Share

Masa lalu

Sampai di rumah kecilnya Aira langsung bersandar di balik pintu sambil memegangi dadanya. 

"Aku kenapa sih setiap kali ditatap sama Kak Evan pasti jantungku tiba-tiba ngajak marathon? 

'Kan malu kalo sampe katahuan sama Kak Evan." ucap Aira lalu melempar tasnya ke kasur.

Disisi lain Evan masuk ke rumahnya dengan perasaan yang campur aduk antara senang dan bingung.

"Ngapain sih baper sama cewek kayak dia." celetuk Evan sambil berjalan menuju kamarnya.

***

Di bioskop, Farra dan Tio belum tahu kalau Evan dan Aira sudah pulang.

Saat Farra menoleh ke samping ia tidak menemukan Aira, ia langsung celingak-celinguk.

"Mas, Aira sama Mas Evan kok nggak ada?" tanya Farra membuat Tio menoleh ke arahnya.

"O iya kok nggak ada ya bentar deh Mas telpon." jawabnya. Begitu Tio menyalakan ponselnya ia melihat pesan dari Evan.

"Oalah, mereka udah pulang rupanya." kata Tio membuat Farra berpikir.

"Eh Mas ada yang aneh nggak sih sama mereka berdua? Aira nggak ada kabar selama dua hari tapi mereka kayak makin dekat aja." ucap Farra curiga membuat Tio langsung kaget.

"Serius? Aira gak ada kabar dua hari Evan juga nggak ada kabar dua hari dan baru masuk kerja hari ini." lanjut Tio ikutan curiga.

"Kenapa ya? Kok mereka samaan nggak ada kabar apa jangan-jangan me-" 

"Hus ... nggak boleh su'udzon nanti jadi fitnah." potong Tio membuat Farra langsung menutup mulutnya.

"Hehe maaf Mas." ucap Farra. "Mereka teman kita gak mungkin mereka bohong sama kita." lanjut Tio dengan tenang membuat Farra langsung tersenyum lalu mengangguk. 'Suami idaman banget.' batin Farra.

***

Disisi lain Evan sedang menonton televisi tapi sesekali pikirannya melayang pada Aira.

'Masa sih gua suka sama dia? Tapi mau sampai kapan juga aku ngikat dia dengan pernikahan yang gak jelas ini.' batin Evan.

 Flasback

"Mas kamu kenapa sih selalu diam begini aku ini pacar kamu loh, apa gunanya kalo cuma di diamin terus? 

Aku nggak ngerti jalan pikiran kamu." kesal seorang wanita yang bernama Nindi, dia adalah pacar Evan.

"Kamu maunya apa sih? Aku tuh emang pendiam jadi buat apa kamu nuntut pacaran ya pacaran tapi jangan ngatur-ngatur juga." jawab Evan dengan datar membuat gadis tersebut menangis.

"Kamu egois sudah hampir dua tahun kita pacaran jangankan kata-kata romantis, komunikasi biasa aja kita jarang sekali." lanjut gadis tersebut membuat Evan menatapnya serius.

"Kamu mau apa sekarang?" tanyanya to the point. "Aku mau kita nikah." jawab Nindi membuat Evan langsung menatap jengkel.

"Ada apa denganmu, kanapa kamu ngajak nikah tiba-tiba? Jangan karena aku kerja terus kamu pikir aku nggak tau perbuatanmu diluar sana, anak siapa yang kamu kandung?" tanya Evan dengan tangan di lipat di dada.

Deg!

"Mas! Bisa gak kamu ngomong jangan sembarang, aku benci kamu!  Semoga nanti wanita yang menjadi istrimu tidak akan betah denganmu, aku benci kamu!" bentak Nindi, lalu berlari keluar dari kantor Evan. 

Nindi berlari sekencang-kencangnya sambil menangis, ia tidak perduli dengan lalu lintas mobil dan sebagainya.

Ia tetap berlari tanpa peduli suara klakson. Tit tit! 

Klakson mobil begitu keras namun tidak di hiraukan oleh Nindi.

Bruk! Nindi tertabrak dan ia terpental jauh semua orang yang melihatnya langsung menjerit melihat kejadian tersebut kemudian berlarian mengerumuni Nindi yang sudah di banjiri darah dari kepalanya.

Tio yang berada di kantin seberang jalan langsung bingung melihat banyak orang yang menjerit.

Ia keluar dari kantin menuju kerumunan sampai di situ Tio berusaha maju ke depan melihat apa yang terjadi.

Begitu ia sampai di depan Tio langsung menutup mulutnya dengan kedua tangannya.

"Nindi." ucapnya tidak percaya lalu Tio berlari ke kantor untuk memberitahu Evan.

Disisi lain, Evan masih mencerna kata-kata terakhir Nindi. Tiba-tiba saja ia mendengar suara ambulan dari bawah dengan segera Evan melihat dari kaca atas.

"Van." panggil Tio mengejutkan Evan dari belakang membuat Evan langsung berbalik.

"Nindi kecelakaan." lanjut Tio membuat Evan bagai di sambar petir mendengar kabar tersebut.

"Dia di rumah sakit mana?" tanya Evan pura-pura datar. "Di rumahnya." jawab Tio membuat Evan menyergitkan dahinya.

"Kenapa? Bukannya dia kecelakaan?" tanya Evan makin bingung.

"Nindi meninggal." lanjut Tio membuat lutut Evan seketika lemas. "Lu jangan bercanda." ucapnya tidak percaya.

"Memang lu egois! Bahkan di kondisi seperti ini lu masih mementingkan egoismu." bentak Tio  kemudian ia meninggalkan Evan. 

3 hari setelah kematian Nindi, Evan memilih melanjutkan studi S2 di London sekaligus untuk menenangkan dirinya.

Karena semenjak Nindi meninggal, ia selalu merasa bersalah dan suka mengurung dirinya di kamar berjam-jam.

Bahkan di kantor sekalipun Evan bukannya berubah tapi malah lebih pendiam.

***

"Nggak, gua nggak mau hal seperti Nindi malah menimpa Aira." gumam Evan setelah mengingat masa lalunya yang begitu kelam.

Evan meninggalkan ruang tengah tanpa mematikan televisi. Ia menuju kamarnya, lalu mengambil foto Nindi yang masih ia pajang.

Ia mengeluarkan foto tersebut dari bingkainya kemudian membawa fotonya ke dapur. 

Evan mengambil korek dengan perlahan ia membakar foto Nindi yang selama ini membuatnya selalu merasa bersalah.

"Maafin aku Nindi, jujur aku gak ngarang aku beneran ngeliat kamu selingkuh beberapa bulan sebelum kamu kecelakaan.

Bahkan gak sekali aku lihat kamu berduaan dengan cowok yang sama itulah sebabnya gua nggak mau nikah sama kamu.

Sekali lagi aku minta maaf." ucap Evan sambil memejamkan matanya perlahan api naik membakar semua foto Nindi.

Perlahan Evan membuang foto tersebut ke wastafel lalu menyalakan kran.

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Siti Aminah
pdahal ud nikah kok kya gtu sih evan sma aira ud gtu kta2nya bnyak yg kurang author
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status