Luisa merasa aneh dengan dirinya. Rasanya ia seperti baru saja tidur yang sangat lama. Perasannya sama persis dengan waktu itu ia tertidur dari malam sampai malam lagi bersama suaminya. Wanita itu membuka mata perlahan dan mendapati dirinya hanya memakai selimut saja. Tubuh di balik selimut itu tidak memakai apapun. Mata mendelik kaget karena merasakan keanehan pada dirinya. Bagaimana bisa ia tanpa busana di atas ranjang utama? Di mana suaminya? Kenapa hanya ia sendiri saja di kamar sebesar ini? Batin Luisa berkecamuk. "Sayang😌, Edmun!" Teriak Luisa ketakutan. Ia ingin bergerak, tetapi tenaganya masih lemas dan bagian kewanitaannya juga terasa kebas. "Mas! Halo!" Teriak Luisa lagi semakin ketakutan. Kepalanya mencoba mengingat kejadian apa yang ia lalui sebelum ia ada di ranjang. Terakhir suaminya pergi sebentar untuk membeli obat, lalu dirinya ditinggal bersama pemilik apartemen bernama Levi. CklekLuisa menoleh kaget saat pintu terbuka. Namun, saat itu juga napasnya yang sempat
Tidak seperti biasanya, malam ini Edmun tidak bisa menelan nasi yang sudah masuk ke dalam mulutnya. Semua itu karena ancaman Levi. Seharusnya ia tidak perlu khawatir tentang hal itu, karena tidak mungkin juga Levi mengecek setiap hari apakah ia bercumbu dengan istrinya atau tidak, tetapi jika berurusan dengan Levi. Apa yang ia katakan, pasti akan ia buktikan. Tidak pernah main-main untuk urusan bisnis, apalagi menyangkut utang milyaran. "Makanan ini enak banget. Kamu katany gak punya duit, Mas, kenapa bisa memesan makanan mahal dan enak seperti ini?" tanya Luisa sambil tersenyum, meskipun di hatinya begitu penuh dengan tanda tanya. "Ini dikasih tetangga sebelah kiri, dia ulang tahun pernikahan. Mungkin ia mengira kita adalah pemilik tempat ini. Namanya rejeki, tidak mungkin aku tolak kan? Apalagi kamu memang sedang lapar. Ya sudah, makan yang banyak, setelah ini kita pulang!" Edmun berusaha keras men langsung nasinya, sampai seperti orang tercekik. Luisa yang terlalu asik makan mak
"Langsung saja, Cris, apa maksud kamu mengundangku ke sini?" tanya Edmun tanpa berbasa-basi. Wanita yang baru saja menaruh dua cangkir teh di atas meja itu tertawa pendek. Ia duduk dengan kaki kanan naik ke paha kiri, sehingga kain kimono yang barbahan satin itu melayang jatuh menggantung di paha kanan dan terpampanglah kulit pahanya yang putih menggoda. Edmun menahan napas, mengatur detak jantungnya yang tidak karuan. Di saat ia tidak boleh menyentuh sang Istri, disaat itu pula Cristy seperti sedang memancingnya. "Aku minum dulu." Edmun mengambil cangkir teh yang ada di depannya sebagai bentuk pengalihan rasa gugup. Teh hangat itu ia cicipi perlahan karena masih sedikit panas. Namun, karena Cristy terus saja menatapnya, meskipun teh itu panas, ia tetap menyesapnya hingga setengah. Cristy bersorak dalam hati. Ia bangun dari duduknya, berjalan menuju lemari nakas yang ada di ruang tamu. Dengan kunci yang menggantung di dinding, ia buka lemari untuk mengeluarkan satu buah map. Wanita
Luisa tentu saja merasa tersinggung dengan perkataan mertuanya. Ia dan Edmun menikah bukan baru sebentar, tetapi sudah dua tahun lebih tiga bulan. Banyak suka yang mereka lewati bersama, bahkan saat mereka banjir rejeki dan memutuskan untuk liburan ke Turki, mertuanya pun diajak. Baru bulan inilah suaminya mengalami kesulitan ekonomi dan mertuanya sudah ingin mencarikan madu untuknya? Luisa mengepalkan tangan dengan kuat. Ia tidak terima jika sampai Edmun benar-benar melakukan apa yang barusan mamanya katakan. Suaminya juga belum pulang dan tidak tahu ke mana. Ponsel tidak aktif dan pesan WA sejak kemarin hanya ceklis satu saja. Di satu sisi ia khawatir akan keadaan suaminya yang belum pernah seperti ini. Paling tidak, jika pulang larut atau pulang pagi, Edmun selalu memberi kabar. "Bik, saya keluar dulu ya." Luisa sudah rapi dengan rok pendek, meskipun tidak terlalu tinggi hingga hampir semua kulit pahanya terlihat. "Mau ke mana, Non?" tanya Bik Noni yang sedang menyapu halaman r
Luisa menangis sambil memeluk tubuhnya dengan selimut. Ia tidak tahu apa yang terjadi pada tubuhnya sehingga ia seperti orang gila yang membutuhkan sentuhan. Jika tidak segera mendapatkan apa yang diteriakkan oleh sel darah dalam badannya, pastilah ia benar-benar menggelepar. Apa yang terjadi padanya pun ia tidak mengerti? Lalu, setelah semuanya terjadi, apa yang harus ia lakukan? Ia sudah tidak ada harga dirinya sebagai istri dan juga wanita. Ia sudah menodai cinta dan janji suci pernikahannya. Pintu terbuka, Luisa mendapati Levi; pria dewasa yang membantunya membebaskan rasa panas dalam badan. Pria itu bertelanjang dada, hanya menggunakan handuk yang melilit pinggang hingga betisnya. Luisa baru sadar, mereka ada di apartemen pria itu. Levi membawakan nampan berisi teh dan juga seperti piring kecil berisi potongan kue. "Pak Levi, s-saya." Luisa tergagap. "Sudah, jangan menyalahkan dirimu. Ini, minum dulu." Levi mengulurkan cangkir teh pada Luisa, tetapi wanita itu enggan. Ia mengg
"Saya rasa, saya pulang ke rumah orang tua saya saja, Pak. Ada penjaga rumah di sana dan saya mungkin akan istirahat di sana untuk dua malam." Levi menekankan laju mobilnya saat mereka hendak sampai di perempatan. "Kamu yakin? Orang tua kamu gak akan curiga dengan cara jalan kamu? Mungkin dua hari baru pulih." Luisa mendesah penuh penyesalan. Namun, semua sudah terjadi dan ia harus bertanggung jawab atas apa yang telah ia lakukan bersama dengan pria dewasa bernam Levi. "Tidak, Pak, saya rasa di sanalah tempat paling aman untuk saat ini." Luisa sudah memutuskan. Begitu tiba di perempatan, Levi memilih jalan lurus menuju rumah orang tua Luisa, sedangkan kalau belok ke kanan, barulah menuju rumah tinggal wanita itu. Luisa tertidur saat mobil benar-benar berhenti di depan rumahnya. Lelaki setengah baya yang bernama Yadi, langsung mengintip siapa tamunya. "Luisa, bangun, kita sudah sampai!" Wanita itu tersentak kaget. Matanya terbuka lebar saat menyadari bahwa dirinya sudah berada di d
"Jangan, Pak, saya mohon! Jangan sampai Mas Ed tahu kejadian kemarin. Saya akan melakukan apapun agar Pak Levi tidak mengatakan apa-apa pada suami saya.""Apapun? Kamu yakin? Apa kamu mau saya minta bercerai dari Edmun, kemudian kamu menikah dengan saya?""Kalau itu tentu saja tidak mungkin, Pak. Saya mencintai suami saya. Apa tidak ada yang lain, Pak?""Apa kamu mau terus tidur bersama saya tanpa ikatan? Pasti tidak'kan? Saya pun tidak mau. Oleh karena itu, coba pikirkan tawaran dari saya. Lekas sembuh ya, nanti saya hubungi lagi. Saya harus ke Jepang untuk beberapa hari ke depan. Salam untuk Edmun."Sambungan itu pun terputus. Tawaran yang diminta Levi membuat kepalanya sangat pusing. Ia sangat mencintai suaminya, tentu ia tidak mau bercerai dari Edmun apapun alasannya. Apalagi ini semua adalah kesalahannya sendiri. Edmun benar-benar tidak memaafkannya jika sampai suaminya itu tahu, ia tidur dengan pria lain. Makan pun sudah tidak bisa ia teruskan. Luisa memilih turu dari ranjang d
"Ah, i-itu, a-aku hanya ingin melihat kursi pijat di kamar papa. Ya, kursi pijat papa, ini badanku pada sakit habis begadang diajak teman lihat proyek jalan, jadinya pengen dipijat. Lumayanlah lima menitan, Sayang. Badanku enak lagi. Nanti kalau aku punya uang, aku akan beli kursi pijat seperti yang di kamar papa. Enak banget, pijatannya pas. Ayo, temani aku makan!" Lusia tidak sempat mengomentari jawaban suaminya. Tangannya sudah terlanjur ditarik ke ruang makan. Edmun nampak gelisah karena uang yang ia sembunyikan di dalam baju kemejanya, membuat kulit perutnya gatal. Pria itu makan dengan cepat karena ia harus segera pergi dari rumah mertuanya. "Kalau kamu masih betah di sini, kamu di sini saja dulu, Sayang. Aku mau melakukan perjalanan bisnis ke Bali. Doakan semua lancar ya." Bola mata Luisa membesar. Ia senang dengan perkataan Edmun yang sepertinya sudah memulai kembali bisnisnya. "Beneran, emang udah mulai lagi, Mas? Sama siapa?" tanya Luisa antusias. "Ada temen kuliah dulu.