi? Dia menyebut Filza durjana itu, adikku? jiah, tak sudi!

"Pergi dulu ya," ucapnya sambil membawa stok baju yang baru saja kusetrika. Enak sekali, aku yang setrikakan wanita lain yang pakaikan, lalu setelahnya dia kembalikan baju itu dalam keadaan sudah kotor lusuh, kadang ada aroma percintaan dan bau wanita itu.

Ah, kalau ingat dan kumpulkan semua luka jadi satu, tentu akan jadi wanita pendendam diri ini. Kusadari sejak Mas Albi poligami aku merasa nilai ibadahku menjadi sia sia, betapa tidak, sekarang aku lebih banyak menangis, makan hati dan sedih. Belum lagi uang belanja yang kini dibagi dua.

Memang aku tak kekurangan, tapi tetap saja, jika aku minta lebih maka jawaban Mas Albi selalu membahas kebutuhan umi Gibran dan anaknya. Ah, capek hati.

Belum lagi mertua yang cenderung condong pada Filza. Entah karena Filza adalah anak salah seorang kerabat dan sahabat mereka atau mungkin juga wanita itu pandai cari muka. Lihatlah, hidupku sangat sempurna kan?

Meski kami sering keluar, naik mobil mewah, makan di restoran bergengsi dan mesra sebagai Abi dan ummi, semuanya hanya kepalsuan. Aku hancur dan sangat hancur dari dalam.

*Kritik, saran, komentar, dan hujatan diperbolehkan, silakan tinggalkan di kolom komentar ya.

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (9)
goodnovel comment avatar
hanani wihastuti
untuk para gadis hendaklah dibuat perjanjian pranikah, agar tdk terzolimi nantinya
goodnovel comment avatar
hanani wihastuti
sepertinya apa yg diucapkan istri pertama itu betul sekali, muak sangat muak pd suaminya krn klo masalah keturunan istri pertama msih bisa usaha lh klopun tdk bisa toh sdh punya dua putri,. klo poligami dibahas dari awal istri pertama mau mnikah, itu wajar. tp klo sdh menikah itu bulshit mnjijikka
goodnovel comment avatar
Tari Emawan
berbakti?! PRET, kk..! napsu iya. gak pnya pendirian.
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Dipaksa Akrab dengan istrinya    121

    Ah, kenapa jadi begini lagi. Hmm, kalau aku diam saja, maka kisah lama akan terulang kembali. Sebenarnya secara tidak langsung Mas Albi juga menyimak percakapan kami, hanya saja ia pura pura tidak mendengar dan tidak peduli."Oh, hehe, benarkah? Uhm ... kurasa kau akan punya kehidupan lebih baik setelah ini. Kau tumbuh jadi wanita yang terbuka dan mendewasa sekarang.""Aku menyesal tidak bersikap baik seperti ini dari dulu.""Sudahlah, jangan ungkit masa lalu, karena dari sana kita membuat kesalahan dan belajar untuk tidak mengulanginya lagi. Ayo makan" ucapku sambil meraih sendok saji.Di meja kaca, terhidang aneka lauk dan sayur yang dia letakkan dalam mangkuk kaca dengan sisi keemasan, piring dan gelas terlihat mewah dan ditata cantik di meja, ada gulai ayam, tumis brokoli wortel, ikan sambal dan aneka makanan lain. Aku benar benar terkejut bahwa wanita ini akhirnya bisa mengurus rumah dan menyambut tamu dengan baik."Kelihatannya enak," gumamku sambil duduk dan mencicipi makanan i

  • Dipaksa Akrab dengan istrinya    120

    "Kalau kau ragu untuk memulai percakapan maka aku yang akan menghubungi filsa untukmu," ucapku lembut."Ya, tolong lakukan itu," jawabnya dengan binar mata penuh harap."Kuharap dia merespon baik dan kita bisa bertemu dengan damai, tanpa air mata dan luka lagi.""Semoga saja," desah Mas Albi sambil menganggukkan kepala.*Setelah Mas Albi ke kantor, tugas tugas rumah sudah beres, aku segera mengambil inisiatif untuk menghubungi mantan maduku yang kini tinggal dengan kedua orang tuanya.Kupencet nomor ponselnya dan berharap bahwa itu masih nomor yang sama namun ternyata sudah tidak aktif. Untungnya aku menyimpan nomor telepon rumah ibunya Filza jadi aku segera menghubunginya."Halo, Assalamualaikum Bu," sapaku berhati hati."Halo, walaikum salam, Nak Aini, apa kabar Nak? kok tumben baru menelpon sekarang ya?""Begini Bu, Mas Albi ingin menjumpai Gibran," jawabku."Oh tentu saja, kalian bisa mendatanginya ke rumah," jawab Ibunya Filza."Apakah itu akan baik Bu?""Tentu saja, tak ada ma

  • Dipaksa Akrab dengan istrinya    119

    "Kau yakin dengan ini? Jika kau merasa tidak baik-baik saja, Gibran boleh kau titipkan dulu pada kami?""Tidak usah, aku sudah rindu anakku dan ingin membawanya pulang.""Tapi Filza ....""Tolong kemasi barang Gibran!" Wanita itu memberi penekanan dengan perintahnya yang terdengar sangat tegas."Baiklah," gumamku lirih. "... Kami memang tidak berhak menahan anakmu tetap di sini Jadi kau tidak perlu terlalu tegang dan marah.""Aku akan berterima kasih jika kau melakukannya dengan cepat Mbak," jawabnya."Iya, baiklah." Aku beranjak ke kamar sambil memperhatikan wajah Mas Albi sementara pria itu hanya terlihat bingung dan tercenung.Kukemasi barang barang Gibran, pakaian selimut, batal, botol susu hingga buku edukasi dini yang setiap malam kubacakan untuknya. Entah kenapa, hatiku merasa sangat berat dan sedih, ada rasa sulit melepaskan dan tidak rela, juga rasa sesak yang menghimpit hati. Aku tahu Gibran bukan anakku, tapi kehadirannya membawa cahaya baru dalam hidupku. Ya Tuhan ... kena

  • Dipaksa Akrab dengan istrinya    118

    Dua Minggu berlalu setelah percakapan terakhir Mas Albi dengan fIlza, sudah berhari hari wanita itu tak pernah menghubungi lagi, tak memberi kabar atau biasanya meminta Mas Albi untuk mendatanginya.Entah dia sudah berubah pikiran atau hanya sedang sibuk dengan pengobatan, aku tak tahu. Fokusku sekarang adalah mengurus anak dan suami, malah aku beruntung sekali kalau Mas Albi tidak diganggu ganggu lagi.*"Sedang apa Um?" Tanya suamiku yang mendekat di teras belakang."Menjahit," jawabku sambil memperlihatkan kain di tangan dan jarum."Kau tampak ceria, apa ada hal yang membuatku senang.""Lebih tepatnya hal yang membuat kita senang," balas Mas Albi."Apa itu aku penasaran sekali," jawabku antuasias."Lihatlah ini," ucapnya sambil menyodorkan brosur padaku. Brosur itu adalah informasi sebuah perumahan dengan gambar hunian berlantai dua yang terlihat modern dan mewah."Apa ini?""Kupikir rumah kita terlalu kecil untuk 3 orang anak, dan anggota keluarga boleh jadi akan bertambah lagi, j

  • Dipaksa Akrab dengan istrinya    117

    Itu yang selalu aku ajarkan pada diriku dan kuyakinkan pada hatiku, bahwa suatu hari semua masalah ini akan berakhir dan kami akan hidup bahagia.Boleh jadi kisah yang berputar sekarang ini hanya tentang hidupku dan kegilaan Filza, tentang Mas Albi yang masih saja galau dan kasihan pada mantan istrinya. Tentang aku yang kadang-kadang baik dan merasa iba pada orang yang berbuat zholim, tidak bisa kupungkiri perasaan hatiku selalu ingin bersikap tulus pada orang lain. Mungkin itu sudah alami terjadi.Kubaringkan diriku di dekat suami dan Gibran yang tertidur pulas dengan posisi saling memeluk. Kurapikan rambutku agar tidak berserakan di bantal lalu menyelimuti diri. Mas Albi yang posisinya berada di antara aku dan Gibran segera membalikkan badan dan memeluk diri ini dengan erat."Sayang, aku rindu denganmu," bisiknya."Hmm." Aku hanya menggumam dalam kegalauan pikiranku yang kadang kadang berkecamuk tentang wanita yang sedang dirawat di seberang sana."Bolehkah kita melakukannya malam

  • Dipaksa Akrab dengan istrinya    116

    "Mas ...." Kupandang suami untuk beberapa saat, dia juga seperti memberi isyarat sebuah harapan akan hatiku tergerak oleh tangisan bocah itu."Kumohon, Aini ...." Mas Albi akhirnya meminta dariku. "Tolong kasihani anakku, dia mencintaimu sebagai ibunya," ucap Mas Albi dengan tatapan sendu."Ah, baiklah." Aku pun tak tega jadinya.Kuhampiri nenek Gibran, kuambil balita itu dari pelukannya lalu menggendongnya dengan erat. Air mataku menetes, pun neneknya yang tak kuasa menahan sedih."Gibran, ternyata hatimu sudah lekat dengan ummi ya?" tanya neneknya sambil mengelus punggung bocah itu. Anak Filza langsung tenang begitu aku memeluk dan menggendongnya dengan penuh kasih."Kalau begini, dia pasti akan menangis dalam pengasuhan Ibu," ucap Ibunda Filsa dengan sedih. "Dibawa bertemu Bundanya juga kondisi bundanya tidak baik, khawatir Gibran akan ditolak dan membuat anak itu sedih.""Kami akan membawanya pulang," ujar Mas Albi meyakinkan ibu."Sungguhkah?""Iya, Bu. Tidak ada alasan untuk men

  • Dipaksa Akrab dengan istrinya    115

    Di sinilah aku sekarang, di rumah sakit, duduk di bawah pohon angsana yang rindang sambil berhadapan dengan ibunda filsa saya yang mentari di jam 08.00 pagi sangat menghangatkan dan juga menyebarkan pikiran, jadi kurasa ini waktu yang tepat untuk bicara.Sepanjang malam aku sudah memikirkan apa yang dikatakan anakku, kurasa di merawat Gibran adalah tanggung jawab yang benar-benar memberatkan untukku karena jika terjadi apa-apa tentu diri ini yang pertama disalahkan."Jadi tolong sampaikan, apa yang ingin kau katakan?""Aku ingin kembalikan Gibran kepada ibu," ucapku."Tapi, kau lihat sendiri situasi kami sekarang.""Aku yakin Ibu punya anggota keluarga yang Ibu percayai, Aku ingin kembalikan tanggung jawab itu kepada Ibu karena aku tidak ingin disalahkan jika terjadi apa-apa.""Justru di rumahmu dan di dalam pelukanmu tempat teraman bagi anak itu.""Kenapa Ibu mempercayaiku? Aku hanya ibu tiri untuk Gibran.""Aku tahu hatimu sangat tulus dan luas untuk menerima dan memaafkan kesalahan

  • Dipaksa Akrab dengan istrinya    114

    "Ah, tidak, aku hanya lalai. Pikiran tidak akan mengganggu fokusku mengendara. Saat itu ada lubang besar, aku tidak memperhatikannya saat karena saat itu sedang melihat ponsel. Aku berusaha untuk menghindari lubang itu Tapi secara cepat sebuah mobil datang dari arah berlawanan hingga aku pun membanting setir dan menabrak pembatas jalan. Mobilku terbalik dan masuk ke ceruk jalanan. Aku bersyukur masih bisa selamat, karena Andai mobil itu meledak tentu aku tidak akan bisa bertemu istriku sekarang.""Oh begitu ya, tapi kamu harusnya lebih hati-hati. Masih banyak loh orang-orang yang membutuhkan kamu di sekelilingnya," ucap Lena dengan berdecak kecil. Nampaknya dari gestur, wanita itu ingin menunjukkan perhatian dan tertarik pada suamiku."Makasih perhatiannya, aku akan lebih berhati hati.""Lihat kan, kamu hampir patah kaki, tanpa kamu situasi di kantor kacau dan tidak terkendali. Ada beberapa hal yang tidak bisa kami handle kecuali atas pengaturanmu.""Aku berjanji aku akan segera kemba

  • Dipaksa Akrab dengan istrinya    113

    (Apakah Filza mendatangi kalian?) Pesan itu datang dari ibunda filsa saat aku baru saja menyelimuti suamiku yang kembali tertidur.(Tadi sempat datang, tapi sudah pergi beberapa waktu yang lalu saya yakin dia sudah kembali ke sana.) Aku segera menjawab pesannya.(Tapi sampai saat ini anakku belum kembali juga, di mana dia ya.)(Kalau dia tidak kembali, kira-kira dia ke mana?) Mau tidak mau aku pun penasaran dan merasa sedikit panik. Apakah dia pergi ke suatu tempat untuk melakukan tindakan nekat atau hanya sekedar jalan-jalan untuk menghibur diri. Ah, meresahkan sekali. (Ibu kurang tahu. Tolong bantu ibu untuk menemukan filsa, dia tidak menjawab telepon Ibu.)(Aduh, bagaimana ya ....) Aku jadi bingung untuk melakukan apa. (Tolong minta Abi untuk menghubungi filsa hanya Albi yang bisa membuat filsafat menurut.)(Tapi dia baru saja tertidur dan tidak bisa diganggu lagi, suami saya sedang sakit kepala dan merasa lemah, badannya sakit semua.)(Tolong lakukan sesuatu demi Ibu ...)Aduh

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status